HADITS SHAHIH DAN HADITS HASAN
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Ulumul Hadits
Dosen pengampu Drs. Darmu’in, M. Ag.
Disusun oleh,
1.
Lailatul Hidayah :
103111120
2.
Latifatus Sifa :
103111121
3.
Mahfud Sazali :
103111122
4.
Malikhah :
103111123
5.
Maria Ulfa :
103111124
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
WALISONGO
SEMARANG
2011
Hadits Shahih Dan Hadits Hasan
I. PENDAHULUAN
Hadits
merupakan hukum Islam yang ke dua setelah Al-Qur’an. Sebagai salah satu sumber
otoritas Islam ke dua setelah Al-Qur’an, sejumlah literatur hadits memiliki
pengaruh yang sangat menentukan dan menjadi sumber hukum dan inspirasi agama.[1]
Keberadaan dan kedudukannya tidak diragukan, namun karena pembukuan hadits baru
dilakukan beberapa tahun setelah Nabi wafat,
ditambah lagi dengan kenyataan sejarah bahwa banyak hadits dipalsukan,
maka keabsahan hadits yang beredar dikalangan kaum muslimindiperdebatkan oleh
para ahli.
Hadits itu
terdiri dari yang diterima (yakni yang shahih) dan yang ditolak (yakni yang
dlaif) itulah pembagian hadits secara garis besar. Tetapi para ahli hadits
membagi hadits dalam tiga bagian: hadits shahih, hadits hasan, dan hadits
dlaif.[2]
Dalam makalah ini hanya akan dibahas mengenai hadits hasan dan hadits shahih.
II. RUMUSAN MASALAH
:
1.
Pengertian Hadits Shahih dan Hadits Hasan
2.
Kriteria Hadits Shahih dan Hadits Hasan
3.
Macam-macam Hadits Shahih dan Hadits Hasan
4.
Contoh-contoh Hadits Sahih dan Hadits Hasan
III.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Hadits
a.
Hadits Shahih
Kata “shahih” berasal dari bahasa Arab, as-shahih, bentuk
jamaknya asshiha’ dan berakar pada kata shahaha, dari segi bahasa kata ini
memiliki beberapa arti, diantaranya yaitu selamat dari penyakit, bebas dari
a’ib atau cacat. Sedang pengertian hadits adalah : khabar (berita).[3]
Pengertian Hadits Shahih secara istilah adalah
الحديث الصحيح هوالحديث الدى اتصل سنده بنقل
العد ل الضا بط عن العدل الضا بط الى منتهاه ولايكون شاداولا معللا
Artinya: hadits yang bersambung sanadnya yang diriwatkan oleh rawi yang adil
dan dhabit dari rawi lain yang juga adil dan dhabit sampai akhir sanad, dan
hadits itu tidak janggal serta tidak mengandung cacat (illat).[4]
b.
Hadits Hasan :
Dari segi bahasa, Hasan berasal dari kata al-khusnu,
bermakna al-jamal, yang berarti keindahan. Menurut istilah Hadits Hasan adalah
هو ما اتصل سنده بنقل العدل الدي قل ضبطه
وخلا من الشدود والعلة
Artinya: “Hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang
adil, kurang sedikit ke dhabitannya, tidak ada keganjilan, (syadz), dan
tidak ada illat.”[5]
2.
Kriteria Hadits Shahih dan Hadits Hasan
Ada beberapa kriteria sesuatu hadits di katakan shahih apabila
memenuhi beberapa syarat seperti :
a.
Mengenai sanad
1.
Semua rawi dalam sanad haruslah bersifat adil yakni :
a.
Selalu taat kepada Allah dan Rasulnya serta menjahui perbuatan
maksiat
b.
Menjahui dosa kecil yang dapat merendahkan martabat dirinya
c.
Tidak melakukan perbuatan yang menyebabkan penyesalan
2.
Semua rawi dalam sanad sangat haruslah bersifat dhabit. Rawi yang
dhabit adalah rawi yang kuat hafalan sehingga dapat menyimpan hadits-hadits
dengan baik dan benar.
3.
Sanadnya bersambung. Rawi tingkatan sahabat Nabi (tingkatan
pertama) benar-benar berjumpa dan menyampaikan hadits pada rawi tingkatan
kedua. Demikian pula rawi kedua dengan rawi ke tingkatan ke tiga dan
seterusnya.
4.
Tidak rancu (syad)
Kerancuan adalah suatu kondisi dimana rawi berbeda dengan rawi lain
yang lebih kuat posisinya. Keadaan semacam ini dipandang rancu karena ia
berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat posisinya, baik dari segi kekuatan,
daya hafalan, atau jumlah mereka lebih banyak sehingga harus diunggulkan. Dan karena
kerancuannya maka timbullah penilaian negatif terhadap periwayatan Hadits yang
bersangkutan.
5.
Tidak Cacat
Yang dimaksud tidak dengan cacat disini adalah terbebas dari cacat-cacat
keshahihan pada sanad seperti pemalsuan rawi.[6]
b.
Mengenai Matan
1.
