Sejarah Peradaban Islam


RESUME SEJARAH PERADABAN ISLAM


Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Sejarah Peradaban Islam
Dosen pengampu: Fihris, M. Ag







Disusun oleh,
Nama            : Malikhah
NIM             : 103111123
Kelas            : PAI 2 C


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA  ISLAM  NEGERI  WALISONGO
SEMARANG
2011
BAB I




SEJARAH, MANFAAT, DAN METEDOLOGI MEMPELAJARI SEJARAH

1.      Sejarah dan Arti Pentingnya
Dalam setiap proses kehidupan manusia itu selalu terjadi adanya sejarah. Melalui sejarah pula, banyak hal-hal yang dapat kita pelajari, dan kita ambil sesuatu yang baik untuk kehidupan kita.
Sejarah dalam bahasa Indonesia memiliki kesamaan filosofis dengan kata syajarah yang dalam bahasa Arab berarti pohon. Pohon merupakan gambaran suatu rangkaian geneologi, yaitu pohon keluarga yang mempunyai keterkaitan erat antara akar, batang, cabang, ranting, dan daun, serta buah.keseluruhan elemen pohon ini memiliki keterkaitan erat, kendatipun yang sering dilihat oleh manusia pada umumnya hanya batang saja, atau buah saja, namun pohon tetap saja tidak terlepas dari unsur-unsurnya. Itulah filosofi sejarah yang mempunyai keterkaitan erat antara masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
Menurut Prof. Nourozzaman ash-Shiddiqie, sejarah adalah peristiwa masa lampau yang tidak sekedar informasi tentang terjadinya peristiwa, tetapi juga memberikan intrepretasi atas peristiwa yang terjadi dengan melihat hukum sebab akibat. Dengan adanya intrepretasi ini, maka sejarah sangat terbuka apabila diketemukan adanya bukti-bukti baru.[1] 
Hasil dari penulisan sejarah disebut historiografi. Penulisan historiografi ini didahului oleh penelitian (analisis) terhadap peristiwa-peristiwa dimasa silam. Penelitian dan penulisan sejarah itu berkaitan pula dengan latar belakang teoritis, latar belakang wawasan, latar belakang metedologis penulisan sejarah, latar belakang sejarawan/ penulis sumber sejarah, aliran penulisan sejarah yang digunakan, dsb.[2]

Dalam hal ini, sejarah peradaban Islam yang telah mencapai kejayaan, patut kita ketahui. Banyak tokoh-tokohnya yang dijadikan referensi dalam berbagai tulisan. Sudah menjadi keharusan kita untuk menghargai sumbangsih dari para tokoh-tokoh tersebut, seperti Ibnu Sina, al-Ghazali, Ibn Rusyd, dsb.
2.      Manfaat mempelajari Sejarah
Banyak sekali manfaat yang dapat kita ambil dari dengan mempelajari sejarah yang ada, diantaranya adalah:
a.       Kewajiban kaum muslimin untuk meneladani Rasulullah. Oleh karena itu, rekaman tentang perilaku kearifan dan kebijakan Rasul perlu diketahui dan diteladani.
b.      Untuk memahami dan menafsirkan Al-Quran dan Hadits, perlu memahami setting sosial historis dan kondisi psikologis masyarakat pada masa itu
c.       Sebagai alat ukur sanad. Untuk mengetahui keotentikan sebuah hadits, apakah dhobit atau tidak, bagaimana perilaku keseharian seorang sanad, dsb. Semua itu dapat dilihat dalam sejarah.[3]
d.      Sejarah dapat dijadikan pedoman masa kini dan masa yang akan datang, untuk diteladani dan dipakai sebagai alat analisis
e.        Untuk mengetahui pandangan, metode penelitian, metode penulisan sejarah yang dilakukan para sejarawan muslim dimasa silam, sehingga dapat dilakukan kajian kritis terhadap karya-karya mereka.[4]

3.      Metedologi Mempelajari Sejarah
Menurut Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A., secara substansial, metode penulisan sejarah dapat dikategorikan menjadi 2, yaitu: Old History (Sejarah Konvensional) dan New History (Sejarah Sosial).
Penulisan sejarah bertipe Old History mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a.         Berpegang teguh kepada metodologi sejarah an-sich. Dokumen menjadi pedoman dan sumber utama.
b.        Uraiannya cenderung naratif dan deskriptif
c.         Bersifat ensiklopedis, sehingga kurang memperhatikan kedalaman informasi
d.        Lebih berorientasi terhadap kepentingan politik dan elite penguasa
e.         Orientasinya ke Timur Tengah (Middle East Oriented)
Dengan beberapa ciri penulisan sejarah konvensional ini mengakibatkan suatu citra bahwa belajar sejarah itu membosankan, mengulang-ulang, identik dengan dunia Arab, Islam penuh degan kekerasan, dan Islam hanya di Timur Tengah dan yang kelihatan hanya elite politik saja.
Sedangkan ciri-ciri penulisan sejarah bertipe New History (Sejarah Sosial), yaitu:
a.    Munculnya relatif baru
b.    Tidak terlalu terikat dengan arsip-arsip/ dokumen resmi, sehingga sangat memungkinkan terbuka terhadap data-data baru yang lebih kuat
c.    Dalam menguraikan data disertai dengan analisis/ interpretasi dengan memanfaatkan ilmu-ilmu lain, terutama ilmu-ilmu sosial sebagai pendukung, seperti sosiologi, antropologi, geografi, dsb.
d.   Imaginatif, mengaitkan satu peristiwa dengan peristiwa lain
e.    Tidak berorientasi kepada politik dan dunia Timur Tengah. Objek pembahasan meliputi dunia Islam secara keseluruhan.
Penulisan sejarah ini selalu memperhatikan ilmu-ilmu lain sebagai bahan analisis. Ilmu-ilmu tersebut antara lain sosiologi, antropologi, geografi, ekonomi, dsb. Objek yang ditulis dalam sejarah ini, bukan hanya pada kalangan elite politik saja, tetapi juga masyarakat pinggiran dan kalangan bawah, sejarah pembentukan kota, ternd mode pakaian (jilbab), dsb.[5]

BAB II

JAZIRAH ARAB DAN TATA SOSIAL MASYARAKAT JAHILIYAH

1.    Kondisi Jazirah Arab
Jazirah Arab merupakan sebagian dari bumi atau suatu daerah berupa pulau yang berada diantara benua Asia dan Afrika, seolah-olah Arab itu sebagai hati bumi (dunia). Sejak dahulu, daerah Arab itu sebagian besar dikelilingi oleh sungai-sungai dan lautan sehingga terlihat seperti jazirah (pulau).
Jazirah Arab memiliki luas wilayah kurang lebih 1.100.000 mil persegi atau 126.000 farsakh persegi atau 3.156.558 kilometer persegi. Tanah yang sekian luasnya itu sepertiganya tertutupi oleh lautan pasir, yang diantaranya yang paling besar adalah ar-Rabi’l-Khaly. Bukan dengan pasir saja, tetapi dipenuhi pula oleh batu-batu yang besar atau gunung-gunung batu yang tinggi, diantaranya yang paling tinggi dan besar adalah Jabal Sarat. Daerah seluas itu, pada masa itu dihuni oleh 12 juta jiwa, namun ada yang berpendapat 10 juta jiwa.[6]
Secara umum, sejarah Arab terbagi dalam tiga periode, yaitu:
1.    Periode Saba’-Himyar, yang berakhir pada awal abad keenam Masehi
2.    Periode Jahiliyah, yang dalam satu segi dimulai dari “penciptaan Adam” hingga kedatangan Muhammad.
3.    Periode Islam, sejak kelahiran Islam hingga masa sekarang

