AL-DALALAH
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dengan melihat ketentuan-ketentuan tekstual Al-Qur'an
tekstual Qur'an dan sunnah, para ulama ushul membedakan makna kedalam beberapa
corak yang dapat ditampung oleh suatu nass. Para fuqaha' hanafi membedakan
empat tingkat makna dalam suatu urutan yang dimulai dengan makna
"eksplisit" atau makna langsung suatu nass.
Disamping maknanya yang jelas, suatu nass
kadang-kadang membawa makna yang ditunjukkan oleh tanda-tanda dan
isyarat-isyarat yang terdapat didalamnya. Maka sekunder ini disebut isyarah
Al-Nass, yakni makna yang tersirat suatu nash syar'i bisa juga membawa makna
yang tidak ditunjukkan dalam kata-kata atau tanda-tanda tetapi merupakan makna
yang bersifat melengkapi yang didukung oleh muatan logis dan yuridis dari nash
itu.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis dapat
merumuskan rumusan sebagai berikut :
Pengertian Al-Dalalah ?
Macam-macam Al-Dalah ?
BAB
II
PEMBAHASAN
Pengertian
Dalalah secara umum adalah "Memahami sesuatu
atas sesuatu". Kata "sesuatu yang pertam disebut " Madlul"
(yang ditunjuk). Dalam hubungan dengan hukum yang disebut madlul adalah
"hukum itu sendiri".
Kata "sesuatu yang kedua disebut dalil (yang menjadi
petunjuk) dalam hubungannya dengan hukum disebut "dalil hukum".
Dalam kalimat "asap menunjukkan adanya api"
kata "Api" disebut madlul, sedangkan "asap" yang
menunjukkan adanya api disebut dalil.
Berpikir denan menggunakan petunjuk dan isyarat
disebut berpikir secara dalalah.
Dalalah Dalam Pandangan Ulama Hanafiyah
Ulama hanafiyah membagi dalalah kepada dua macam :
dalalah lafdhiyah dan dalalah ghairu lufdhiyah.
Dalalah lafdhiyah adalah dalalah dengan dalil yang
digunakan untuk memberi petunjuk kepada sesuatu dalam bentuk lafad, suara atau
kata. Dalalah dalam pengertian ini, ialah yang menjadi dalil adalah lafad
menurut lahirnya.
Dalalah lafdhiyah dibagi menjadi 4 macam yaitu :
Dilalah Ibarah (ادلالة
العبارة) atau ibarat nash : ungakapan nash.
Adalah makna/pengeriannya yang segera dapat dipahami
dari bentuk nash itu sendiri, baik yang dimaksud pengertian asli atau tidak.
Seperti firman Allah Saw yang berbunyi :
واحل الله البيع وحرم
الربا (القر,- 225)
Artinya : Padahal Allah telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba. (Qs. Al-Baqarah 2 : 233).
Pengertian isyarat nash itu adalah tidak sama antara jual beli dengan
riba, dalam pengertian tidak asli adalah jual beli itu halal dan riba itu haram.
Dilalah Isyarah (دلالة
الإشارة) atau isyarat nash
Adalah makna/pengertian yang tidak segera dapat
dipahami dari lafadnya dan tidak dimaksudkan oleh susunan kata, akan tetapi
hanya makna lazim (biasanya) dari makna yang segera dapat dipahami dari
kata-katanya. Seperti firman Allah swt yang berbunyi :
وعلى المولود له رز فهن
ولسو تهن بالمعروف (البقره : 233)
Artinya : Dan kewajiban ayah memberi makanan dan
pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf (Qs. Al-Baqarah : 233).
Pengertian isyaratun nash bahwa nasab anak dihubungkan
kepada bapaknya, bukan kepada ibunya.
Dalalah al-nash (دلالة
النص) atau petunjuk nash.
Adalah makna/pengertian yang dapat dipahami dari jiwa
nash dan rasionalnya.
Adalah penunjukan oleh lafad yang
"tersurat" terhadap apa yang "tersirat" dibalik lafad itu.
Dalalah ini disebut dengan istilah "mafhum muwafaqah" dan
sebagian ulama menamakainyya dengan "qiyas jail".
