Laporan Perjalanan Ke Museum Ronggowarsito
Dok. Malikhah
I.
PENDAHULUAN
Perlu
diketahui tentang sejarah lahirnya Museum ronggowarsito sebelum kita membahas
mengenai seluruh isi dari museum tersebut. Lahirnya Museum di Indonesia tidak
dapat terpisahkan dari kelahiran Bataviasch Genootschap van Kusten en
Wattenschappen pada 24 April 1778. Dalam empat tahun awal berdirinya telah
mengarap bidang pengetahuan seperti IPA, ilmu bumi dan kebudayaan, sejarah, kesusastraan,
kesehatan dan peranian. Museum ini didirikan oleh Bataviasch Genootschp
yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya museum nasional. Bersamaan dengan
berdirinya museum Bataviasch Genootschap van Kusten en Wattenschappen
berdiri juga museum purbakala ( etnografi ) dan sebuah perpustakaan. Sehingga
sampai sekarang banyak museum yang mempunyai koleksi yang beragam pula.
Museum
Ronggowarsito itu sendiri berdiri sejak tahun 1975, dan pada tanggal 5 Juli
1989 museum ini diresmikan oleh Fuad Hasan yang pada saat itu menjabat sebagai
Mentri Pendidikan dan Kebudayaan. Museum
ini dibangun dengan dana dari proyek rehabilitasi dan perluasan permuseuman
Jawa Tengah dan pembanguanan fisik yang dilakukan secara bertahap.
Arsiterturnya adalah Ir. Totok Rusmanto dari UNDIP, sedang pengawas pelaksanaan
pembangunannya dilakukan oleh PT Guna Dharma Semarang. Dibangunnya museum
Ronggowarsito ini mendapat banyak dukungan dari masyarakat setempat, masyarakat
jawa tengah khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Menjelang
peresmian menjadi Museum Negeri, terdapat 3 nama yang menjadi pilihan
untuk menamai museum itu. Nama tersebut berdasarkan surat Kepkanwil Depdikbud
provinsi Jawa Tengah No. 1007/ 103/J/88 yang keluar pada tanggal 21 Juni 1988.
nama tersebut antara lain :
1. Museum
Negeri Ronggowarsito
2. Museum
Negeri Raden Saleh
3. Museum
Negeri Propinsi Jawa Tengah
Walaupun
Museum Ronggowarsito diresmikan tanggal 5 Juli 1989 namun secara tertulis baru
diresmikan (namanya) pada 4 April 1990 berdasarkan keputusan menteri Pendidikan
dan Kebudayaan No. 0223/0/1990 yaitu dengan nama “ Museum Negeri Jawa Tengah
Ronggowarsito”.
Proses
pemberian nama tersebut pada mulanya berdasarkan surat No. 431/17938 pada 8
Juli 1988 yang dikeluarkan oleh Gubenur Jawa Tengah yang juga mengusulkan
“Ronggowarsito”, usulan tersebut diteruskan oleh Kakanwil Depdikbud Propinsi
Jawa Tengah melalui suratnya No. 1157/103/0/88 tanggal 15 juli 1988. Dinamakan
Museum Negeri Ronggowarsito dengan beberapa pertimbangan antar lain
karena Rongowarsito merupakan pujangga besar, yang telah banyak meninggalkan
kebudayaan bagi masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Jawa pada
khususnya yaitu yang berupa buku-buku dan naskah.
Museum Jawa
Tengah Ronggowarsito, termasuk museum propinsi terbesar di Indonesia dalam hal
jumlah koleksi dan keluasan bangunan terletak pada Jalan Abdulrahman Saleh
Nomor 1 Semarang, Jawa Tengah, Indonesia, persis di sebelah bundaran
Kalibanteng. Terletak dekat bandara Ahmad Yani di Semarang dan hanya 4 km
jauhnya dari pusat kota ke arah barat. Museum ronggowarsito dirancang sesuai
dengan standar museum di Asia Tenggara. Luas bangunan kira-kira 8.438 m
persegi. Yang mencakup pendopo, gedung pertemuan, gedung pameran tetap,
perpustakaan, laboratorium, perkantoran, dll.
II.
LAPORAN
PERJALANAN
Perjalanan
yang akan saya laporkan di Museum Ronggowarsito yaitu mengenai Diorama Palagan
Ambarawa. Diorama Palagan Ambarawa ini terletak di gedung C lantai I. Dan didalam ruang ini merupakan Galeri sejarah perjuangan bersenjata.
