TAFSIR AL QURAN TENTANG TUJUAN PENDIDIKAN
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Tafsir
Dosen pengampu: Dr. Hamdani Muin, M. Ag
Disusun oleh,
1.
Himatul Aliyah :
103111112
2.
Khusna :
103111113
3.
Malikhah :
103111123
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
WALISONGO
SEMARANG
2011
AYAT-AYAT TENTANG TUJUAN PENDIDIKAN
I.
PENDAHULUAN
Al
Qur’an merupakan kalamullah yang diturunkan melalui malaikat Jibril kepada nabi
Muhammad SAW yang mengandung ajaran-ajaran dan petunjuk bagi setiap sesuatu
yang berkaitan dengan kehidupan manusia.
Setiap
orang berhak mengeyam pendidikan dan pengajaran. Kita juga diberikan kebebasan
untuk memilih pendidikan yang sesuai dengan bidang yang kita sukai. Orang yang
berpendidikan tentunya akan bermanfaat bagi lingkungan disekitarnya.
Oleh
karena itu, dalam makalah ini, kami akan membahas tujuan dari adanya pendidikan. Dengan bersumber beberapa surat dalam Al-Qur’an kami
akan mengkaji lebih jauh mengenai tujuan pendidikan yang telah tertera dalam
surat tersebut.
II.
RUMUSAN MASALAH
1.
Tujuan Pendidikan Secara Umum
2.
Tafsir ayat Al-Qur’an tentang tujuan Pendidikan
a.
Surat al-Dzariat ayat 56
b.
Surat Al-Baqarah ayat 247
c.
Surat al-Qashash ayat 26
d.
Surat Al-Imron ayat 19
III.
PEMBAHASAN
1.
Tentang Tujuan Pendidikan Secara Umum
Menurut UU RI NO 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS bab 2 pasal 3
menyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggung jawab. [1]
Pada dasarnya, tujuan dari pendidikan tersebut juga harus
disesuaikan dengan kepercayaan masing-masing. Sebab, dalam proses pendidikan
diharapkan mampu menjadikan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, dan lain-lain.
Selain itu, tujuan dari pendidikan itu harus disesuaikan dengan
adanya pandangan hidup manusia. Oleh karena itu, kita sebagai umat yang
beragama Islam harus memiliki tujuan dalam pendidikan sesuai dengan ajaran
Islam.
Menurut Abdul Fatah Jalal (1988:119), tujuan umum dari pendidikan
Islam adalah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Pendidikan haruslah
menjadikan manusia menjadi manusia yang menghambakan Allah. Dalam konteks ini,
menghambakan berarti beribadah kepada Allah SWT.[2]
2.
Tafsir ayat Al Qur’an tentang Tujuan Pendidikan
Setiap
proses yang dilakukan dalam pendidikan harusnya memiliki tujuan yang jelas.
Dengan adanya tujuan yang jelas, diharapkan akan mewujudkan perubahan positif
pada peserta didik nantinya. Adapun ayat-ayat yang menguatkan mengenai pentingnya
tujuan dari pendidikan, yaitu:
a.
Surat Adzari’at, ayat 56
$tBur
àMø)n=yz
£`Ågø:$#
}§RM}$#ur
wÎ)
Èbrßç7÷èuÏ9
ÇÎÏÈ
Mengabdi disini
dianalogikan sebagai ibadah kepada Allah SWT. Ibadah berasal dari bahasa Arab (kamus
idris marbawi ‘abada yang bararti menghambakan diri, menurut perintah atau
merendahkan diri).[4]
Oleh karena itu manusia diciptakan Allah
agar ia beribadah atau mengabdi kepada-Nya. Untuk beribadah dengan baik dan
benar, maka manusia harus memiliki ilmu sebagai landasan yang kuat dalam
menjalankan ibadah.
Adapun
pengertian dari ibadah itu adalah memperhambakan diri dengan penuh keinsyafan
dan kerendahan. Dan dipatri lagi dengan cinta, disertai oleh raja yaitu
pengaharapan akan kasih sayang-Nya, cinta kasih yang tidak terbagi kepada yang
lainnya.[5]
Menuntut ilmu merupakan salah satu ibadah kepada Allah SWT, sehingga dalam
menuntut ilmu kita ditekankan untuk melakukan hal-hal tersebut. Kita tidak
boleh merasa sombong ataupun merasa sudah paling pintar dalam menuntut ilmu.
Selain itu, kita juga harus cinta dengan ilmu yang kita pelajari, sehingga jika
kita merasa senang mempelajari ilmu pengetahuan, maka akan memudahkan kita
dalam mempelajarinya.