2.    Kondisi Sosial Masyarakat Jahiliyah
Istilah Jahiliyah, yang biasanya diartikan sebagai “masa kebodohan” atau “kehidupan barbar”, sebenarnya berarti bahwa ketika itu orang-orang Arab tidak memiliki otoritas hukum, nabi, dan kitab suci. Pengertian itu dipilih karena mereka tidak bisa mengatakan bahwa masyarakat yang berbudaya dan mampu baca tulis seperti masyarakat Arab Selatan disebut sebagai masyarakat bodoh dan barbar.[7]
Keadaan sosial bangsa Arab sebelum Islam sangat memprihatinkan, adapun kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Jahiliyah pada masa itu, yaitu:
1.      Meminum Arak
Minum tuak atau arak adalah salah satu dari adat kebiasaan bangsa Arab pada masa itu. Karena kegemaran mereka pada minuman arak, tidak sedikit jenis minuman yang dibuat oleh mereka.
Karena itu, tidak aneh jika sebagian dari para sahabat Nabi SAW pada masa permulaan Islam dan ayat larangan orang yang telah beriman meminum khamar belum diturunkan, banyak yang asih suka meminum minuman keras, minum arak akibat kegemaran mereka pada masa jahiliyah.
2.      Perjudian
Cara berjudi yang dilakukan pada masa itu bermacam-macam. Diantaranya adalah berjudi dengan bertaruh seperti yang biasa dilakukan oleh orang sekarang, berlotre unta yang dilakukan beberapa orang. Dalam perjudian ini, kadang-kadang sampai berpuluh unta yang disembelih, dan mereka yang mendapat kemenangan (mendapat bagian) tidaklah mengambil bagiannya, tetapi diberikan kepada fakir miskin.
Orang yang tidak mau berjudi dipandang sebagai seorang yang kikir serta biasa dinamakan barm. Sehingga jika ada seseorang yang kawin dengan orang barm, maka dia dipandang hina oleh masyarakat yang lain.
3.      Pelacuran
Pelacuran dan perzinaan diantara lelaki dan perempuan oleh bangsa Arab di Jazirah Arab pada masa sebelum Islam merupakan perbuatan yang biasa, tidak menjadikan rendahnya dejarad orang yang melakukannya.
Anak yang dilahirkan dari perempuan yang tidak halal, pada masa itu, dipandang sebagai anak sah, sebagaimana anak yang diperoleh dari perkawinan yang sah.
4.      Pencurian/perampokan
Perbuatan mencuri atau merampok dari satu suku kepada suku yang lain merupakan hal yang biasa. Barang yang dirampok itu bukan saja harta benda, melainkan segala apa yang didapat, hingga orang yang mempunyai harta itu pun dirampok juga (diculik/ditawan). Orang tawanan atau culikan itu biasanya dijadikan hamba sahaya, budak belian, dan kalau perempuan dijadikan gundik atau dijual kepada orang lain.
Karena keberanian mencuri, pernah juga barang-barang yang ada di ka’bah dicuri. Hal itu menunjukkan bahwa perbuatan mencuri dikala itu sangat memuncak dengan hebatnya.
5.      Kekejaman
Seperti yang telah diriwayatkan, bahwa pada masa itu bayi-bayi perempuan dikubur hidup-hidup dalam tanah, dan ada kalanya ditaruh dalam satu tempat tong, lalu diluncurkan dari tempat yang tinggi.
Ada pula diantara mereka yang mengikat untanya sendiri disebuah kuburan dan unta tersebut tidak diberi makan dan minum sampai mati. Menurut kepercayaan mereka, unta itu akan jadi tunggangan bagi mereka kelak.
6.      Kekotoran dalam urusan makan dan minum
Pada masa itu, tidak dikenal makanan halah atau haram. Segala macam binatang boleh dimakan. Sepanjang riwayat, orang yang pertama kali menghalalkan makan daging bangkai binatang adalah Amr bin Luhayyi, sesudah dia mengadakan beberapa perubahan atau mengubah syariat nabi Ibrahim dan Ismail. Kemudian, dia diikkuti oleh banyak orang.


7.      Tidak mempunyai kesopanan
Pada masa itu, bangsa Arab sama sekali tidak memiliki kesopanan, misalnya saja dalam mengerjakan thawaf, mengelilingi ka’bah pada musim haji, lelaki atau perempuan telanjang. Mandi dengan tidak menutupi kemaluannya didepan orang banyak juga menjadi kebiasaan.
Jadi pada masa itu, adab sopan santun benar-benar tidak dijunjung tinggi. Sehingga perilaku mereka sangat tidak beradap.
8.      Pertengkaran dan perkelahian
Pertengkaran dari mulut seorang, kemudian melebar ke banyak orang dan menjadikan perkelahian masal sudah menjadi kebiasaan. Sebagian besar pertengkaran dilakukan hanya karena peroalan kecil dan urusan yang tidak berarti.
Menurut riwayat seorang tarikh, peperangan saudara yang terjadi dikalangan bangsa Arab di Jazirah Arab pada masa sebelum Islam ada sejumlah 132 kali. Jumlah tersebut belum terhitung peperangan dan pertempuran yang kecil. Peperangan yang demikian banyak itu, terjadi dalam kurun waktu 40-50 tahun sebelum Islam.[8]
Pada masa itu bangsa Arab memiliki sedikit waktu untuk agama. Mereka tidak mampu menyokong kasta pendeta atau dukun yang bertanggung jawab mengembangkan tradisi suku yang bersifat mitologis.[9]

BAB III

KELAHIRAN ISLAM DAN PERJUANGAN NABI DI MAKKAH

1.      Perjalanan Nabi
Nabi Muhammad SAW adalah anggota Bani Hasyim, suatu kabilah yang kurang berkuasa dalam suku Quraisy. Kabilah ini memegang jabatan siqayah. Nabi Muhammad lahir dari keluarga terhormat yang relatif miskin. Ayahnya bernama Abdullah anak Abdul Muthalib, seorang kepala suku Quraisy yang besar pengaruhnya. Ibunya adalah Aminah binti Wahab dari Bani Zuhrah.