Bangsa yang besar adalah
bangsa yang menghargai perjuangan para pahlawan. Pahlawan berjuang hingga
meneteskan darah perjuangan yang sangat berlimpah. Semangat, perjuangan, pengorbanan dan keberanian mereka walaupun
dengan bekal dan persenjataan minim untuk melawan musuh dengan persenjataan
yang jauh lebih hebat adalah semangat yang perlu diteladani dan tetap hidup
sepanjang masa. Dalam konteks ini, pemerintah membangun bangunan yang dapat
digunakan untuk mengenang para pahlawan yang telah gugur. Salah satunya adalah
Monumen Palagan Ambarawa.
Latar Belakang Peristiwa
Palagan Ambarawa ini merupakan sebuah peristiwa
perlawanan rakyat terhadap Sekutu yang
terjadi di Ambarawa,
sebelah selatan Semarang, Jawa
Tengah. Peristiwa ini dilatar belakangi adanya
pengkhianatan yang dilakukan oleh tentara Sekutu. Setelah
berhasil mengalahkan Jepang, Komando Sekutu Asia Tenggara di Singapura mengutus
tujuh perwira Inggris di bawah pimpinan Mayor A.G. Greenhalgh untuk datang ke
Indonesia. Mereka tiba di Indonesia pada 8 September 1945 dengan tugas
mempelajari dan melaporkan keadaan di Indonesia menjelang pendaratan rombongan
Sekutu.
Pada 16
September 1945 rombongan perwakilan Sekutu mendarat di Tanjung Priok (Jakarta)
dengan menggunakan kapal Cumberland. Rombongan ini dipimpin Laksamana Muda W.R.
Patterson. Dalam rombongan ini ikut pula C.H.O. Van der Plas yang mewakili Dr.
H.J. van Mook, kepala NICA. Sekutu menugaskan sebuah komando khusus untuk mengurus
Indonesia dengan nama Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI). Komando
khusus yang dipimpin Letjen. Sir Philip Christison ini mempunyai tugas sebagai
berikut:
1.
Menerima
penyerahan kekuasaan dari tangan Indonesia.
2.
Membebaskan
para tawanan perang dan interniran Sekutu.
3.
Melucuti dan
memulangkan tentara Jepang.
4.
Memulihkan
keamanan dan ketertiban.
5.
Mencari dan
mengadili para penjahat perang.
AFNEI mulai
mendaratkan pasukannya di Jakarta pada 29 September 1945. pasukan ini hanya
bertugas di Sumatra da Jawa, sedangkan daerah Indonesia lainnya diserahkan
kepada Angkatan Perang Australia.
Situasi
semakin memburuk setelah Bangsa Indonesia mengetahui bahwa NICA akan
mengobarkan kekuasaannya kembali di Indonesia, ditambah dengan adanya tentara
Sekutu yang mempersenjatai kembalii
bekas anggota Koninklijk Nederlands Indies Leger (KNIL). Satuan-satuan KNIL
yang telah dibebaskan Jepang kemudian bergabung dengan tentara NICA. Di
berbagai daerah, NICA dan KNIL yang didukung Inggris (Sekutu) melancarkan
provokasi dan melakukan teror terhadap para pemimpin nasional sehingga pecahlah
berbagai pertempuran di daerah-daerah, salah satunya Ambarawa.
Kronologi Peristiwa Palagan Ambarawa
Pada tanggal 20 Oktober 1945,
tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Bethell mendarat di Semarang dengan
maksud mengurus tawanan perang dan tentara Jepang yang berada di Jawa Tengah.
Kedatangan sekutu ini ternyata diboncengi oleh tentara NICA. Kedatangan Sekutu ini mulanya disambut baik, bahkan Gubernur Jawa
Tengah Mr Wongsonegoro menyepakati akan menyediakan bahan makanan dan keperluan lain bagi
kelancaran tugas Sekutu, sedang Sekutu berjanji tidak akan mengganggu
kedaulatan Republik Indonesia.
Namun,
setelah mereka sampai di Ambarawa dan Magelang untuk membebaskan para tawanan
tentara Belanda, para tawanan justru dipersenjatai sehingga menimbulkan
kemarahan pihak Indonesia. Kemudian Insiden bersenjata
timbul di kota Magelang,
hingga terjadi pertempuran. Di Magelang, tentara Sekutu bertindak sebagai
penguasa yang mencoba melucuti Tentara Keamanan Rakyat dan membuat
kekacauan.