Pengertian yang terkandung dalam matan tidak boleh bertentangan
dengan ayat Al-Qur’an dan Hadits Mutawatir walaupun keadaan rawi sudah memenuhi
syarat. Bila matan hadits dinilai bertentangan dengan ayat Al-Qur’an atau hadits Mutarwatir, maka hadits itu tidak
dipandang sebagai hadits Shahih.
2.
Pengertian matan tidak bertentangan dengan pendapat yang disepakati
ulama, atau tidak bertentangan dengan keterangan ilmiah yang kebenarannya dapat
dipastikan secara sepakat oleh para ilmuan.
3.
Tidak ada kejanggalan lainnya, jika dibandingkan dengan matan
hadits yang lebih tinggi tingkatan dan kedudukannya.
Untuk kriteria hadits hasan hampir sama dengan kriteria hadits
shahih. Perbedaannya hanya terletak pada sisi ke-dhabith-annya. Hadits shahih
ke-dhabith-an seluruh perawinya harus sempurna, sedang dalam hadits hasan,
kurang sedikit ke-dhabith-annya jika dibandingkan dengan hadits shahih.
ke-dhabith-an perawi hadits hasan nilainya memang kurang jika dibandingkan
dengan perawi hadits shahih, karena ke-dhabith-an para perawi hadits shahih
sangat sempurna.[7]
3.
Macam-macam Hadits Shahih dan Hadits Hasan
A.
Hadits Shahih :
Para ulama ahli hadits shahih kepada dua bagian, yaitu Shahih Li
Dzatih dan Shahih Li Ghairih. Perbedaan antara keduanya terletak
pada segi hafalan atau ingatan para perawinya. Berikut penjelasan dari ke dua
hadits tersebut:
a.
Hadits Shahih Li Dzatih
Adalah hadits yang dirinya sendiri telah memenihi kriteria
keshahihan sebagaimana yang disebutkan, dan tidak memerlukan penguat dari yang
lainnya.[8] Contohnya
seperti berikut:
“Qala rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam: al-muslim man salima al-muslimun min lisanihi wa yadihi wa al-muhajir
man hajara ma naha allahu anhu muttafaq alaihi ”
Artinya: Orang Islam adalah orang yang
tidak mengganggu muslim-muslim lainnya, baik dengan lidah maupun tangannya, dan
orang berhijrah itu adalah orang yang pindah dari apa yang dilarang oleh Allah.
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dengan sanad sebagai berikut:
a.
Adam ibn Iyas
b.
Syu’bah
c.
Ismail dan Ibn Safar
d.
Al-Sya’by
e.
Abdullah ibn Amr ibn Ash[9]
Rawi dan sanad al-Bukhari ini memenuhi
semuanya memenuhi kriteria hadits Shahih Li Dzatih. Oleh karena itu,
hadits tersebut termasuk dalam hadits Shahih Li Dzatih.
b.
Hadits Shahih Li Ghairih
Adalah hadits yang shahihnya lantaran dibantu oleh keterangan yang
lain. Jadi, pada diri hadits itu belum mencapai kualitas shahih, kemudian ada
petunjuk atau dalil lain yang menguatkan sehingga hadits tersebut meningkat
menjadi hadits Shahih Li Ghairih.[10]
Contoh hadits tipe ini adalah hadits riwayat Imam Turmudzi melalui
jalur Muhammad bin ‘Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah
SAW bersabda:
عن ابي هر يرة رضي الله عنه ان رسول الله
صلي الله عليه وسلم قل: لو لا ان اشق علي امتي لا مرتهم با لسو اك عند كل صلاة
(رواه البخارى والتر مدى)
Artinya:
“Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah
bersabda, “Sekiranya aku tidak menyusahkan umatku, tentu aku menyuruh mereka
bersiwak (menggosok gigi) setiap solat.” [11]
Menurut Ibn al-Shalah, bahwa Muhammad bin
‘Amr terkenal sebagai orang jujur, akan tetapi ke-dzabith-annya kurang
sempurna, sehingga hadits riwayatnya hanya sampai ke tingkat hasan. Hadits ini
juga diriwayatkan oleh Bukhari melalui jalur al-A’raj dari Abu Hurairah yang
haditsnya dinilai shahih. Oleh karena itu hadits riwayat Turmudzi tersebut naik
menjadi Shahih Li
Ghairih.[12]
B.
Hadits Hasan
Para
ulama ahli hadits membagi hadits hasan menjadi dua bagian, yaitu
1.
Hadits Hasan Li Dzatih
Adalah hadits yang sanadnya bersambung, dinukil oleh periwayat yang
adil dan dhabith, namun kedhabithannya tidak sempurna, meski tidak terdapat
syadz dan ‘illat padanya.[13]
2.