2.      Perjuangan Menyebarkan Agama Islam
Menjelang usia 40 tahun, beliau telah biasa menyendiri memisahkan dari pergaulan masyarakat, berkontemplasi di gua Hira. Pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611M, malaikat Jibril muncul dihadapannya menyampaikan wahyu Allah pertama, yaitu surat al Alaq ayat 1-5.  Dengan turunnya ayat itu, Muhammad telah dipilih Tuhan sebagai Nabi.
Setelah beberapa lama, Muhammad mendapatkan wahyu yang ke dua yang berbunyi, “Hai orang yang berselimut, bangun dan beri ingatlah. Hendaklah kau besarkan Tuhanmu, dan bersihkanlah pakaianmu, tinggalkanlah perbuatan dosa, dan janganlah engkau memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak, dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah” (al-Muddatstsir: 1-7).
Dengan turunnya ayat itu, Muhammad mulai berdakwah. Awalnya beliau melakukannya secara diam-diam dilingkungannya sendiri. Awalnya yang mengikutinya yaitu Siti Khadijah, kemudian Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar, Zaid Ummu Aiman menjadi orang yang pertama masuk Islam.
Setelah beberapa lama berdakwah secara sembunyi-sembunyi akhirnya Muhammad mulai berdakwah secara terang-terangan. Pada waktu itu, pemimpin Quraisy menghalangi dakwah Rasul, dan semakin bertambah banyaknya pengikut Rasul, semakin banyak pula yang mengecamnya. Menurut Ahmad Syalabi, ada 5 faktor yang mendorong orang Quraisy menentang seruan Islam tersebut, diantaranya:
1.         Mereka tidak dapat membedakan Kenabian dan kekuasaan. Mereka mengira bahwa tunduk kepada seruan Muhammad berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani Abdul Muthalib. Yang mana ini sangat tidak diinginkan oleh mereka.
2.         Nabi Muhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya. Hal ini tentunya tidak disetujui oleh kaum bangsawan Quraisy
3.         Para pemimpin Quraisy tidak dapat menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat
4.         Taklid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat berakar pada bangsa Arab
5.         Pemahat dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rizki. Banyaknya masyarakat yang masuk Islam, kaum Quraisy menjadi bertambah ganas. Segala bujuk rayu yang ditawarkan kepada Muhammad agar dia menghentikan dakwahnya juga tidak mempan. Bahkan budak-budak kaum Quraisy mulai ada yang masuk Islam. Kaum Qurasy mennyiksa para budak yang telah masuk Islam.
3.      Kekejaman Kaum Quraisy
Kekejaman yang dilakukan oleh penduduk Mekkah terhadap kaum muslimin, mendorong Nabi Muhammad untuk mngungsikan sahabat-sahabatnya ke luar Mekkah. Menguatnya posisi umat Islam, memperkeras reaksi kaum Quraisy. Mereka membuat cara baru untuk melumpuhkan kekuatan Muhammad yang bersandar pada perlindungan Bani Hasyim. Dengan demikian, untuk melumpuhkan kaum Muslimin yang dipimpin oleh Muhammad mereka harus melumpuhkan Bani Hasyim terlebih dahulu secara keseluruhan.
Cara yang ditempuh adalah pemboikotan. Mereka memutuskan segala bentuk hubungan dengan suku ini. Persetujuan dibuat dalam bentuk piagam dan ditandatangani bersama dan disimpan di dalam Ka’bah. Akibat boikot ini, Bani Hasyim akhirnya mengalami kelaparan, kemiskinan, dan kesengsaraan yang tiada bandingannya. Pemboikotan ini terjadi pada tahun ke-7 kenabian ini berlangsung selama 30 tahun. Ini merupakan tindakan paling menyiksadan melemahkan umat Islam.
Pemboikotan ini berakhir ketika kaum Quraisy menyadari bahwa apa yang mereka lakukan sungguh keterlaluan. Setelah boikot dihentikan, Bani Hasyim kembali pulang ke rumah. Namun, beberapa waktu kemudian, Abu Thalib (paman Nabi) meninggal dunia pada usia 87 tahun. Selang tiga hari kemudian, Siti Khadijah juga meninggal. Peristwa itu terjadi dimasa usia kenabian yang ke sepuluh. Sepeninggal dua pendukung Nabi tersebut, kaum Quraisy tidak segan-segan lagi melampiaskan hawa nafsu amarahnya kepada Nabi.
Melihat keadaan yang demikian, Nabi kemudian menyebarkan Islam keluar kota. Namun, di Thaif beliau diejek, disoraki, dan dilempari batu, sampai terluka di bagian kepala dan badannya.
Untuk menghibur Nabi yang sedang ditimpa duka, Allah mengisra’ dan mengmikrajkan beliau pada tahun ke-10 kenabian itu. Berita tentang Isra’ dan Mi’raj itu menggemparkan masyarakat Mekkah. Bagi orang kafir, itu dijadikan bahan propaganda, namun bagi orang yang beriman itu merupakan ujian keimanan.
Peristiwa Isra’ dan Mi’raj suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah Islam muncul. Perkembangan mana datang dari sejumlah penduduk Yatsrib yang berhaji ke Mekkah. Mereka yang terdiri dari suku ‘Aus dan Khazraj, masuk Islam dalam tiga gelombang. Setelah kaum musyrikin Quraisy mengetahui adanya perjanjian antara Nabi dan orang Yatsrib, mereka kian melancarkan intimidasi terhadap kaum Muslimin. Kemudian Nabi mengabil tindakan tegas, dengan memindahkan sahabatnya untuk hijrah ke Yatsrib. Dalam waktu kurun dua bulan, seluruh sahabat telah berhasil dipindahkan meninggalkan kota Mekkah, kecuali Ali dan Abu Bakar yang pada saat itu menemani Nabi sanpai ia berhijrah ke Yatsrib karena kafir Quraisy sudah merencanakan akan membunuhnya.[10]

BAB IV

HIJRAH NABI, ISLAM DI MADINAH DAN PIAGAM MADINAH

1.      Awal Mula Hijrah
Peristiwa Isra’ dan Mi’raj suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah Islam muncul. Perkembangan mana datang dari sejumlah penduduk Yatsrib yang berhaji ke Mekkah. Mereka yang terdiri dari suku ‘Aus dan Khazraj, masuk Islam dalam tiga gelombang. Setelah kaum musyrikin Quraisy mengetahui adanya perjanjian antara Nabi dan orang Yatsrib, mereka kian melancarkan intimidasi terhadap kaum Muslimin. Kemudian Nabi mengabil tindakan tegas, dengan memindahkan sahabatnya untuk hijrah ke Yatsrib.[11]

2.      Perjalanan Hijrah Rasul ke Yatsrib
Rasulullah datang dengan cara sembunyi-sembunyi di rumah Abu Bakar, kemudian mereka berdua keluar dari pintu kecil menuju sebuah gua di bukit Tsaur sebelah selatan kota Makah.
Adapun kaum Quraisy, dengan cepat mereka telah dapat mengetahui muslihat Muhammad. Mereka tau bahwa Muhammad telah lari dari Makah, dan dari berbagai keasan diketahui mereka bahwa Muhammad lari ke Yatsrib. Mereka lalu mengumumkan : barang siapa dapat menangkap Muhammad baik mati maupun hidup akan diberi hadia 100 ekor unta.
Setelah gerak kaum Quraisy mulai tenang, karena mengira Rasulullah telah sampai di Madinah, maka keluarlah Rasulullah dan Abu Bakar dari gua. Adapun penduduk Yatsrib, setelah mengetahui bahwa Rasulullah telah berangkat menuju negri mereka, mereka menunggu-nunggu kedatangan Beliau. Rasulullah sampai di Yatsrib tanggal 12 Rabi’ul awwal.
3.      Piagam Madinah
Penduduk Madinah sesudah peristiwa hijrah itu terdiri atas tiga golongan, yaitu kaum Muslimin, bangsa Yahudi (Banu Nadhir dan Banu Quraizhah) dan bangsa Arab yang belum menganut agama Islam.[12]
Untuk menciptakan kondisi yang stabil, Nabi Muhammad mengadakan ikatan perjanjian dengan Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi sebagai sebuah komunitas yang dikeluarkan.
Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa Rasulullah menjadi kepala pemerintahan karena menyangkut peraturan dan tata tertib umum, otoritas mutlak diberikan pada beliau. Dalam bidang social, Beliau juga meletakkan dasar persamaan antara sesame manusia. Perjanjian ini dalam pandangan ketatanegaraan sekarang, sering disebut dengan konstitusi Madinah.
Mengenai kapan penyusunan naskah piagam Madinah atau perjanjian tertulis itu dilakukan oleh Nabi tidak pasti, mengenai waktu dan tanggalnya. Apakah waktu pertama Hijriyah atau sebelum waktu pearng Badar atau sesudahnya. Menurut para sejarah umumnya berpendapat bahwa piagam itu dibuat pada permulaan periode Madinah tahun pertama Hijrah.[13]
Ibnu Hisyam telah menyebutkan isi perjanjian itu secara ringkas sebagai berikut:
1.      Kelompok ini mempunyai pribadi keagamaan dan politik. Adalah hak kelompok untuk menghukum, menghukum orang yang berbuat kerusakan dan memberi keamanan kepada orang yang patuh.
2.      Kebebasan beragama terjamin untuk semua.
3.      Adalah kewajiban penduduk Madinah, baik kaum Muslimin ataupun bangsa Yahudi, bantu membantu moril dan materiil.
4.      Rasulullah adalah Ketua Umum bagi penduduk Madinah. Kepada beliaulah dibawa segala perkara dan perselisihan yang besar untuk diselesaikan.[14]


