About Me

Malikhah; seorang ibu rumah tangga yang juga ASN dan aktif mengajar di SMPN 1 Singorojo. Lahir pada tanggal 28 Oktober 1991, dengan semangat sumpah pemuda semangat menulis untuk meninggalkan jejak digital yang bisa bermanfaat untuk semua.

Perangi Ragam Kenakalan Remaja

Maraknya kejahatan di Indonesia menjadi sebuah keprihatinan. Sayangnya, pelaku kejahatan justru para remaja yang masih berstatus pelajar. Perilaku kejahatan yang dilakukan para pelajar ini, membawa mereka pada gerbang hukum di Indonesia. Contoh kasus tertangkapnya sepuluh tersangka begal, empat diantaranya adalah pelajar SMA. Mereka ditangkap usai beraksi di depan Mushola Kyai Morang, Penggaron Kidul, Pedurungan (Suara Merdeka, 17 Maret 2015). Kasus terbaru, yang dihimpun Suara Merdeka tak kalah menghebohkan. Lima mantan aktivis mahasiswa terjaring dalam kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) Pemprov Jateng tahun 2011 senilai Rp 328 juta (Suara Merdeka, 5 Mei 2015).
Kasus diatas menunjukkan bahwa Indonesia tengah mengalami degradasi moral akut. Degradasi moral ini tengah menggerogoti para generasi muda, khususnya pelajar. Degradasi moral yang menjelma menjadi kenakalan remaja inilah yang patut diperangi semua kalangan. Istilah kenakalan remaja berasal dari istilah bahasa Inggris yakni juvenile delinquent. Menurut Kartini Kartono, juvenile delinquent  merupakan perilaku anak yang tidak sesuai dengan norma sosial. Perilaku tersebut bertentangan dengan norma masyarakat dan juga norma agama.
Dari penjelasan Kartini Kartono, dapat ditarik benang merah, bahwa perilaku yang tidak sesuai dengan norma aturan yang berlaku dalam masyarakat merupakan perilaku menyimpang. Lebih dari itu, perilaku menyimpang bukan sekedar perilaku yang tidak sesuai dengan norma sosial, terdapat nilai pelanggaran hukum didalam perilaku yang dilakukan.
Perilaku menyimpang tidak sebatas pada kasus begal dan korupsi saja. Kasus bocornya soal Ujian Nasional (UN) tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) juga merupakan penyimpangan. Soal yang bersifat sangat rahasia, mampu menembus ke tangan-tangan nakal dan akhirnya tersebar diberbagai media. Bocornya soal ini diadukan oleh salah satu siswa SMA 3 Yogyakarta, Muhammad Tsaqif Wismadi dan empat orang temannya. Keberanian Tsaqif dan teman-temannya ini mendapatkan apresiasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berupa pin “Berani Jujur Hebat” (Suara Merdeka, 23 April 2015).
Kenakalan remaja yang mampu menjelma menjadi beragam tindakan. Ditengah arus globalisasi, pemerintah dan masyarakat tegah berupaya memberantas kejahatan di Indonesia. Langkah tegas pemerintah dalam memerangi peredaran narkoba, tindakan pencurian, pembunuhan, bahkan korupsi patut didukung oleh generasi muda masa kini.
Mengenai kenakalan remaja, Zakiah Daradjat mengelompokkan kenakalan menjadi dua jenis kenakalanPertamakenakalan ringan (keras kepala, tidak patuh pada orang tua, bolos sekolah, tidak mau belajar, sering berkelahi, suka berkata-kata tidak sopan, cara berpakaian yang menggangu ketentraman dan kenyamanan orang lain). Keduakenakalan berat (mencuri, memfitnah, merusak milik orang lain, ngebut, minum-minuman keras, dan kenakalan seksual yaitu tindakan susila terhadap lawan jenis tindakan susila terhadap remaja orang sejenis).
Ragam kasus kenakalan yang dilakukan remaja, perlu menjadi sorotan tajam. Pemuda menjadi aset bangsa Indonesia yang sangat berharga. Pendidikan sebagai solusi sekaligus upaya pembentukan akhlak para remaja sangat penting. Pendidikan sejak dini tanpa batas waktu, dengan didukung seluruh elemen masyarakat, akan sangat membantu untuk memperbaiki moral pemuda. Pendidikan keluarga sebagai gerbang awal pendidikan anak, memiliki peranan yang sangat penting. Orang tua dapat menanamkan nilai-nilai akhlak mulia terhadap anak melalui pembiasaan. Sedangkan dalam pendidikan formal, tugas guru dan lingkungan sekolah untuk menanamkan akhlak mulia bagi anak juga penting. Upaya guru dalam memperbaiki akhlak siswa, tidak terbatas pada lingkungan sekolah semata. Peranan guru untuk ikut aktif dalam mendidik siswa diluar jam sekolah begitu penting. Semuanya akan menjadi sukses dengan adanya dukungan masyarakat yang mampu memberikan dorongan dan pembiasaan positif di lingkungan sekitar anak. Dengan dukungan berbagai pihak dapat menjadikan generasi muda menjadi lebih baik.

