About Me

Malikhah; seorang ibu rumah tangga yang juga ASN dan aktif mengajar di SMPN 1 Singorojo. Lahir pada tanggal 28 Oktober 1991, dengan semangat sumpah pemuda semangat menulis untuk meninggalkan jejak digital yang bisa bermanfaat untuk semua.

Babat Habis Krisis Ekonomi



Mata uang menjadi salah satu bentuk kedaulatan yang dimiliki oleh sebuah bangsa. Mata uang memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan ekonomi suatu negara. Indonesia memiliki rupiah sebagai mata uang yang dapat digunakan untuk beragam transaksi. Perubahan bentuk maupun nilai mata uang di Indonesia sudah sering terjadi. Dahulu, di Indonesia beredar uang sebesar Rp. 5, 00, Rp. 25, 00, dan sebagainya. Namun saat ini uang senilai itu sudah tidak beredar lagi. Perubahan peredaran keuangan di Indonesia seringkali tidak disadari oleh masyarakat. Setelah mata uang dengan nilai tertentu menghilang dan tidak lagi muncul dalam peredaran, barulah masyarakat menyadari apabila peredarannya sudah dihentikan.
Saat ini isu redenominasi santer terdengar dikalangan masyarakat Indonesia. Redenominasi rupiah merupakan penyederhanaan rupiah tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Penyederhanaan yang dimaksud adalah penyederhanaan mata uang yang memiliki nominal besar berubah menjadi nominal kecil. Kongkretnya, semisal uang dengan nilai Rp. 1.000, 00 akan diringkas dengan uang Rp. 1, 00, uang sebesar Rp. 10.000, 00 berubah menjadi Rp. 10, 00, dan lain-lain.
Pro kontra tentang redenominasi ini semakin menarik untuk diperbincangkan. Redenominasi menjadi sebuah perubahan yang mampu memberikan dampak signifikan bagi masyarakat. Hal itu akan memberikan dampak bagi perkembangan ekonomi bangsa Indonesia. Dampak yang paling terasa dalam bidang ekonomi antara lain adanya lonjakan harga barang dagangan akibat pembulatan mata uang setelah adanya redenominasi. Sehingga momentum perubahan penyederhanaan rupiah ini bisa jadi dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Untuk melakukan redenominasi tentunya melalui proses yang panjang, dan harus melewati persyaratan yang telah ditentukan. Banyak syarat yang mesti dipenuhi salah satunya inflasi mata uang yang ada di sebuah negara, dalam hal ini adalah inflasi mata uang di Indonesia. Besaran inflasi di negara yang akan melakukan redenominasi tersebut harusnya kecil dan cenderung stabil. Jika kita umpamakan, harga gula 10 tahun yang lalu Rp.1.000 per kg, namun harga gula sekarang hampir 10 kali lipat. Maka dapat kita ketahui telah terjadi inflasi terhadap harga gula sebesar 10 kali lipat dari harga gula pada saat 10 tahun yang lalu. Tingginya inflasi tentu akan berdampak pada psikologi masyarakat yakni ketidaksiapan masyarakat dalam menghadapi perubahan kebijakan ini.
Jika permasalahan ekonomi seperti ini belum mampu dipecahkan oleh pemerintah, tentunya redenominasi yang digagas pemerintah tidak perlu dilakukan. Pemerintah belum sepenuhnya siap dengan perubahan yang akan dilakukan. Permasalahan kemiskinan akibat ekonomi pun masih menjamur. Alangkah baiknya jika pemerintah mampu membabat habis permasalahan krisis ekonomi yang terjadi, bukan menambah persoalan yang memberikan dampak buruk bagi masyarakat.