BAB V

PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASSA KHULAFAUR RASYIDIN

Daulat Khulafaur-Rasyidin (11-21H/632-661M) berdaulat selama 30 tahun menurut sanat Hijrah ataupun 29 tahun menurut sanat Masehi. Para pejabat Kekuasaan Tertinggi didalam daulat Khulafaur-Rasyidin itu berasal dari satu keturunan, akan tetapi dipilih dan diangkat berdasarkan pemufakatan dan persetujuan masyarakat Islam pada masa itu.
Khulafaur-Rasyidin itu bermakna pengganti-pengganti yang cendikiawan, terdiri atas 4 tokoh sepeninggal Nabi Besar Muhammad, yaitu:
1.      Khalif Abu Bakar Al-Shiddiq (11-13H/632-634M)
2.      Khaif Umar ibn Khattab (13-23H/634-644M)
3.      Khalif Usman ibn Affan (23-35H/644-655M)
4.      Khalif Ali ibn Abithalib (35-41H/655-661M)
Panggilan resmi pejabat Kekuasaan Tertinggi dalam dunia Islam itu adalah Amirul Mukminin (Pangeran Kaum Mukmin) dan literatur di Barat menyalinnya dengan Prince of Believers.[15]
1.      Khalif Abu Bakar Al-Shiddiq (11-13H/632-634M)
Setelah beberapa waktu Nabi wafat, maka kaum muhajirin dan kaum anshor berunding untuk memilih pemimpin pengganti Nabi. Dengan semangat Ukhuwah Islamiah yang tinggi, akhirnya Abu Bakar lah yang terpilih menggantikan Nabi.
Abu Bakar menjadi khalifah selama 2 tahun. Kekuasaan yang dijalankan oleh Abu Bakar hampir menyerupai kekuasaan pada masa Nabi. Pemerintahan bersifat sentral, kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif  terpusat ditangan khalifah.
Pada masa-masa itu, pemerintahannya hany digunakan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam negeri seperti tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yan tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah. Mereka menganggap bahwa perjanjian dengan Nabi seketika batal setelah Nabi wafat. Karena itu mereka menentang Abu Bakar. Dalam menyelesaikan persoalan ini, beliau melakukan perang Riddah (perang melawan kemurtadan). Khalid ibn al-Wahid adalah jendral yang banyak berjasa dalam Riddah ini.
Setelah menyelesaikan perang dalam negeri, Abu Bakar mengirim Khalid ibn Walid ke Irak dan akhirnya dapat menguasai al-Hirah tahun 634 M. Setelah Abu Bakar meninggal, pasukan Islam yang sedang mengancam Palestina, Irak, dan kerajaan Hirah digantikan oleh Umar ibn Khattab. Dan ketika Abu Bakar sakit, Umar bermusyawarah dengan para sahabat, kemudian mengangkat Umar sebagai penggantinya.
2.      Khaif  Umar ibn Khattab (13-23H/634-644M)
Pada zaman Umar, gelombang ekspansi pertama kali terjadi. Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, maka Umar segera mengatur administrasi yang telah berkembang terutama di Persia. Administrasi pemerintahan diatur menjadi 8 wilayah propinsi: Mekkah, Madinah, Syria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif.
Umar memerintah selama 10 tahun. Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oelh seorang budak dari Persia bernama Lu’lu’ah. Dan untuk menentukan penggantinya, Ustman menunjuk salah satu dari ke enam sahabat, yaitu Ustman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa’ad ibn Abi Waqqas, dan Abdurrahman ibn ‘Auf. Setelah umar wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Ustman sebagai khalifah, melalui persaingan yang agak ketat dengan Ali ibn Thalib.
3.      Khalif Usman ibn Affan (23-35H/644-655M)
Ketika ustman menjabat sebagai seorang Khalifah, ia meneruskan sebagian besar garis politik Umar. Ia menaklukkan berbagai ekspedisi untuk mendapatkan wilayah-wilayah baru. Pada masa usman ini, Al Quran ulai dikodifikasi. Pada akhir 24 H dan awal 25 H, Usman mengmpulkan para sahabat, yaitu Zaid ibn Sabit, Abdullah ibn Zubair, Said ibn al-Ash, dan Abdurrahman ibn Al-Harits ibn Hisyam.
Panitia kodifikasi itu bekerja dengan cermat dan hati-hati. Mereka mengambil lafal-lafal yang diriwayatkan secara mutawatir dan mengesampingkan yang diriwayatkan secara ahad. Sepanjang sejarah umat Islam telah terjadi kodifikasi sebanyak 3 kali, yaitu:
1.      Berlangsung pada masa nabi Muhammad, namun terbatas hanya pada penulisan ayat dan peletakannya pada ayat tertentu. Kodifikasi pertama ini semata-mata bertujuan agar para sahabat memiliki rujukan bagi hafalan Al-Quran mereka sehingga mereka tidak hanya bertumpu pada kekuatan hafalan.
2.      Kodifikasi kedua dilakukan oleh Umar ibn Khattab, yang menghawatirkan kepunahan Al-Quran karena banyaknya para penghafal Al-Quran yang terbunuh di medan perang. Kodifikasi ini dilakukan dengan menulis semua ayat Al-Quran pada satu mushaf khusus dengan ayat yang sudah tersusun.
3.      Kodifikasi terakhir dilakukan pada masa Ustman ibn Affan yang dilakukan melalui beberapa tahapan. Panitia mengumpulkan semua lembaran Al-Quran yang dimiliki para sahabat dan menjadikan mushaf yang disimpan oleh Hafshah sebagai rujukan. Kemudian mereka menyusun satu mushaf utama, lalu membuat beberapa salinan untuk dikirimkan ke seluruh pelosok dunia Islam.Mushaf Ustmani itu berhasil memadamkan perselisihan yang terjadi ditengah umat berkaitan dengan bacaan Al-Quran.[16]
Namun pemerintahan Ustman sangat berbeda dengan pemerintahan Umar. Hal ini dimungkinkan karena umurnya yang telah lanjut (70th) dan sifatnya yang lemah lembut. Pada tahun 35H/ 655M, Ustman dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri orang-orang yang kecewa dengannya. Kekecewaan itu disebabkan karena kebijakannya dalam mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi (Marwan ibn Hakam). Dialah yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Ustman hanya menyandang gelar khalifah. Setelah keluarganya menjabat diposisi strategis, maka Ustman seperti layaknya boneka yang tidak dapat berbuat apa-apa.[17]
Setelah Ustman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali ibn Thalib sebagai pengganti dari khalifah Ustman.