Kebijakan Ujian Nasional Online, Siapkah?


Mengintip persiapan menjelang Ujian Nasional (UN) membuat memori penulis tergugah ke masa-masa beberapa tahun silam. UN sebagai ritual kelulusan siswa tentu wajib diikuti oleh siswa di kelas tingkat akhir. Momok UN yang dahulunya terkesan seram dan garang, kini telah berubah menjadi ramah bagi siswa. Betapa tidak, UN yang dari tahun ke tahun menjadi penentu kelulusan siswa, kini tak lagi berlaku. Ujian nasional hanya digunakan untuk salah satu pertimbangan kelulusan siswa. Selebihnya pihak sekolah di masing-masing satuan pendidikan yang berwenang menentukan kelulusan siswa.
Kita tentu ingat teori Paulo Freire tentang pendidikan yang membebaskan. Seolah ingin menggerakkan pendidikan yang tidak menekan pada anak, pemerintah tengah memberikan kelonggaran bagi siswa. Meskipun UN tak lagi menjadi satu-satunya penentu kelulusan, pastinya keseriusan menghadapi ujian yang dilaksanakan di masing-masing sekolah harus tetap dikuatkan.
Meski demikian, persiapan ujian nasional patut diprioritaskan. Berbagai pihak berperan penting dalam mensukseskan program tahunan dalam dunia pendidikan ini. Ujian nasional yang akan digelar pada bulan April untuk tingkat SMA sederajat dan bulan Mei untuk SMP sederajat ini tinggal menghitung hari.
Peran Semua Pihak
Meski UN tidak lagi menjadi satu-satunya penentu kelulusan, semua pihak berkewajiban mengawal pelaksanaan ujian ini. Sebab, hasil dari ujian inilah yang akan menjadi penentu bagi keberlangsungan sekolah siswa dijenjang selanjutnya. Guru memiliki peranan penting dalam mengawal sekaligus mendidik dan memberikan materi bagi siswa untuk bekal ujian nasional. Pastinya diberbagai sekolahan, kini tengah sibuk dengan agenda jam tambahan bagi siswa yang akan mengikuti ujian. Tak hanya itu, berbagai kelompok diskusi kecil pun dibuka oleh beberapa guru sebagai bahan persiapan yang lebih matang.
Orang tua sebagai motor penggerak di rumah juga memiliki andil yang sangat penting. Pengawasan sekaligus pendampingan kepada siswa yang akan mengikuti ujian sangat penting diperhatikan. Jangan sampai terjadi kasus bunuh diri akibat siswa merasa depresi. Orang tua juga perlu menyiapkan mental anak agaranak memiliki pribadi yang tangguh, sehingga pasca mengikuti ujian anak mampu memiliki orientasi yang jelas dan terarah.
Masyarakat juga memiliki peranan yang tak kalah urgen. Manusia sebagai makhluk sosial tentu akan bersinggungan terhadap masyarakat luas. Oleh sebab itu, dukungan secara moral dari masyarakat sangat dibutuhkan oleh siswa. Jangan sampai masyarakat justru mengganggu aktivitas belajar anak ketika menjelang UN.
UN Online
Kebijakan lain selain menjadikan UN bukan satu-satunya penentu kelulusan adalah dicanangkannya UN secara online. Perkembangan teknologi yang pesat, menggerakkan pemerintah untuk terus menggenjot roda pendidikan menuju arah yang lebih baik.
Kebijakan UN online perlu ditinjau kembali, sebab di Indonesia masih banyak sekolah yang infrastrukturnya masih minim. Lebih daripada itu, UN online yang akan dilaksanakan pada sekolah-sekolah tertentu tahun ini menjadi uji coba pertama untuk siswa yang akan mengikuti. Selebihnya, penulis berharap UN yang akan dilaksanakan secara online tidak lagi mengorbankan siswa. Kebijakan baru ini nantinya mampu membawa perubahan yang lebih baik untuk dunia pendidikan sehingga berbanding lurus dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.