Fasilitas Terbatas, Nyawa Tandas



Kesehatan menjadi sebuah harta paling berharga dalam kehidupan seseorang. Kasus meninggalnya Dera, seorang bayi kembar yang terlahir prematur sangat ironis. Kasus yang memanas minggu ini membuat publik tercengang, hingga ramai dibicarakan. Media massa yang menjadi penggiring isu semakin gencar memberitakan kasus ini. Sehingga permasalahan ini menjadi semakin meluas, hingga menjadi pelanggaran hak anak. Kasus yang dialami oleh Dera ini menjadi keprihatinan bersama bagi masyarakat Indonesia.
Ironisnya kasus Dera ini banyak menuai kontroversi akan kebenaran yang terjadi di lapangan. Kebenaran akan penolakan terhadap Dera dari berbagai rumah sakit (RS) inilah yang menjadi titik poin pengembangan isu ini. Penolakan Dera di beberapa RS dinilai banyak pihak terlalu kejam. Namun, kita juga tidak bisa mengeneralisir persoalan begitu saja. Perlu kita cermati akar permasalahan yang sebenarnya terjadi. Jika memang Dera ditolak akibat tiadanya biaya pengobatan, tentunya kasus ini perlu ditindak lanjuti. Namun, jika tidak demikian, tentunya tidak bisa salah satu pihak disalahkan begitu saja. Karena hanya akan merugikan salah satu pihak yang notabene tidak dapat disalahkan.
Jika dicermati dari berbagai media massa, kasus Dera ini bukan menjadi kesalahan salah satu pihak. Pasalnya, baik pihak keluarga Dera maupun pihak RS tentunya sudah berjuang untuk kesembuhan Dera. Pihak RS yang terkesan ‘menolak’ pasien, tentunya bukan tanpa alasan. Fasilitas Neonatal Intensive Care Unit (NICU) yang dibutuhkan Dera untuk perawatan kesehatannya memang sangat minim. Ditambah lagi dengan pengguna NICU yang sangat banyak, sehingga fasilitas tersebut tengah penuh. Dalam hal ini, tentu saja pihak RS tidak bisa disalahkan juga, karena tidak mungkin mengusir pasien yang tengah dirawat di ruang NICU. Keputusan pihak RS yang menolak ini tentunya tidak dapat disalahkan juga. Kesan yang menganggap bahwa RS tidak mampu melayani masyarakat dengan baik, terutama masyarakat miskin tentunya perlu ditelaah terlebih dahulu. Meskipun banyak RS yang melakukan tindakan semena-mena terhadap pasien yang kurang mampu, namun optimis masih ada RS yang peduli dan mmapu meberikan pelayanan baik dalam masyarakat.
Permasalahan akses kesehatan di Indonesia selama ini masih jauh dari kata sempurna, namun menilik permasalahan ini perlu disikapi dengan bijak. Minimnya fasilitas kesehatan yang dimiliki RS di Indonesia bukanlah hal yang baru. Keterbatasan fasilitas ini berbanding terbalik dengan adanya pengguna fasilitas kesehatan. Imbasnya, akses kesehatan di Indonesia kurang maksimal. Sebagai pengguna layanan kesehatan, baik masyarakat maupun pemerintah harusnya saling memahami. Artinya, pemerintah sebagai pelayan masyarakat, harus menyediakan penambahan fasilitas kesehatan setiap tahun. Begitu juga masyarakat yang harus menggunakan fasilitas dari pemerintah dengan baik. Rumah sakit sebagai media pengobatan masyarakat juga wajib memberikan pelayanan sebaik mungkin.
Melihat kasus tentang persoalan akses kesehatan di Indonesia, tentunya pemerintah perlu mengambil langkah bijak, tepat, dan cepat. Sistem regulasi informasi tentang adanya fasilitas RS perlu ditata kembali. Informasi terpadu disetiap masing-masing rumah sakit perlu ditingkatkan, agar masyarakat dapat mengakses informasi lebih jelas. Sehingga, ada kerja sama yang baik antar rumah sakit. Fasilitas kesehatan yang masih kurang juga perlu segera ditambahkan, jangan menunggu kasus-kasus seperti ini bergulir terlebih dahulu. Jika masalah fasilitas kesehatan dianggap remeh, maka hanya akan terjadi banyak nyawa tandas akibat fasilitas terbatas. 

 
MALIKHAH SAN © 2012 | Edited Designed by Kurungan Celotehan