4.      Khalif Ali ibn Abi Thalib (35-41H/655-661M)
Pada 24 Juni 656 Ali diangkat sebagai khalifah ke-empat di Masjid Nabawi Madinah. Tidak lama setelah itu, Ali menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair, dan Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak mau menghukum para pembunuh Ustman, dan mereka menuntut bela darah Ustman yang telah ditumpahkan secara dzalim. Akhirnya terjadilah perang Jamal (unta), disebut perang Jamal karena Aisyah dalam pertempuran menunggangi unta. Ali berhasil mengalahkan mereka, Zubair dan Thalhah terbunuh, sedang Aisyah ditawan dan dikembalikan ke Madinah.[18]
Kemudian Ali  memindahkan pusat pemerintahan ke Kuffah. Kemudian untuk mengamankan kekhalifahannya, ia memberhentikan sebagian besar gubernur yang diangkat pendahulunya dan mengangkat pejabat-pejabat lain. Namun Ali tidak memperhitungkan Muawiyah, gubernur Suriah dan kerabat Ustman, dan kemudian Muawiyah bangkit dan menuntut kematian Ustman. Perasalahan ini sebenarnya adalah apakah Kufah atau damaskus, Irak, Suriah, yang dipandang sebagai pemegang mandat tertinggi dalam pemerintahan Islam. Madinah, yang segera ditinggalkan Ali setelah pengangkatannya sebagai khalifah tahun 656 dan tidak pernah dikunjungi lagi, tersingkirkan dari percaturan politik saat itu. Penaklukan besar telah mengubah pusat gravitasi ke sebelah utara.[19]
Dan pada akhirnya terjadilah pertempuran di Siffin, yang kemudian diakhiri dengan adanya arbitrase (tahkim), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan permasalahan bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga yaitu Khawarij yang merupakan orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Golongan ini semakin memperlemah tentara Ali. Dan pada tanggal 20 Ramadhan 40H (660), Ali terbunuh oleh salah seorang golongan Khawarij.
Kemudian, kekhalifahan Ali digantikan anaknya, Hasan. Tetapi hanya bertahan selama beberapa bulan saja.  Karena Hasan semakin lemah, dan Muawiyah semakin kuat, maka Hasan membuat perjanjian damai. Perjanjian itu dapat membuat islam kembali pada satu kepemimpinan politik dibawah Muawiyah ibn Abi Sufyan. Disisi lain, perjanjian itu juga menyebabkan Muawiyah menjadi penguasa absolut dalam Islam. Tahun 41H (661M), merupakan tahun persatuan, dan dikenal dalam sejarah sebagai tahun Jama’ah. Dengan demikian berakhirlah apa yang disebut dengan masa Khulafaur Rasyidin, dan dimulailah kekuasaan Bani Ummayah dalam sejarah politik Islam.[20]







BAB VI

PERKEMBANGAN ISLAM MASA BANI UMMAYAH DAN KEMAJUAN
YANG DICAPAI

Bani Ummayyah didirikan pada tahun 40 hijriyah dan berlangsung sampai tahun 132 hijriyah. Dengan demikian,ia telah mencakup 3 periode terbaik umat, yaitu generasi sahabat, tabi’in, dan para pengikut tabi’in.[21]
Adapun beberapa kemajuan yang dicapai oleh Bani Ummayah, diantaranya:
1.         Adanya keberhasilan kekuasaan ekspansi kekuasaan Islam ke beberapa daerah.
2.         Berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang, seperti mendirikan dinas pos dan tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya disepanjang jalan.
3.         Adanya usaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang.
4.         Adanya jabatan khusus untuk seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, qadhi adalah seorang spesialis dibidangnya.
Meskipun banyak keberhasilan yang dicapai pada masa ini, namun kondisi politik dalam negri tidak stabil. Muawiyah tidak mentaati perjanjiannya dengan Hasan ibn Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian pemimpin setelah Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi dikalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.[22]
Pada penghujung tahun 663 M, Muawiyah memberi mandat kepada Muhallab bin Abi Shafrah untuk menyerbu wilayah India dan setahun kemudian, 664 M, kota Kabul dan wilayah bagian Timur Afganistan ditaklukkan. Sehingga 4 tahun sebelum Muawwiyah mengakhiri kekuasaanya, 676 M, wilayah Iran, kota Bukhoro dan samarkand telah dikuasai. Termasuk juga lalu lintas dagang yang strategis antara Imperium Tiongkok dan dunia Barat.


BAB VII

PERKEMBANGAN ISLAM DIMASA DINASTI ABBASIYAH

Kekuasaan setelah Bani Ummayah adalah Bani Abbasiyah. Dinamakan Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti ini didirikan oleh Abdullah al Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas. Kekuasaanyya berlangsung dalam rentang waktu yang cukup panjang, dari tahun 132 H (750M) s.d. 656 H (1258M). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda, sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi 5 periode, yaitu:
1.        Periode Pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
2.        Periode Kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut masa pertama Turki pertama.
3.        Periode Ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M), disebut masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
4.        Periode Keempat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah, biasanya juga disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
5.        Periode Kelima (590 H/1194 M - 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif  disekitar kota Bagdad.
Pada periode pertama ini mengalami masa keemasan. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus.
Periode ini juga mengalami keberhasilan dalam menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pngetahuan dalam Islam.
Popularitas daulat Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya al Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun al Rasyid untuk keperluan sosial. Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi, didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 dokter.[23]
Menjelang akhir daulah Abbasiyah I, terjadi bermacam-macam kekacauan yang disebabkan oleh:
1.        Penindasan yang terus menerus, terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya
2.        Merendahkan kaum muslimin yang bukan bangsa arab, sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan
3.        Pelanggaran terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia dengan cara terang-terangan.
Oleh karena itu, logis kalau bani Hasyim mencari jalan keluar dengan mendirikan gerakan rahasia untuk menumbangkan daulah Amawiyah. Mereka memusatkan kegiatannya di Khurasan. Dengan usaha ini, pada tahun 132H/ 750M tumbanglah daulah Amawiyah dengan terbunuhnya Marwan ibn Muhammad, khalifah terakhir. Dengan terbunuhnya Marwan mulailah berdiri daulah Abbasiyah ibn Muhammad, dengan gelar Abu al-Abbas al-Saffah, pada tahun 132-136H/ 750-754M.[24]
Antara Daulah Amawiyah dengan Abbasiyah terdapat beberapa perbedaan, antara lain:
a.         Amawiyah masih mempertahankan dan mengagungkan ke-Arab-an murni, baik khalifah atau pegawai dan rakyatnya. Akibatnya, terjadilah semacam kasta dalam negara yang masih Arab murni menduduki kelas tertinggi disamping keturunan campuran dan orang asing yang disebut mawali.
b.         Ibukota Amawiyah, Damaskus, masih bercorak adat Jahiliyah yang ditaburi oleh kemegahan Byzantium dan Persia. Sedangkan ibukota Abbasiyah, Baghdad sudah cukup bercelup Persia secara keseluruhan dan dijadikan kota internasional.
c.         Amawiyah bukan keluarga Nabi, sedangkan Abbasiyah mendasarkan kekhalifahan pada keluarga Nabi (Abbas adalah paman Nabi).
d.        Kebudayaan Amawiyah masih bercorak Arab Jahiliyah dengan kemegahan bersyair dan berkisah. Sedangkan kebudayaan Abbasiyah membuka pintu terhadap semua kebudayaan yang maju, sehingga berasimilasilah kebudayaan Arab, Persia, Yunani, dan Hindu.[25]
BAB VIII

PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA DINASTI ABBASIYAH, FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN LAHIRNYA TOKOH-TOKOH INTELEKTUAL MUSLIM

1.      Perkembangan Dinasti Abbasiyah
Dinasti Abbasiyah mewarisi imperium dari Dinasti Ummayah. Hasil besar yang telah dicapai oleh Dinasti Abbasiyah dimungkinkan karena landasannya telah dipersiapkan oleh Ummayah dan Abbasiyah memanfaatkannya.
Dinasti abbasiyah mencapai keberhasilan disebabkan atas dasar-dasarnya telah berakar semenjak Ummayah berkuasa. Ditinjau dari proses pembentukannya, Dinasti Abbasiyah didirikan atas dasar-dasar antara lain:
a.    Dasar kesatuan untuk menghadapi perpecahan yang timbul dari dinasti sebelumnya.
b.    Dasar Universal, tidak terlandaskan atas kesukuan.
c.    Dasar politik dan administrasi secara menyeluruh, tidak diangkat atas dasar keningratan.
d.   Dasar kesamaan hubungan dalam hukum bagi setiap masyarakat Islam.
e.    Pemerintah bersifat Muslim Moderat, ras Arab hanyalah dipandang sebagai salah satu bagian saja diantara ras-ras lain.
f.     Hak memerintah sebagai ahli waris nabi masih tetap ditanagn mereka.