Menuju UN Online



Heboh akibat gantung diri, depresi, bahkan mengamuk di sekolahan karena tidak lulus ujian nasional (UN) menjadi sebuah keprihatinan dalam dunia pendidikan. Tamparan pedas dalam dunia pendidikan ini harusnya menjadi salah satu bahan evaluasi UN. Mendewakan UN akan berdampak negatif bagi perkembangan pengetahuan siswa. Betapa tidak, UN menjadi point penting bagi nasib kelulusan siswa, sehingga beragam cara dihalalkan untuk dapat lulus UN. Meskipun tahun ini UN, bukan satu-satunya penentu kelulusan siswa, namun ghiroh untuk lulus UN seolah menjadi harga mati. Tahun ini, kelulusan siswa memang ditentukan oleh masing-masing satuan pendidikan, namun tetap saja setiap siswa wajib mengikuti UN.
Ujian nasional menjadi agenda yang diagungkan, sehingga menjelang UN siswa dituntut menguasai materi UN. Nilai kelulusan UN menjadi mutlak untuk didapat. Menghadapi UN, beragam sekolah juga mengadakan beragam agenda untuk bisa mendapatkan sebuah nilai kelulusan. Mulai dengan adanya jam tambahan khusus untuk mata pelajaran UN, bahkan diimbangi dengan agenda religi untuk memohon agar diberikan kesuksesan dalam menghadapi UN. Tak pelak, suasana penuh haru dan ketegangan senantiasa mewarnai sekolah menjelang UN. Bahkan sering terlihat isak tangis siswa pecah saat menjelang persiapan UN. 
Kita tentu masih ingat kasus yang terjadi pada siswa yang mendapat nilai UN tertinggi di Jambi bernama Wahyu Ningsih yang mati bunuh diri akibat tidak lulus ujian. Tidak hanya itu, beberapa siswa di SMA 1 Bonepantai Gorontalo yang mengamuk karena tidak lulus ujian nasional menjadi salah satu contoh tindakan yang tak selayaknya dilakukan oleh pelajar.
Di Indonesia, ujian nasional merupakan salah satu agenda rutin yang harus diikuti oleh siswa kelas akhir baik ditingkat SMP maupun SMA. Beberapa kasus diatas, mengindikasikan bahwa UN menjadi momok bagi siswa. Lebih ekstreem lagi, UN menjadi monsternya para siswa yang akan menghadapi ujian. Meskipun tidak semua siswa menganggap UN sebagai sesuatu yang menakutkan, namun hal ini menjadi sorotan penting dalam dunia pendidikan. Esensi adanya UN, adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia.
Beberapa kasus yang terjadi pada siswa, mencerminkan bahwa siswa mengalami depresi yang luar biasa. Selain usaha dalam belajar, dewa keberuntungan menjadi sesuatu yang dinanti. Sejatinya pendidikan mampu menjadikan manusia cerdas, berpikir luas, bukan sebaliknya. Paulo Freire dengan konsep pendidikan yang membebaskan inilah yang mampu menjadikan siswa open mind terhadap ilmu pengetahuan. Siswa yang diberikan kebebasan dalam belajar, justru akan merasa menikmati belajarnya. Belajar sejatinya menjadikan manusia memahami makna ilmu pengetahuan secara mendalam.