Penunjukan secara dalalah nash terjadi bila suatu
nash menurut ibaratnya menunjukkan suatu hukum terhadap suatu kejadian. Hukum
yang terdapat dalam nash, bisa terdapat pula dalam kejadian lain adalah karena
ada alasan hukum dalam kejadian lain tersebut. Contohnya firman Allah yang
berbunyi :
ولاتقل لهما اف
ولاتنهرهما.
Artinya : Janganlah kamu ucapkan kepada kedua
orang-orang itu bapakmu ucapan "ah" dan janganlah kamu bentak
keduanya.(Qs. Al-Isra' : 23)
Pengertian secara dalalatun nash bahkan semua
perkara/perbuatan yang menyakiti hati kedua orang tua, hal itu juga dilarang,
alasan ini dapat dipahami berdasarkan pemahaman dari segi bahasa (lughawi) tapa
memerlukan penalaran.
Dalalah Al-Iqtidha' (kehendak nash)
Adalah dalam suatu ada suatu makna yang sengaja tidak
disebutkan karena adanya anggapan bahwa orang akan mudah mengetahuinya, namun
dari susunan itu terasa ada yang kurang sehingga ucapan itu dirasakan tidak
benar kecuali bila yang tidak tersebut itu dinyatakan. Contoh, firman Allah
yang berbunyi :
حرمن عليكم امهاتكم
وبناتكم .(النساء : 23)
Aritinya : Diharamkan atas kamu (mengawini)
ibu-ibumu dan anak-anakmu yang perempuan (Qs. An-Nisa 4 : 23).
Pengertian secara Iqtidhaun Nash pada ayat ini adalah "mengawani
mereka", karena menyandarkan keharusan kepada pribadi Ibu dan anak adalah
tidak tepat. Maka diperkirakan lafadh yang sesuai dengan apa yang dikehendaki
oleh nash tersebut yaitu kata "mengawini".
Dalalah Grairu Lafdhiyah (dalalah bukan lafad)
Adalah dalil yang diinginkan bukan dalam bentuk
suara, bukan lafadh dan bukan pula bentuk kata. Dalalah ini juga biasa disebut
dalalah sukut atau bayam al-diharurah. Menurut ulama hanafi ada 4 macam,
keempat macam dalalah ini memberi petunjuk dengan cara-cara sukut / diam.
Kelaziman dari menyebutkan sesuatu untuk menetapkan
hukum terhadap yang tidak disebutkan.
Contoh :
ولا بوية مكل وحد منهما
السدس مماترك ان كان له ولدوان لم يكن له ولد وورثه أبواه فلامه الثلث.(النساء :
11).
Artinya : Untuk dua orang Ibu/Bapak masing-masing
mendapat 1/6 bila pewaris meninggalkan anak. Bila ia tidak meninggalkan anak
sedangkan yang mewarisinya adalah Ibu bapaknya, maka untuk ibunya adalah 1/3.
(Qs. Al-Nisa' : 11)
Diamnya seseorang, padahal tugas orang tersebut harus
menjelaskan secara mutlak kejadian itu.
Seperti diamnya Rasulullah Saw. Ketika menyaksikan suatu peristiwa baik
berupa perkataan maupun perbuatan. Selama beliau tidak mengingkari, maka
diamnya itu menunjukkan izinnya.
Contoh lain adalah adalan diamnya anak gadis ketika ditanya oleh walinya
atau wakilnya untuk dikawinkan dengan seseorang, kemudian gadis itu diam. Hal
ini menunjukkan kerelaannya.
Diamnya seseorang dianggap sama dengan perkataannya,
untuk mencegah terjadinya penipuan/kesamaran.
Seperti diamnya seorang wali dikala melihat orang yang berada dibawah
perwaliannya melakukan jual beli, sedang ia tidak melarang. Hal ini menunjukkan
bahwa ia memberi izin, sebab kalau tidak dianggap sebagai izin, akan
menimbulkan bahaya bagi orang lai.