2.      Kemajuan Dinasti Abbasiyah
Umat Islam sebenarnya dipacu untuk dapat mengembangkan dan memberikan motivasi, melakukan inovasi, serta kreatifitas dalam upaya membawa umat kepada keutuhan dan kesempurnaan hidup. 
Kontribusi ilmu terihat pada upaya Haru Al-Rasyid dan puteranya Al-Makmun ketika mendirikan sebuah akademi pertama dilengkapi pusat peneropong bintang, perpustakaan terbesar, dan dilengkapi pula dengan lembaga untuk penerjemahan.
Kemajuan dibidang agama terlihat pada perkembangan ilmu dan metode tafsir, terutama metode tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir bi al-ra’yi.
Dalam bidang hadits, pada zamannya hanya bersifat penyempurnaan, pembukuan dari catatan dan hafalan para sahabat. Pada zaman ini juga mulai diklasifikasikan secara sistematis dan kronologis seperti dikenal hadits shahih, Dhaif, dan Maudhu’. Bahkan dikemukakan pula kritik matan dan sanad, sehingga terlihat jarah dan takdil rawi yang meriwayatkan hadits tersebut.
Dalam bidang fiqh, pada masa itu lahir fuqaha legendaris yang kita kenal, seperti Imam Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad ibnu Hambal.
Ilmu lughoh tumbuh dan berkembang dengan pesat pula, karena bahasa Arab yang semakin dewasa memerlukan suatu ilmu bahasa yang menyeluruh. Ilmu bahasa yang dimaksud adalah nahwu, sharaf, ma’ani, bayan, badi, arudh, dan insya.[26]

3.      Faktor-faktor Keberhasilan Bani Abasiyah
Ada banyak faktor yang menyebabkan Bani Abasiyah mencapai puncak keemasannya diantaranya:
1.        Islam makin meluas, tidak di Damaskus tetapi di Baghdad
2.        Orang-orang di luar Islam dipakai untuk menduduki institusi pemerintahan
3.        Pemerintahan Abasiyah membentuk tim penerjemah bahasa Yunani ke bahasa Arab
4.        Sebagian penerjemah memberikan pendapatnya
5.        Rakyat bebas berfikir serta memperoleh hak asasinya dalam segala bidang
6.        Adanya perkembangan ilmu pengetahuan
7.        Dalam penyelenggaraan negara dalam masa bani Abbas ada jabatan wazir
8.        Ketentuan profesional baru terbentuk pada masa pemerintah bani Abbas.[27]

4.      Lahirnya Tokoh-Tokoh Intelektual Muslim
Pada masa pemerintahan Bani Abasiyah, Baghdad menjadi pusat kegiatan intelektual musik, puisi, kesusastraan dan filsafat mulai berkembang. Adapun zaman keemasan khusus dalam bidang ilmu pengetahuan pada masa daulah Abasiyah IV, karena dalam masa tersebut berbagai ilmu pengetahuan telah matang, benanum, pertumbuhannya telah sempurna dan berbagai kitab yabg bermutu telah cukup banyak dikarang terutama ilmu bahasa, sejarah, geografi, adab dan filsafat.
Ada juga ilmuan-ilmuan yang ahli dalam bidang masing-masing, diantaranya:
1.      Ada beberapa ilmuan di bidang filsafat : Al-Kindi, Al-farabi, Ibnu Bajah, Ibnu Thufail, Ibnu Shina, Al-Ghazali, Ibnu Rusyd.
2.      Di bidang kedokteran
Ada perguruan tinggi kedokteran yang terkenal antara lain adalah :
a.       Sekolah tinggi kedokteran di Yonda shapus
b.      Sekolah tinggi kedokteran di Hiran Syeria
c.       Sekolah tinggi kedokteran di Baghdad
Para dokter dan ahli kedokteran Islam yang terkenal antara lain : Jabir ibn Hayyan, Hunain ibn Ishaq, Tabib ibn Qurra, Ar-Raji.
3.      Bidang matematika
Para ahli ilmu tersebut adalah al-Khwarizmi, penemu angka nol Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, seorang ahli matematika, astronomi, astrologi dan geografi yang berasal dari persia. Buku pertamanya adalah Al-jabar yang membahas tentang solusi sistematik dari linear dan notasi kuadrat, sehingga ia disebut dengan bapak al-Jabar.
4.      Bidang seni ukir
Dalam bidang ini umat Islam cukup terkenal dengan hasil seninya pada botol tinta, paapn catur, payung, vas, burung-burungan, pohon-pohonan. Beberapa seniman ukir terkenal antaar lain Badr dan Thariff.[28]

BAB IX

MASA DISINTEGRASI, MUNCULNYA DINASTI-DINASTI DALAM ISLAM DAN KONDISI PERKEMBANGAN INTELEKTUAL ISLAM

1.    Masa Disintegrasi
Dalam periode pertama, sebenarnya banyak tantangan dan gangguan yang dihadapi Dinasti Abbasiyah. Beberapa gerakan politik yang merongrong pemerintah dan mengganggu stabilitas muncul dimana-mana, baik gerakan dari kalangan intern, maupun dari luar. Keberhasilan penguasa Abbasiyah mengatasi gejolak dalam negeri ini makin memantapkan posisi dan kedudukan mereka sebagai pemimpin yang tangguh. Namun hal ini berubah drastis, setelah periode pertama berlalu, para khalifah menjadi sangat lemah. Mereka berada pada pengaruh kekuasaan yang lain.[29]
Semenjak pemerintaahn Harun ar-Rasyid dikatakan bahwa masa keemasan Abasiyah, tetapi pada masa inilah terjadi benih-benih disintegrasi tepatnya pada saat penurunan tahta. Harun Ar-Rasyid telah mewariskan tahta ke putra tertuanya yaitu al-Amin. Dan kepada putranya yang lebih muda yaitu al-Makmun yang pada saat itu menjabat sebagai gubernur Khurasan. Setelah wafatnya Harun ar-Rasyid, Al-amin berusaha menghianati hak adiknya dengan menunjuk anak laki-lakinya sebagai penggantinya kelak. Akhirnya pecah perang Sipil. Al-amin didukung oleh militer Abasiyah di baghdad, sementara Al-makmun harus berusaha memerdekaakn khurasan dalam rangka untuk mendapatkan dukungan dari pasukan perang khurasan. Al-makmun akhirnya dapat mengalahkan saudara tertuanya al-Amin dan mengklaim khalifah paad tahun 813H.
Pada masa khalifah al-Makmun juga terjadi disintegrasi yang menyebabkan munculnya dinasti Tahiriyah, yang didirikan oleh Thahir, dia adalah mantan gubernur khurasan dan menjadi jendral militer Abasiyah yang jabatannya itu diberikan oleh al-Amin. Al-Amin telah memberikan jabatan kepada Thahir dan berjanji jabatan-jabatan tersebut dapat diwariskan kepaad keturunannya. Upaya untuk menyatukan kalangan elit di bawah kalangan khalifah tidak dapat terwujud dan sebagai gantinya pemerintah dikuasai opleh sebuah persekutuan khalifah dengan penguasa gubernur besar.[30]

2.    Dinasti-Dinasti Yang Melepaskan Diri Dari Baghdad
Disintegrasi dalam bidang politik sebenarnya sudah mulai terjadi di akhir zaman bani Umayah. Akan tetapi berbicara tentang politik Islam dalam lintasan sejarah, akan terlihat perbedaan antaar bani Umayah dengan pemerintahan bani Abas. Ada kemungkinan bahwa para khalifah Abasiyah cukup puas dengan pengakuan nominal dari propinsi-propinsi tertentu, dengan pembayaran upeti itu.[31]
Dinasti-dinasti yang lahir dan melepaskan diri dari kekuasaan baghdad pada maas khilafah abasiyah, diantaranya adalah :
1.      Bangsa Persia
2.      Bangsa Turki
3.      Bangsa Kurdi
4.      Bangsa Arab
5.      Yang mengaku dirinya sebagai khilafah
Dari latar belakang dinasti-dinasti itu, nampak jelas adanya persaingan antar bangsa, terutama antara Arab, Persia, Turki. Disamping latar belakang kebangsaan, dinasti-dinasti itu juga dilatarbelakangi paham keagamaan, ada yang berlatar belakang syi’ah ada yang berlatar belakang sunni.[32]