Makna ibadah
yang menjadi tujuan keberadaan manusia atau yang merupakan tugas utama manusia
adalah lebih luas dan komprehensif daripada sekedar pelaksanaan simbol-simbol.
Tugas kekhalifahan itu masuk dalam konsep ibadah. Dengan demikian, hakikat
ibadah tercermin dalam masalah pokok berikut:
1.
Mengokohkan konsep penghambaan kepada Allah didalam diri. Yakni,
mengokohkan perasaan bahwa disana ada hamba dan ada rabb, ada hamba yang
beribadah dan ada rabb yang disembah.
2.
Menghadapkan diri kepada Allah dengan seluruh gerak hati, gerak anggota
badan, dan gerak kehidupan.[6]
Pendapat
tersebut sama dengan pendapat Az-Zajjaj, tapi ahli tafsir yang lain berpendapat
bahwa maksud ayat tersebut adalah bahwa Allah tidak menjadikan jin dan manusia
kecuali untuk tunduk kepada-Nya dan agar mereka merendahkan diri. Maka, setiap
makhluk jin atau manusia wajib tunduk pada peraturan tuhan, merendahkan diri
terhadap kehendaknya. Menerima apa yang ia takdirkan. Mereka dijadikan atas
kehendak-Nya dan diberi rizki sesuai dengan apa yang telah ia tentukan. Tak
seseorang pun yang dapat memberi manfaat atau mendatangkan madarat karena
kesemuaan adalah kehendak Allah. Ayat tersebut menguatkan perintah mengingat
Allah dan memerintahkan manusia agar melakukan ibadah pada Allah.
b.
Surat al-Baqarah, ayat 247
tA$s%ur óOßgs9 óOßgÎ;tR ¨bÎ) ©!$# ôs% y]yèt/ öNà6s9 Vqä9$sÛ %Z3Î=tB 4
(#þqä9$s% 4¯Tr& ãbqä3t ã&s! Ûù=ßJø9$# $uZøn=tã ß`øtwUur ,ymr& Å7ù=ßJø9$$Î/ çm÷ZÏB öNs9ur |N÷sã Zpyèy ÆÏiB ÉA$yJø9$# 4
tA$s% ¨bÎ) ©!$# çm8xÿsÜô¹$# öNà6øn=tæ ¼çny#yur ZpsÜó¡o0 Îû ÉOù=Ïèø9$# ÉOó¡Éfø9$#ur (
ª!$#ur ÎA÷sã ¼çmx6ù=ãB ÆtB âä!$t±o 4
ª!$#ur ììźur ÒOÎ=tæ ÇËÍÐÈ
Artinya:
“Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah
mengangkat Thalut menjadi rajamu." Mereka menjawab: "Bagaimana Thalut
memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan
daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi
(mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan
menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan
pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya
lagi Maha Mengetahui.”[7]
Asbabun
Nuzul dari ayat diatas:
tA$s%ur óOßgs9 óOßgÎ;tR ¨bÎ) ©!$# ôs% y]yèt/ öNà6s9 Vqä9$sÛ %Z3Î=tB
Artinya: Nabi mereka berkata,”Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut
menjadi rajamu”.
1.
Sesudah nabi Syamuil
menerima wahyu dari Allah, maka dia memberi tahu kepada umatnya, ”Allah telah
mengangkat Thatut sebagai seorang raja untuk menjadi panglimamu”. Dalam akhbar
Bani Israil diriwayatkan bahwa pada zaman Nabi Syamuil, mereka telah
meninggalkan syari’at, menyembah berhala dan patung, selain itu rasa
persaudaraan merekapun telah lemah.
Setelah beberapa waktu tidak memiliki raja, mereka hanya dipimpin
oleh pemuka-pemuka agama. Diantara nabi mereka, seperti Syamuwil, juga menjabat
hakim. Setelah lanjut usia, Syamuil mengangkat putera-puteranya menjadi hakim.
Tapi hakim-hakim itu curang dan menerima uang suap. Kemudian kepala-kepala Bani
Israel di Al-Mala’a, dan bermusyawarah dengan kelompok Syamuwil yang bertugas
mengendalikan pemerintahan. Sebelum raja baru diangkat, Syamuil menjelaskan
tentang kekejaman raja dan keinginan menjajah negara lain. Tetapi mereka
bersikeras minta diangkatnya raja baru. Maka Allah memberi ilham kepada
Syamuwil untuk mengangkat Thalut (Syawul) rakyat biasa menjadi raja.