Dalalah sukut (penunjukan diam) yang menyatakan ma'dud
(sesuatu yang terbilang) namun telah biasa dibuang untuk menghindarkan
panjangnya ucapan kalau disebutkan.
Contoh : umpamanya dalam menyebutkan tahun 1945. kalau diucapkan dengan
sempurna "berbunyi" seribu sembilan ratus empat puluh lima"
tetapi jarang orang yang menyebut secara sempurna. Kebanyakan orang mengatakan
"Sembilan belas empat lima". Meski demikian, namun semua orang sudah
mengetahui maksudnya.
Dalalah dalam pandangan Ulama Syafi'iyah,
Menurut pandangan ulama syafi'iyah dalalah ada dua yaitu dalalah manthuq
dan dalalah mafhum.
Dalalah manthuq
Adalah petunjuk lafadh sama dengan arti redaksi
lafadh itu sendiri, seperti firman Allah :
وربائبكم اللاتى فى
حجوركم من نسائكم اللا تى دخلتم بهن (النساء : 23).
Artinya : Anak-anak, istri-istrimu yang dalam peliharaanmu dari istri
yang telah kamu campuri.(Qs. An-nisa : 23)
Ayat ini menunjukkan haramnya menikahi anak istri
yang berada dalam pemeliharaan ayah tiri, jika ibunya telah digauli,
penunjukannya begitu jelas dan tidak memerlukan penjelasan.
Dalalah manthuq dibagi menjadi dua macam :
Dalalah manthuq sharikh
Adalah petunjuk lafadh yang timbul dari penetapan
lafadh itu sendiri walaupun secara tersembunyi. Misalnya firman Allah :
فلا تقل لهمااف
Manthuq sharikh dalam istilah ulama syafi'iyah ini
adalah apa yang diistilahkan dengan dalalah ibarah dalam pengertian ulama
hanafiyah.
Dalalah manthuq ghairu sharikh (tidak jelas)
Adalah petunjuk lafad sesuai dengan kelaziman yang
berlaku. Dalalah ini sama dengan dalalah isyarah menrutu ulama' hanafiah.
(contohnya : firman Allah (Qs. Al-Baqarah : 233).
Dalalah Mafhum
Adalah petunjuk lafadh kepada arti yang tidak
disebutkan oleh lafadh itu karena memang didiamkan baik dalam hal menetapkan
hukum maupun meniadakan hukum.
Dalalah mafhum dibagi menjadi dua yaitu :
Mafhum muwafaqah
Adalah lafadnya menunjukkan bahwa hukum yang tidak
disebutkan sama dengan hukum yang disebutkan dalam lafadh.
Contoh : فلا تفار لهمااف
Mafhum muwafaqahnya adalah semua perkataan atau perbuatan yang
menyakitkan orang tua juga dilarang. Seperti memukul walaupun didalam ayat itu
tidak disebutkan.
Mafhum muwafaqah ini dibagi menjadi dua yaitu mafhum aulawi dan mafhum
musawi. Mengenai penjelasan terdapat pada dalalah al-nash yang dibagi menjadi
dua menurut
Dalalah mukholafah
adalah mafhum yang lafadhnya menunjukkan bahwa hukum
yang tidak disebutkan berbeda dengan hukum yang disebutkan.
Mafhum ini dibagi mafhum muskholafah dibagi menjadi lima
yaitu :
Maftum dengan sifat (مقهوك
الوصف )
Adalah petunjuk lafadh yang diberi sifat tertentu kepada
berlakunya hukum sebaliknya dari hukum yang disebutkan oleh lafadh itu. Seperti
dalam firman Allah:
ومن تتل مؤمناخطاء فتحرير
رقبة مؤمنة (النساء : 92).
"Dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah
(hendaklah) ia memerdekakan hamba sahaya yang beriman " ( Q.S An Nisa' :
92).
Mafhum muklolafnya memerdekakan hamba sahaya yang tidak
beriman belum memenuhi kewajiban.
Mafhum dengan maksimal (مفهوم
الغاية)
Adalah petunjuk lafadh yang menentukan suatu hukum
sampai dengan batas yang telah ditentukan, apabila telah melewati batas yang
ditentukan, maka berlaku hukum sebaliknya.