3.    Perkembangan Intelektual Dalam Masa Disintegrasi
Pada masa disintegrasi yang menyebabkan kehancuran dalam kekhalifahan Abasiyah, tetapi tidak menghambat perkembangan intelektual. Pada saat disintegrasi yang dimulai dengan berdirinya dinasti Thahiriyah perkembangan intelektual mengalami perkembangan yang cukup berarti.
Ini terbukti dengan munculnya tokoh-tokoh intelektual pada bidangnya, baik itu dalam bidang ilmu sastra, filsafat dan kedokteran maupun dalam bidang hukum politik, diataranya yaitu:
a.      Ilmu sastra
Muncul tokoh-tokoh dalam bidang sastra seperti :
1.      Abul alla al-Ma’arri
2.      Pujangga Prozashabi
3.      Shabib ibnu Ubad
4.      Abu bakar al-kwarizmi
5.      Zaman hamdani
6.      Ibnu Amied
b.      Ilmu filsafat dan kedokteran
Muncul tokoh-tokoh seperti :
1.      Muhammad ibn Zakariya ar-Razi
2.      Ali ibn abbas Al-majusi
c.       Hukum dan politik
Muncul tokoh-tokoh seperti :
1.      Imam Maawardi
2.      Al-makmun dan ketiga anak Musa ibn syakir.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa masa disintegrasi itu muncul akibat adanya perpecahan dalam pemerintahan bani Abasiyah. Perpecahan itu mulai terjadi sejak akhir pemerintahan Harun ar-Rasyid tepatnya pada saat penurunan tahta belaiu mengangkat putranya yaitu al-Amin. Selain itu yang menyebabkan kemunduran bani Abas adalah persaingan antar bangsa, pemerosotan ekonomi, konflik keagamaaan, dan ancaman dari laur. Tapi, walaupun begitu perkembangan intelektual dalam masa disintegrasi tetap menunjukkan perkembangan yang berarti. Itu terbukti dengan munculnya tokoh-tokoh intelektual pada bidangnya, baik itu dalam bidang ilmu sastra, filsafat, dan kedokteran maupun dalam bidang hukum dan politik.[33]

BAB X

PERADABAN ISLAM DI SPANYOL DAN KONTRIBUSI DUNIA INTELEKTUAL MUSLIM KE BARAT

1.        Proses Kehidupan Sosial Politik di Spanyol
Sejak kemenangan Pasukan Islam dibawah kekuasaan Dinasti Amawiyah I Damaskus berhasil merebut dan mengintervensi berbagai kekuatan politik di Afrika Utara, Spanyol, dengan serta merta telah ikut menyempurnakan keberhasilan mereka. Sejak pertama kali berkembangnya kekuasaan dan kepemimpinan Islam di Spanyol, tampaknya telah memainkan peranan yang sangat besar dalam membangun citra budaya dan peradaban kemanusiaan di wilayah ini. Masa ini berlangsung selama hampir delapan abad (711-1429 M).[34]

2.        Kontribusi Dunia Intelektual Muslim Ke Barat
Dalam masa lebih dari 7 abad kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai kejayaan disana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan pengaruhnya membawa Eropa, dan kemudian dunia, kepada kemajuan yang lebih kompleks. Kemajuan yang dicapai antara lain:


a.      Kemajuan intelektual :
1.      Filsafat
2.      Sains
3.      Musik dan kesenian
4.      Bahasa dan sastra
b.      Kemegahan bangunan fisik :
1.      Cardova
2.      Granada.[35]

3.        Hubungan Antara Spanyol Islam Dengan Abasiyah
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya kearjaan Islam di sana, Islam memainkan peranan yang sangat besar masa itu berlangsung lebih dari tujuh setengah abad. Sejarah panjang yang dilaui Islam di Spanyol itu dibagi menjadi beberapa periode.
Periode pertama, Spanyol berada dibawah pemerintahan para Wali yang diangkat oleh khalifah bani Umayah yang berpusat di Damaskus.
Periode kedua, Spanyol berada dibawah pemerintahan seorang bergelar amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk pada pusat pemerintahan Islam, yang ketika itu dipegang khalifah Abasiyah di Baghdad.
Periode ketiga, Spanyol Islam mencapai kejayaannya.
Periode keempat, setelah meninggalnya Hakam II yang bergelar al-mustansir, keadaan jadi berubah, situasi sosial politik mengalami labilitas yang ditandai dengan munculnya Muluk ath-Thawif yang berpusat di kota-kota tertentu.
Periode kelima, ketika umat Islam Andalus dibawah kekuasaan bangsa Barbar Afrika utara mula-mula bangsa Barbar dipimpin oleh Yusuf  ibn Tasyfin mendirikan daerah Murabithun.
Periode keenam, periode ini Spanyol diperintah oleh bani Ahmar yang hanya menguasai wilayah Granada.
Kemajuan yang dibawa dan diperkenalkan Islam dengan dunia Barat ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh ilmuan dan filosof dari negri tersebut. Spanyol pulalah yang menjadi gerbang utama masuknya Islam di Barat dari dunia kegelapan dan memperkenalkan pada kemajuan.[36]

BAB XI
PERADABAN ISLAM PADA MASA 3 KERAJAAN BESAR ISLAM: TURKI USTMANI, SAFAWI, DAN MUGHAL

Kemunduran umat Islam dalam dunia politik mulai bangkit kembali dan mengalami kemajuan ketika muncul dan berkembang tiga kerajaan besar Islam, yaitu kerajaan Ustmani yang didirikan oleh Ustman putera Erthoghrol, kerajaan Safawi di Persia yang didirikan oleh Safi al-Din (tahun 1252-1334 M) dan kerajaan Mughal di India yang didirikan oleh Zahiruddin Babur (tahun 1482-1530 M).[37]

1.      Kerajaan Safawi
Kerajaan Safawi berdiri disaat kerajaan Utsmani di Turki mencapai puncak kejayaannya. Kerajaan Safawi ini berasal dari gerakan tarekat di ardabil sebuah kota di Azerbeijan, yang berdiri hampir bersamaan dengan berdirinya kerajaan Utsmani di Turki.
Nama Safawiyah diambil dari nama pendirinya Safi al-Din. Kerajaan Safawiyah menganut aliran syi’ah dan ditetapkan sebaagi madzhab neganya. Fanatisme pengikut tarekat Safawiyah yang menantang golongan selain syi’ah  mendorong gerakan ini memasuki gerakan politik. Kecenderungan terhadap politik terwujud pada maas kepemimpinan Junaid. Namun, sepeninggal Junaid, pimpinan tarekat safawiyah diganti oleh anaknya yang bernama Haidar. Terjadi pertempuran antara pasukan Haidar dengan pasukan Sirwan. Pasukan Safawiyah mengalami kehancuran, dan Haidar sendiri terbunuh dalam pertempuran ini.
Ismail berkuasa selaam 23 tahun, yakni antara tahun 1501-1524 M. Hanya selang waktu 10 tahun wilayah kekuasaan Ismail sudah meliputi seluruh Persia dan bagian timur bulan sabit subur (fertile crescent). Munculnya raja Safawi kelima, abbas I (1588-1628) mampu memulihkan kekuatan kerajaan Safawi.
Kemajuan yang dicapai kerajaan Safawi diantaranya adalah :
1.      Kemajuan bidang ekonomi
2.      Bidang ilmu pengetahuan
3.      Bidang seni.[38]
Ada beberpa hal yang menyebabkan kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi adalah konflik berkepanjangan dengan kerajaan Ustmani.selain itu, dekadansi moral yang melanda sebagian para pemimpin kerajaan Safawi. Ini turut mempercepat kehancuran kerajaan tersebut.
Penyebab penting lainnya adalah karena pasukan ghulam (budak-budak) yang dibentuk oleh Abbas I tidak memiliki semangat perang yang tinggi seperti  Qizilbash.
Tidak kalah penting juga yang menyebabkan kehancuran kerajaan ini yaitu sering terjadinya konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana.[39]