2.
Sikap mereka setelah raja baru diangkat, ternyata mereka ingkar,
tidak mau mengakuinya.
4 (#þqä9$s% 4¯Tr& ãbqä3t ã&s! Ûù=ßJø9$# $uZøn=tã ß`øtwUur ,ymr& Å7ù=ßJø9$$Î/ çm÷ZÏB öNs9ur |N÷sã Zpyèy ÆÏiB ÉA$yJø9$#
Artinya:
Mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami
lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi
kekayaan yang cukup banyak?"
Telah menjadi
tradisi dikalangan mereka, bahwa raja harus keturunan Yunuz ibn Ya’kub, tidak
boleh dari orang lain. Diantara mereka yang menjadi raja adalah Daud dan
Sulaiman, sedang kenabian dari keturunan Lawa ibn Ya’kub serta keturunan Musa
dan Harun.
Juga telah
menjadi tradisi waktu itu bahwa pemerintahan dipegang oleh ahli waris raja atau
bangsawan tinggi yang memudahkan pemuka-pemuka rakyat tunduk kepadanya.
Disamping itu, raja juga harus punya harta (berkecukupan). Mereka tidak
memperdulikan ilmu, keutamaan budi pekerti, dan sifat-sifat pribadi.
3.
Nabi Syamuil menjawab respon negatif kaum-kaum tentang
pengangkatan Thalut.
tA$s% ¨bÎ) ©!$# çm8xÿsÜô¹$# öNà6øn=tæ ¼çny#yur ZpsÜó¡o0 Îû ÉOù=Ïèø9$# ÉOó¡Éfø9$#ur
Artinya: Nabi (mereka) berkata, ”Sesungguhnya Allah telah
memilihnya menjadi rajamu dan menganugrahkannya ilmu yang luas dan tubuh yang
perkasa, Allah telah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendakinya.
Allah telah memilih Thalut menjadi raja baru karena dia memiliki
beberapa keistimewaan, yaitu:
a.
Fitrahnya, dan itulah yang sangat penting
b.
Memiliki pengetahuan yang luas untuk mengelola pemerintahan
c.
Sehat jasmani, dan sempurna fisik yang sangat diperlukan untuk
kecerdasan pikiran.
d.
Mendapat taufik dari Allah, yang diperlukan untuk memerintah.
Untuk
menjadi raja tidak memerlukan orang yang telah kaya. Jika seorang raja telah
memperoleh taufik dari Allah maka mudahlah baginya untuk mendapatkan harta yang
diperlukan untuk memimpin pemerintahan.
4. Ayat
yang selanjutnya:
ª!$#ur ÎA÷sã ¼çmx6ù=ãB ÆtB âä!$t±o 4
ª!$#ur ììźur ÒOÎ=tæ
Artinya: “Dan Allah maha luas pemberian-Nya lagi maha mengetahui.”
Allah itu maha luas pemberiannya dan luas kekuasaannya. Apabila dia
menghendaki sesuatu urusan karena hikmah yang terkandung didalamnya dalam
susunan makhluk-Nya, maka hal itu pastilah terjadi.
Tuhan mendahulukan persyaratan ilmu dibandingkan kesehatan (kekuasaan)
fisik bagi seorang raja untuk memberi pengertian bahwa memprioritaskan
penguasaan ilmu itu wajib didahulukan sebelum persyaratan kesehatan fisik,
karena hal itu yang lebih diperlukan untuk mengatur pemerintahan secara baik.[8]
c.
Tafsir Surat Al Qashash, ayat 26
ôMs9$s%
$yJßg1y÷nÎ) ÏMt/r'¯»t çnöÉfø«tGó$# ( cÎ) uöyz Ç`tB |Nöyfø«tGó$# Èqs)ø9$# ßûüÏBF{$# ÇËÏÈ
Artinya:
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia
sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling
baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya."[9]
Rupanya
anak perempuan orang tua itu kagum kepada Musa AS. Bermula ketika dia melihat
kekuatan fisik dan wibawanya saat mengambil air untuk ternak mereka di tengah
kerumunan orang banyak, dan kedua ketika ia datang mengundangnya serta dalam
perjalanan menuju pertemuan dengan orang tuanya. Konon Musa berjalan di depan
dan meminta agar diberi tahu arah agar beliau tidak melihat gerak-gerik gadis
itu bila ia berjalan di depan beliau.[10] Hal ini menunjukkan bahwa Musa
sangat menjunjung tinggi sopan santun, dan sangat menghormati perempuan.