Tabuh Ujian Nasional telah bergaung. Beragam persiapan menjelang UN 2015 ini banyak dilakukan diberbagai sekolah. Proses pemadatan jadwal sekolah, hingga karantina siswa dilakukan untuk menyambut datangnya UN. Ujian nasional yang akan dilaksanakan pada bulan 13-15 April untuk tingkat SMA sederajat, 4-7 Mei untuk SMP sederajat, hingga Mei untuk tingkat SD sederajat. Meskipun kebijakan UN bukan satu-satunya penentu kelulusan, namun UN memiliki peranan yang sangat urgen.
Siapkah dengan UN Online?
Wacana akan diadakannya UN secara online akan diluncurkan tahun 2015 ini. Pemerintah melalui kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah menegaskan akan adanya UN secara online. Menggunakan computer based test pemerintah akan menunjuk salah satu sekolah pada tingkat kecamatan sebagai pusat pelaksanaan UN online. Pemerintah berdalih bahwa infrastruktur sekolah telah memadai, terutama komputer dan akses internet, sehingga akan mempermudah dalam pelaksanaan UN secara online.
Era globalisasi, seluruh arus informasi dan teknologi berkembang sangat pesat. Indonesia sebagai negara yang tak lepas dari dampak globalisasi tentu tak menginginkan bangsanya tertinggal dalam segala bidang. Melalui salah satu kebijakan dalam dunia pendidikan ini, pemerintah tengah mengambil langkah serius untuk memanfaatkan tekhnologi sebagai bahan ujian nasional.
Pro kontra ujian nasional yang tak pernah selesai, tak menyurutkan pemerintah untuk terus menggenjot roda pendidikan menuju perbaikan. Ujian nasional yang akan dilaksanakan menggunakan sistem online memiliki dua sisi aspek yang patut disoroti.
Pertama, sistem online yang dicanangkan, menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia tengah bersiap menuju pemanfaatan teknologi. Ujian menggunakan sistem online, akan lebih efektif dan efisien. Sebab, penggunaan komputer sebagai bahan ujian tak perlu mengeluarkan biaya banyak untuk mencetak lembar soal dan jawaban.
Kedua, ujian online yang akan dilaksanakan pemerintah tahun ini juga harus melihat ribuan sekolah yang memiliki fasilitas terbatas. Meski dipusatkan di salah satu sekolah di kecamatan, tentu langkah ini tidak akan efektif. Persiapan panjang menghadapi UN pastinya memeras tenaga dan pikiran, jika kelengkapan infrastruktur harus “nebeng” di sekolah lain, secara psikologis anak akan kaget dan tidak dapat berkonsentrasi secara maksimal. Meskipun pemerintah menjanjikan adanya kemudahan akses internet di berbagai wilayah, tidak ada jaminan bahwa akses saat UN bisa mudah. Jika koneksi internet buruk, hal ini jelas akan memperburuk kondisi sekaligus hasil UN siswa.