2.      Kerajaan Mughal
Kerajaan Mughal berdiri seperempat abad sesudah berdirinya kerajaan Safawi. Jadi, diantara tiga kerajaan besar Islam tersebut, kerajaan inilah yang termuda. Kerajaan Mughal bukanlah kerajaan Islam pertama di anak benua India. Awal kekuasaan Islam di wilayah India terjadi pada masa khalifah al-walid, dari dinasti bani Umayah. Penaklukan wilayah ini dilakukan oleh tentara bani Umayah dibawah pimpinan Muhammad ibn Qasim.[40]
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kemunduran dari kerajaan Mughal ini, yaitu:
a.      Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris diwilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritim Mughal. Begitu juga dengan kekuatan Mughal.
b.      Kemerosotan moral dan hidup mewah dikalangan elite politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara.
c.      Pendekatan Aurangzeb yang terlampau “kasar” dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antar agama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.
d.     Semua pewaris tahta kerajaan pada paro terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan.[41]

3.      Kerajaan Ustmani
Kerajaan Turki Utsmani berdiri tahun 1281 di Asia kecil. Pendirinya adalah Utsman bin Erthogril. Wilayah kekuasaannya meliputi Asia kecil dan daerah Trace, kemudian menguasai selat Dardaneles, Casablanca, kemudian menaklukkan kerajaan Romawi.
Perkembangan dan kemajuan peradaban kerajaan Turki Ustmani diantaaranya :
1.      Bidang militer dan perluasan wilayah
2.      Bidang pemerintaahn
3.      Bidang agama dan budaya
4.      Bidang intelektual
5.      Bidang sastra dan bahasa
Faktor yang menyebabkan adanya kemajuan  kerajaan Turki Ustmani diantaranya :
1.      Adanya sistempemberian hadiah berupa tanah kepada tentara yang berjasa menyebabkan mereka hidup berkecukupan dan mempunyai kedudukan tinggi di masyarakat
2.      Tidak adanya diskriminasi dari pihak penguasa
3.      Kepengurusan organisasi yang cakap
Faktor yang menyebabkan keruntuhan kerajaan Ustmani, antara lain:
a.       Faktor internal :
1.      Luasnya wilayah kekuasaan dan buruknya sistem pemerintahan
2.      Heterogenitas penduduk dan Agama
3.      Kehidupan istimewa yang bermegahan.
b.      Faktor eksternal :
1.      Timbulnya gerakan nasionalisme
2.      Terjadinya kemajuan teknologi di Barat.[42]
Demikian proses kemunduran kerajaan besar Ustmani. Pada masa selanjutnya, di periode modern, kelemahan kerajaan ini menyebabkan kekuatan-kekuatan Eropa tanpa segan-segan menjajah dan menduduki daerah-daerah muslim yang dulunya berada dibawah kekuasaan Kerajaan Ustmani, teruama di timur Tengah dan Afrika Utara.[43]


DAFTAR PUSTAKA

Chalil, Moenawar. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad. Jakarta: GEMA INSANI. 2001
Hitti, Philip K. History of Arabs. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta. 2005
Mas’ud, Abdurrahman. Sejarah Peradaban Islam. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra. 2002
Murad, Musthafa. Kisah Hidup Utsman ibn Affan. Jakarta: Zaman. 2009
Qardhani, Yusuf. Meluruskan Sejarah Umat Islam. Jakarta: RajagrafindoPersada. 2005
Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam 1. Jakarta: PT AL HUSNA ZIKRA. 1997
Sou’yb, Joesoef. Sejarah Daulat Khulafaur-Rasyidin. Jakarta: Bulan Bintang. 1979
Sunanto, Musyrifah. Sejarah Islam Klasik. Jakarta Timur: Prenada Media. 2003
Syukur, Fatah. Sejarah Peradaban Islam. Semarang: Pustaka Rizki Putra. 2002
Thohir, Ajid. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. 2004
Yatim, Badri. Historiografi Islam. Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu. 1997
-----------------. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2003



[1] Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002), hlm. 5-6
[2] Badri Yatim, Historiografi Islam, (Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 5-6
[3] Abdurrahman Mas’ud, Sejarah Peradaban Islam, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2002), hlm. 4
[4] Badri Yatim, Op. Cit, hlm. 20
[5] Abdurrahman Mas’ud, Op. Cit, hlm. 10-11
[6] Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, (Jakarta: GEMA INSANI, 2001), hlm. 13-14
[7] Philip K. Hitti, History of Arabs, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2005), hlm. 108
[8] Moenawar Chalil, Op. Cit, hlm. 27-29
[9] Karen Amstrong, Muhammad, (Yogyakarta: Jendela, 2001), hlm. 78
[10] Badri Yatim, Sejarah Peradapan Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2003(, hlm. 19-25
[11] Badri Yatim,  Ibid, hlm. 25
[12] A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 1, (Jakarta: PT AL HUSNA ZIKRA, 1997), hlm. 118
[13] Fatah Syukur, Op. Cit, hlm. 41
[14] A. Syalabi, Op. Cit, hlm. 118-119
[15] Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Khulafaur-Rasyidin, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm.9-10
[16] Musthafa Murad, Kisah Hidup Utsman ibn Affan, (Jakarta: Zaman, 2009), hlm. 57-58
[17] Badri Yatim, Op. Cit, hlm. 38-39
[18] Badri Yatim, Ibid, hlm.39-40
[19] Philip K. Hitti, Op. Cit, hlm. 224-225
[20] Badri Yatim, Op. Cit, hlm. 40
[21] Yusuf Qardhani, Meluruskan Sejarah Umat Islam, (Jakarta: RajagrafindoPersada, 2005), hlm. 82
[22] Badri Yatim, Op. Cit, hlm. 45
[23] Badri Yatim, Op. Cit, hlm. 49-52
[24] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta Timur: Prenada Media, 2003), hlm. 47-48
[25] Musyrifah Sunanto, ibid, hlm. 47-49
[26] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 49-50

[27] Fatah Syukur, Op. Cit, hlm. 102-103
[28] Fatah Syukur, Ibid, hlm.102-105
[29] Badri Yatim, Op. Cit., hlm. 61
[30] Badri Yatim, Ibid, hlm. 112
[31] Badri Yatim, Ibid, hlm. 63
[32] Fatah Syukur, Op. Cit, hlm. 112-113
[33] Fatah Syukur. Op.cit, hlm.116-119
[34] Ajid Thohir, Op. Cit, hlm. 58
[35] Ajid Thohir, Ibid, hlm.100-105
[36] Fatah Syukur, Op.cit, hlm.128-131
[37] Fatah Syukur, Ibid, hlm.128-131
[38] Fatah Syukur, Op.Cit, hlm.139-141
[39] Badri Yatim,  Op. Cit, hlm. 158-159
[40] Badri Yatim, Op. Cit. Hlm. 145
[41] Badri Yatim, Op. Cit. hlm. 163
[42] Ajid Thohir, Op.cit, hlm.181-192
[43] Badri Yatim, Op. Cit, hlm. 169

0 komentar:

Post a Comment

 
MALIKHAH SAN © 2012 | Edited Designed by Kurungan Celotehan