Putri
itu mengusulkan kepada bapaknya agar mengangkat Musa sebagai pembantu mereka
untuk mengembala kambing, mengambil air, dan sebagainya, sebab dia seorang yang
jujur, dapat dipercaya, dan kuat tenaganya. Usul itu berkenan dihati bapaknya,
bahkan bukan hanya ingin mengangkatnya sebagai pembantu, malah ia hendak
mengawinkan salah satu puterinya dengan Musa.[11]
Tidak diragukan lagi usulan wanita itu
termasuk perkataan yang padat dan mengandung hikmah yang sempurna. Manakala
kedua sifat itu: keterpercayaan dan kemampuan terdapat pada seseorang yang
mengerjakan suatu perkara, maka ia akan mendatangkan keuntungan keberhasilan.[12]
Oleh
karena itu, ketika kita diberikan kepercayaan oleh orang lain, sebisa mungkin
kita menjaga amanah orang tersebut. Dengan adanya kepercayaan dari orang lain,
pintu keberhasilan akan semakin terbuka untuk kita.
Kemampuan
diatas juga dapat diartikan sebagai kekuatan yang dimiliki oleh seseorang. Kekuatan
yang dimaksud adalah kekuatan dalam berbagai bidang. Karena itu, terlebih
dahulu harus dilihat bidang apa yang ditugaskan kepada yang dipilih. Selanjutnya,
kepercayaan yang dimaksud adalah integritas pribadi yang menuntut adanya sifat
amanah sehingga tidak merasa bahwa yang ada dalam genggaman tangannya menepakan
milik pribadi tetapi milik pemberi amanah yang harus dipelihara, dan bila
diminta kembali harus dengan rela mengembalikannya.[13]
Dengan
adanya sifat kepercayaan dan kekuatan atau kemampuan maka kedua hal tersebut
juga harus diaplikasikan kedalam proses pembelajaran. Dengan demikian, maka
tujuan dari pendidikan dapat tercapai dan berhasil.
d. Tafsir
surat Ali-Imron ayat 19:
¨bÎ) úïÏe$!$# yYÏã «!$# ÞO»n=óM}$# 3 $tBur y#n=tF÷z$# úïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# wÎ) .`ÏB Ï÷èt/ $tB ãNèduä!%y` ÞOù=Ïèø9$# $Jøót/ óOßgoY÷t/ 3 `tBur öàÿõ3t ÏM»t$t«Î/ «!$# cÎ*sù ©!$# ßìÎ| É>$|¡Ïtø:$# ÇÊÒÈ
Artinya:
”Sesungguhnya
agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang
yang Telah diberi Al Kitab[189] kecuali sesudah datang pengetahuan kepada
mereka, Karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. barangsiapa yang kafir
terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”.[14]
Kata دين mempunyai banyak arti, antara lain ”ketundukan, ketaatan,
perhitungan, balasan”. Kata ini juga berarti “agama”, karena dengan agama
seseorang bersikap tunduk dan taat, serta akan diperhitungkan seluruh amalnya
yang atas dasar itu ia memperoleh ganjaran dan balasan.
“Sesungguhnya
agama yang diridhoi disisi Allah hanyalah Islam”. Ini merupakan kabar dari Allah bahwasanya tidak ada agama
disisi-Nya yang diterima dari seseorang selain Islam. Yaitu mengikuti para
rasul dalam setiap apa yang mereka bawa pada setiap saat hingga berakhir pada
Muhammad. Yang mana jalan menuju diri-Nya ditutup kecuali melalui jalan
Muhammad, maka barang siapa menemui Allah (meninggal dunia) setelah diutusnya
Muhammad dalam keadaan memeluk agama yang tidak sejalan dengan syariat-Nya,
tidak akan pernah diterima.[15]
Selanjutnya
Allah memberitahukan bahwa orang-orang yang telah diberi Al-Kitab dimasa-masa
yang lalu berbeda pendapat setelah adanya Hujjah bagi mereka dengan diutusnya
para Rasul serta diturunkannya kitab-kitab kepada para Rasul tersebut. Dia
berfirman”tidak berselisih orang-orang yang telah diberi al Kitab kecuali
sesudah datang pengetahuan kepada mereka karena kedengankian (yang ada)
diantara mereka.” Maksudnya, sebagian mereka merasa dengki atas sebagian lainnya
sehingga mereka berselisih dalam hal kebenaran lantaran mereka saling dengki
dan benci serta saling membelakangi. Lalu sebagian mereka membawa kebencian
kepada sebagian yang lain, kepada penentangan terhadap sebagian yang lain dalam
seluruh ucapan dan perbuatannya, meskipun benar. Kemudian Allah berfirman “Barang
siapa kafir terhadap ayat Allah”. Yaitu barang siapa mengingkari apa yang
telah diturunkan oleh Allah dalam kitab-Nya. ”Maka sesungguhnya Allah sangat
cepat hisabnya”.[16]
Maksudnya, Allah akan memberikan balasan atas perbuatan tersebut dan menghisabnya
atas kedustaan yang telah diperbuatnya serta menyiksanya atas penolakannya
terhadap kitab-Nya.