TKR Resimen Magelang pimpinan Letkol. M. Sarbini
membalas tindakan tersebut dengan mengepung tentara Sekutu dari segala penjuru.
Namun mereka selamat dari kehancuran berkat campur tangan Presiden Soekarno yang
berhasil menenangkan suasana.
Kemudian pasukan Sekutu secara diam-diam meninggalkan Kota
Magelang menuju ke benteng Ambarawa pada tanggal 21 November 1945. Akibat
peristiwa tersebut, Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letkol. M. Sarbini
segera mengadakan pengejaran terhadap mereka. Gerakan mundur tentara Sekutu
tertahan di Desa Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda Republik
Indonesia (AMRI) di bawah pimpinan Oni Sastrodihardjo yang
diperkuat oleh pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta.
Tentara Sekutu kembali dihadang oleh Batalyon I Soerjosoempeno di Ngipik.
Pada saat pengunduran, tentara Sekutu mencoba menduduki dua desa di sekitar
Ambarawa. Pasukan Indonesia di bawah pimpinan Letkol. Isdiman berusaha membebaskan kedua
desa tersebut, namun Letkol. Isdiman gugur terlebih dahulu.
Sejak gugurnya Letkol. Isdiman, Komandan Divisi V Banyumas,
Kol. Soedirman
merasa kehilangan seorang perwira terbaiknya dan ia langsung turun ke lapangan
untuk memimpin pertempuran. Hal tersebut mengharuskan Kolonel Soedirman
Komandan Divisi V turun ke medan laga Koordinasi secara intensif terus
dilaksanakan diantara komando-komando sektor dan pengepungan terhadap musuh
semakin diperketat. Sejak saat itu perlawanan terhadap sekutu mulai
terkonsentrasi di bawah satu komando Soedirman.
Kehadiran Kol. Soedirman memberikan napas baru kepada pasukan-pasukan
RI. Koordinasi diadakan di antara komando-komando sektor dan pengepungan
terhadap musuh semakin ketat. Siasat yang diterapkan adalah serangan pendadakan
serentak di semua sektor. Bala bantuan terus mengalir dari Yogyakarta,
Solo, Salatiga, Purwokerto,
Magelang, Semarang,
dan lain-lain.
Tanggal 23 November 1945 ketika matahari mulai terbit,
mulailah tembak-menembak dengan pasukan Sekutu yang bertahan di kompleks gereja
dan pekuburan Belanda di Jalan Margo Agung. Pasukan Indonesia antara lain dari
Yon Imam Adrongi, Yon Soeharto dan Yon Sugeng. Tentara Sekutu mengerahkan
tawanan-tawanan Jepang dengan diperkuat tanknya, menyusup ke kedudukan
Indonesia dari arah belakang, karena itu pasukan Indonesia pindah ke Bedono.
Kemudian pada tanggal 11 Desember
1945, Kol. Soedirman
mengadakan rapat dengan para Komandan Sektor TKR dan Laskar. Mereka
mendengarkan instruksi dari Komandan Divisi V Kolonel Soedirman tentang rencana
serangan yang akan digelar. Instruksi itu sebagai berikut :
“Ambarawa harus kita rebut dengan serangan serentak
Karena Ambarawa merupakan kunci bagi mereka untuk menguasai seluruh Jawa tengah
dan Jogjakarta. Ini akan membahayakan posisi Republik. Kita akui terus
terang bahwa kita kurang kuat dalam persenjataan kita. Tetapi keadaan semacam
ini tidak menghambat kita, atau mengurangi hasrat kita untuk mempertahankan
negara kita. Kami sudah menentukan suatu siasat, yaitu pendadakan serentak
dengan taktik Mangkara Yudha atau Supit Urang. Komandan penyerangan dipegang
oleh komandan sektor TKR. Pasukan pasukan dari badan perjuangan
sebagai barisan belakang. Serangan dimulai besok pagi pukul
04.30. Selamat berjuang, Allah SWT bersama kita, Amin. Merdeka ! ".
Pada tanggal 12 Desember
1945 jam 04.30 pagi,
serangan mulai dilancarkan. Pembukaan serangan dimulai dari tembakan mitraliur
terlebih dahulu, kemudian disusul oleh penembak-penembak karaben. Pertempuran
berkobar di Ambarawa. Satu setengah jam kemudian, jalan raya Semarang-Ambarawa
dikuasai oleh kesatuan-kesatuan TKR. Pertempuran Ambarawa berlangsung sengit.