Kesiapan UN secara online tidak hanya terbatas pada wilayah pemenuhan infrastruktur sekolah semata, aspek psikologis dan kemampuan serta kesiapan siswa menjadi pertimbangan penting. Ribuan siswa di pelosok negerilah yang patut mendapatkan perhatian dalam mencanangkan kebijakan baru. Pada hakikatnya, asas keadilan yang termaktub dalam pancasila berlaku pula dalam dunia pendidikan. Sehingga siswa tidak lagi menjadi korban akibat ketidaksiapan pelaksanaan kebijakan dalam pendidikan. Indahnya pendidikan dengan beragam sarana dan prasarana juga wajib diberikan kepada siswa yang berada di pelosok negeri, bukan hanya sekolah-sekolah perkotaan semata.  

Memperingati Hari Pers Nasional


Peringatan hari pers nasional yang baru-baru ini digelar, merupakan satu apresiasi tinggi untuk insan media. Perkembangan jurnalisme di Indonesia sangat pesat. Beragam produk, karya menjadi salah satu prestasi yang telah diraih oleh insan media.
Seiring perkembangan teknologi, media tidak sekedar berkutat dalam media cetak semata. Media online saat ini tengah digandrungi oleh beragam khalayak luas. Berbagai berita ter-update bisa kita nikmati setiap saat. Begitu cepatnya update berita terkini dalam media online, juga harus diimbangi dengan adanya kualitas berita yang ditulis. Masyarakat sebagai pembaca tentu menginginkan pemberitaan yang komprehensif dan sesuai dengan kenyataan.
Banyaknya kasus baik dibidang ekonomi, sosial, maupun budaya membuat ramai pemberitaan di media masa. Slogan “Pers Sehat, Bangsa Hebat” ini memiliki makna yang sangat berarti jika diaplikasikan semaksimal mungkin. Sebagai pembaca dan penikmat berita, penulis tentu mengharapkan insan pers mampu memiliki konsistensi dalam menjaga kestabilan tulisan. Provokasi dari beragam pihak manapun seharusnya mampu dihadang dengan kemampuan menjaga citra sekaligus independensi pers.  
Munculnya Pegiat Jurnalisme
Media kini tidak hanya dikembangkan oleh perusahaan media masa. Dibeberapa sekolah maupun perguruan tinggi di Indonesia, lembaga pers mulai berkembang pesat. Di Perguruan Tinggi terdapat Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia yang hingga kini tetap eksis dengan aktivitas pers.
Jurnalis cilik hingga pegiat jurnalisme mulai berkembang. Beragam surat kabar, majalah, tabloid dan sebagainya dikeluarkan sebagai bukti kemampuan jurnalis dalam mengembangkan bakat dan karyanya. Pada hakikatnya, pemeran jurnalisme bukan hanya wartawan atau pemilik media semata. Lebih dari itu, setiap masyarakat memiliki andil penting dalam membentuk sebuah opini masyarakat. Tentu bukan hal yang tabu jika banyak pewarta yang berasal dari background pendidikan yang beragam. Sebab, dalam berbagai aktivitas, sesungguhnya aktivitas jurnalisme telah kita lakukan tanpa kita sadari.
            Dukungan terhadap aktivitas jurnalisme, terutama di sekolah maupun kampus harus terus mengalir. Aktivitas jurnalisme yang didukung dengan baik, niscaya akan menghasilkan karya yang luar biasa hebat. Sebab, tiada hari tanpa pewarta, dunia tanpa berita, dan kita semua adalah pemerannya.


WISUDAKU



Empat tahun sudah menimba ilmu di IAIN Walisongo Semarang. Pendidikan Agama Islam menjadi pilihanku untuk belajar. Kamis, 29 Januari 2015 menjadi momen bahagia untuk merayakan wisuda bersama keluarga, kawan, dan saudara. Masuk pada bulan Juli 2010, seharusnya aku dapat menempuh wisuda tahun lalu. Seiring berjalannya waktu, status kelulusanku adalah terlambat. Sehingga meskipun lulus tepat di 8 semester, namun aku baru dapat mengikuti wisuda pada bulan Januari 2015 tepatnya di semester 9.
Meskipun terlambat, enam bulan penantian dapat ku kejar dengan beragam aktivitas. Menunggu menjadi sesuatu yang membosankan, sehingga beragam cara ku lakukan untuk bisa beraktivitas. Salah satunya dengan bekerja di salah satu SD di Sukorejo. Memasuki bulan Desember 2014, aktivitas mengajar di SD ku jalani. Seiring perjalanan waktu, bulan Januari akhirnya status mengajarku tak lagi ada. Sebab telah digantikan oleh guru yang telah berstatus Negeri. Sementara itu, aku dipindahkan dibagian Tata Usaha (TU). Serasa tak nyaman, yah memang administrasi bukanlah bidangku. Akhirnya, mencoba peruntungan di salah satu SMP di Boja. Akhirnya, panggilan itupun datang. Hingga pada 13 Januari 2015, aku resmi mengajar di SMP.
Alhamdulillah, dihari bahagiaku kini, status pengangguran telah sirna. Hehehe... Pasca wisuda, tak lagi risau mencari pekerjaan lagi. Ratusan mahasiswa yang akan di wisuda kali ini, pastinya sangat berbahagia. Kali ini menjadi moment seumur hidup hingga dapat merasakan indahnya wisuda S1. Semoga bisa lanjut S2 yah... Amien.


 
MALIKHAH SAN © 2012 | Edited Designed by Kurungan Celotehan