فان طلقهافا تحل له من
بعد حتى تنكح زوجاغيره.
Jika suami mentalak istrinya (talak tiga), tidak halal
bekas istri itu untuk nya, hingga bekas istri itu mengawini laki-laki lain.
Mafhum mukholafahnya adalah bekas istri yang ditalak
tiga telah kawim lagi dengan laki-laki lain, kemudian bercerai dan telah habis
masa iddahnya, maka boleh mengawani bekas istri yang telah ditalak tiga itu.
Mafhum dengan syarat (مفهوم
الشرط)
Adalah bisa syarat terpenuhi berlaku hukum, tetapi bila
syarat itu tidak terpenuhi maka dapat ditetapkan hukum sebaliknya.
Contoh :
وان
كن اولات حمل فانفقوا عليهن حتى يضعن حملهن.
"Jika perempuan (yang diurai) itu dalam keadaan hamil maka berilah
nafkah sampai mereka melahirkan " ( Q.S .Al-Thalaq : 6)
Mafhum mukholafnya adalah tidak wajibnya, memberi nafkah
pada istri yang dicerai bain bila ia tidak hamil.
Mafhum dengan bilangan
Adalah petunjuk lafadh yang memberi pengertian yang
dinyatakan dengan bilangan tertentu dan akan berlaku hukum sebaliknya pada
bilangan lain yang berbeda. Contohnya:
الزانية والزانى فاجلدو
اكل واحد منهما مائة جلد ة (النور : 2)
"Penzina perempuan dan penzina laki-laki deralah masing-masing
sebanyak 100 kali"
Mafhun mukholafahnya adalah mendera pezina kuranf
dari 100 kali belum memadai.lebih dari 100 kali tidak boleh/ tidal sah bila
didera kurang atau lebih dari 100 kali harus pas 100 kali.
Mafhum dengan gelar (مفهوم
الكتب)
Adalah penunjukan suatu lafadh yang menjelaskan
berlakunya suatu hukum untuk suatu nama atau sebutan tertentu atas tidak
berlakunya hukum itu untuk orang-orang lain.
Umpanya firman Allah yang berbunyi :
محمدرسول الله (الفتح
: 29)
Muhamamad itu adalah utusan Allah (Q.S. Al-Fat : 29)
Mafhum mukholafahnya adalah selain nabi Muhammad bukan
Utusan Allah.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Hukum biasanya menuntut pemenuhan, tidak saja dengan
makna teksnya yang terbaca jelas, tetapi juga dengan makna-makna yang
dicakupnya dan petunjuk-petunjuk serta inferensi-inferensi yang bersifat tidak
langsung yang ditarik darinya. Metode-metode diatas umumnya disusun untuk mendukung
penelitian rasional dalam deduksi ahkam dari sumber –sumber wahyu Allah.
Al-dalalah merupakan sesuatu yang di ambil dari hukum
syara' mengenai perbuatan manusia. Dalam klasifikasi Al-dalalah kaidah dasar
yang harus di kemukakan adalah bahwa nash syar'i tidak pernah mensyariatkan
makna sebaliknya, dan interpretasi yang berusaha membaca makna sebaliknya
kedalam nash yang ada tidaklah teruji dan dapat dipertahankan. Jika dibutuhkan
lagi nash tersendiri untuk mengesahkannya tetapi upaya untuk mempertahankan dua
makna yang berlawanan dalam sebuah nash yang sama berarti menentang esensi
dasar dan tujuan interpretasi.
Saran
Kami sebagai penulis makalah ini menyadari bahwa kami
adalah yang dhoif tidak luput dari kesalahan dan kekeliruan oleh karena itu
kami mengharap kritik dan saran dari semua pembaca demi kesempurnaan dan
memperbaiki pada penyusunan makalah berikutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin, Miftahul, Haq, Faishal. Ushul Fiqh. Surabaya : Citra
Media, 1997.
Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh. Jakarta : Kecana, 2008.
Hasyim Kamali Ahmad. Prinsip Dan Teori-Teori Hukum
Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996.
0 komentar:
Post a Comment