Sebenarnya para
nabi dan rasul yang diutus itu tidak keliru atau salah, tidak juga lalai
menjelaskan agama itu kepada para pengikut mereka, karena tidak berselisih orang-orang
yang telah diberi al Kitab pada suatu kondisi ataupun waktu kecuali sesudah
datang pengetahuan kepada mereka. Jika demikian, mengapa mereka berselisih?
Tentu ada penyebabnya. Mereka berselisih karena kedengkian yang ada diantara
mereka. Bukan kedengkian antara mereka dengan orang lain. Kedengkian yang
merupakan terjemahan dari kata بفيا bagian
ayat yang digunakan diatas, adalah ucapan atau perbuatan yang dilakukan untuk
tujuan mencabut nikmat yang dianugerahkan Allah kepada pihak lain disebabkan
rasa iri terhadap pemilik nikmat itu.[17]
IV.
KESIMPULAN
Tujuan dari pendidikan tersebut juga harus disesuaikan dengan
kepercayaan masing-masing. Sebab, dalam proses pendidikan diharapkan mampu
menjadikan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, dan lain-lain.
Selain itu, tujuan dari pendidikan itu harus disesuaikan dengan
adanya pandangan hidup manusia. Oleh karena itu, kita sebagai umat yang
beragama Islam harus memiliki tujuan dalam pendidikan sesuai dengan ajaran
Islam.
Dalam memilih pemimpin, juga harus memilih pemimpin yang pandai.
Dengan pemimpin yang pintar, maka managemen kepemimpinan juga dapat
mensukseskan adanya kinerja suatu kepemimpinan.
DAFTAR
PUSTAKA
Ashy-Shidieqi,
Teungku Muhammad Hasby. Tafsir al-Qur’anul Majid An-Nur 1. (Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 2000)
-----------------.
Tafsir al Qur’an Majid An-Nur 4. (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra,
2000)
Mudzakkir,
Abdul Mujib dan Jusuf. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kencana Prenada
Media, 2006)
Quthb, Sayyid. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Jilid 11. (Jakarta: Gema Insani, 2004)
RI,
Departemen Agama. Al-Qur’an dan Terjemahan, (Semarang: Toha Putra, 1989)
Shihab, M. Quraish. Tafsir al Misbah Jilid 9.
(Jakarta: Lentera Hati, 2000)
----------------, Tafsir al Misbah Jilid 2. (Jakarta:
Lentera Hati, 2000)
UU RI No. 20 Th. 2003 Tentang
SISDIKNAS. (Bandung:
CITRA UMBARA, 2003)
[1] UU RI No.
20 Th. 2003 Tentang SISDIKNAS, (Bandung: CITRA UMBARA, 2003), hlm. 7
[2] Ahmad Tafsir, Op.
Cit, hlm. 46
[4] Sayyid Quthb, Tafsir
Fi Zhilalil Qur’an Jilid 11, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 49
[5] Sayyid Quthb, Ibid,
hlm. 49
[6] Sayyid Quthb, Op.
Cit, hlm. 49
[8] Teungku
Muhammad Hasby Ashy-Shidieqi, Tafsir al-Qur’anul Majid An-Nur 1, (Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2000), hlm. 426-430
[10] M. Quraish
Shihab, Tafsir Al-Misbah Jilid 9,
(Jakarta: Lentera Abadi, 2002), hlm. 579
[11] Kementrian
Agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), hlm. 284
[12]Ahmad Mustofa
Al- Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Vol. 2, (Semarang: PT. Toha Putra,
1986), hlm. 84
[13] M. Quraish
Shihab, Op. Cit, hlm. 580
[15] M. ‘Abdul
Ghoffar, Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2008),
hlm. 25
[16] M. ‘Abdul
Ghoffar, Ibid, hlm. 25
[17] M. Quraish
Shihab, Tafsir al Misbah Jilid 2, (Jakarta: Lentera Abadi, 2000), hlm.
39
0 komentar:
Post a Comment