Kol. Soedirman langsung memimpin pasukannya yang menggunakan taktik gelar supit
urang, atau pengepungan rangkap dari kedua sisi sehingga musuh benar-benar
terkurung. Taktik Mangkara Yudha atau Supit Urang merupakan tata
yudha klasik yang pernah digelar pada jaman Majapahit, kemudian digelar kembali
oleh Kolonel Soedirman untuk mengusir Sekutu dari Ambarawa.
Prajurit-prajurit kita yang gagah perkasa terus maju dari
segenap penjuru, bagai banteng ketaton patriot-patriot itu terus menyerbu
menerkam musuh, menggagahi tank-tank dan ranjau-ranjau sambil menembus hujan
peluru senjata musuh dengan tekad bulat “Rawe-rawe rantas malang–malang
putung", membebaskan kota Ambarawa atau gugur sebagai bangsa.
Pasukan-pasukan yang mendapat perintah menguasai
jalan besar Ambarawa – Semarang telah berhasil melaksanakan tugasnya
dengan baik. Jalan itupun kemudian dipertahankan agar pengepungan atas musuh
dalam kota Ambarawa dapat dilaksanakan dengan sempurna. Pasukan – pasukan
itupun kemudian memasang barikade – barikade serta menerjang setiap konvoi
musuh yang pergi dan datang dari arah Ambarawa - Semarang.
Satu setengah jam dari awal penyerbuan, pasukan – pasukan
kita sudah berhasil menghimpit dan mengepung musuh di dalam kota Ambarawa. Bagi
Sekutu (Inggris) hanya tinggal satu jalan ke luar, yaitu jalan besar Ambarawa –
Semarang. Pergelaran serangan umum di Ambarawa itu berupa pendobrakan oleh
pasukan-pasukan pemukul dari arah selatan dan barat ke timur menuju ke arah
Semarang. Bersamaan dengan pendobrakan tersebut, diikuti gerakan penjepitan
dari lambung kanan dan kiri sebagaimana halnya gerakan "Supit Urang "
sedang menjepit mangsanya yang ujung–ujungnya bertemu di bagian luar kota arah
Semarang.
Empat hari empat malam serangan yang heroik itu
berlangsung, menggempita di seluruh kota Ambarawa. Desing peluru dan gema
ledakan serta asap mesiu terus mewarnai udara Ambarawa sepanjang waktu.
Semangat bertempur pasukan-pasukan kita terus bertambah berkat keberhasilan–keberhasilan
yang telah dicapai, sebaliknya moril musuh semakin menipis, persediaan amunisi
mereka semakin menipis, bantuan yang mereka harapkan tak kunjung tiba karena
jalur perhubungan lewat darat maupun udara terputus. Semakin hari mereka
dicekam oleh rasa panik dan putus asa.
Setelah beberapa waktu lamanya mereka berada di front
pertempuran, akhirnya mereka sampai kepada keputusan harus meninggalkan
Ambarawa, merekapun kemudian mengadakan persiapan untuk menerobos pasukan TKR
untuk menuju ke Semarang. Pada tanggal 15 Desember 1945 dengan tergopoh-gopoh
tentara sekutu mundur ke luar kota Ambarawa tanpa sempat menyelamatkan
mayat-mayat serdadunya. Mereka dilabrak terus dan diusir oleh pasukan
pemukul kita sampai ke luar kota Ambarawa
Peristiwa palagan Ambarawa merupakan peristiwa
penting karena merupakan peristiwa pertempuran yang pertama kali dimenangkan
bangsa Indonesia setelah kemerdekaan. Peristiwa tersebut menjadi momentum
bersejarah dalam pergelaran militer dengan gerak taktik pasukan darat.
Kemenangan yang gemilang dalam palagan Ambarawa tersebut, selanjutnya setiap
tanggal 15 Desember diperingati sebagai Hari Infanteri dan berdasarkan
Keputusan Presiden RI Nomor 163 tahun 1999 diabadikan menjadi " Hari Juang Kartika ".
Berikut Galeri
mengenai Palagan Ambarawa:
Dok.: Malikhah
Dok.:
Ghinamardhiyana’s Blog
0 komentar:
Post a Comment