Hadits Hasan Li Ghairih
Adalah hadits di bawah derajat hasan yang
naik ke tingkatan hadits hasan, karena hadits lain yang menguatkannya atau
hadits Hasan Li
Ghairih adalah hadits
dhaif yang karena dikuatkan oleh hadits yang lain, meningkat hasan.[14]
Contoh dari hadits Hasan Li Ghairih adalah hadits yang
diriwayatkan oleh al-Turmudzi dari jalan Syu’bah dari ‘Ashim ibn ‘Ubaidillah
dari ‘Abdullah ibn ‘Amir ibn Rabi’ah dari ayahnya bahwa: “Seorang wanita dari
bani Fazarah kawin dengan mahar sepasang sandal, maka Rasulullah SAW bertanya:
“Apakah engkau merelakan dirimu sedangkan engkau hanya mendapat mahar sepasang
sandal?” Maka wanita itu menjawab: “Rela, maka Rasul pun membolehkannya”.
Dari hadits diatas terdapat perawi yang bernama Ashim, yang dinilai
oleh para ulama hadits sebagai perawi yang dha’if karena buruk hafalannya.
Tetapi al-Thurmudzi menyatakan sebagai hasan, karena datangnya dijumpai sanad
lain dari hadits tersebut melalui jalan lain.[15]
4.
Contoh-contoh Hadits Shahih dan Hadits Hasan
A.
Contoh Hadits Shahih sebagai berikut:
Diberitakan oleh Abdullah Ibn Umar bahwa Nabi SAW bersabda:
بني الا سلا م على خمس شها دة ان لا ا له
الاالله وان محمدارسول الله, واقام ا لصلاة وايتا ء الزكاة والحج وصوم رمضان
Artinya:
“Dibina Islam dari 5 perkara, yaitu: mengakui bahwasanya tidak ada Tuhan yang
disembah selain Allah dan bahwasanya Muhammad utusan Allah, mendirikan sholat,
mengeluarkan zakat, mengerjakan haji, dan berpuasa di bulan ramadhan.”
Sanad hadits
ini sampai kepada Bukhori melalui:
1.
Ubaidullah ibn Musa
2.
Mandhalha ibn Abu Sufyan
3.
‘Ikrimah
4.
Ibnu Umar
5.
Shahihir Risalah s.a.w
Dan hadits ini
sampai kepada Muslim melalui:
1.
Ubaidullah ibn Mu’adz
2.
‘Ahim ibn Muhammad
3.
Muhammad ibn zaid
4.
Ibnu ‘Umar
5.
Shahihir Risalah s.a.w
Maka Bukhari dan Muslim sama-sama menerima hadits ini melalui Ibnu
Umar r.a. dan karenanya dinamakan Muftakhaq ‘Alaihi.[16]
B.
Contoh Hadits Hasan sebagai berikut:
Hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, ibnu Majah, dan Ibnu
Hibban dari Al-Hasan bin Urfah Al-Maharibi dari Muhammad bin Amr dari Abu
Salamah dari Abi Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda:
اعمار امتي ما بين الستين الي السبعين واقلهم
من يجوز دلك
Artinya: ”Usia umatku sekitar antara 60-70 tahun dan sedikit sekali
yang melebihi demikian itu.”
Para perawi hadits diatas tsiqah semua kecuali Muhammad bin Amr dia
adalah shaduq (sangat benar). Oleh para ulama hadits nilai ta’dil shaduq tidak
mencapai dzabit tamm sekalipun telah mencapai keadilan, kedhobithannya kurang
sedikit jika dibandingkan dengan ke-dhobith-an shahih seperti tsiqatun
(terpercaya) dan sesamanya.[17]
IV.
KESIMPULAN
Hadits Shahih
adalah hadits yang bersambung sanadnya yang diriwatkan oleh rawi yang adil dan
dhabit dari rawi lain yang juga adil dan dhabit sampai akhir sanad, dan hadits
itu tidak janggal serta tidak mengandung cacat (illat). Sedangkan hadits Hasan
adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil, kurang
sedikit ke dhabitannya, tidak ada keganjilan, (syadz), dan tidak ada
illat.
Untuk kriteria hadits hasan hampir sama dengan kriteria hadits
shahih. Perbedaannya hanya terletak pada sisi ke-dhabith-an perawinya.
Adapun pembagian dari ke dua hadits tersebut, yaitu: Hadits Shahih
terdiri dari hadits Hadits Shahih Li Dzatih dan Hadits Shahih Li
Ghairih. Sedangkan hadits Hasan terdiri dari Hadits Hasan Li Ghairih
dan Hadits Hasan Li Dzatih.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad, Muhammad, dkk, 2000, Ulumul Hadits, Bandung: CV. PUSTAKA
SETIA
Amin, Phil. H. Kamaruddin, 2009, Metode Kritik Hadits, Jakarta:
PT. Mizan Publika
As-Shalih, Subkhi, 1993, Membahas Ilmu-ilmu Hadits, Jakarta:
Pustaka Firdaus
Ash Shiddieqi, M. Hasbi, 1987, Pokok-Pokok ilmu Diroyah Hadits, Jakarta:
PT. Bulan Bintang
Ichwan, Mohammad Nor, 2007, Study Ilmu Hadis, Semarang:
RaSAIL
Khon, Abdul Majib, 2009, Ulumul
Hadits, Jakarta: AMZAH
Suryadilaga, M. Alfatih, dkk, 2010, Ulumul Hadits,
Yogyakarta: TERAS
0 komentar:
Post a Comment