About Me

Malikhah; seorang ibu rumah tangga yang juga ASN dan aktif mengajar di SMPN 1 Singorojo. Lahir pada tanggal 28 Oktober 1991, dengan semangat sumpah pemuda semangat menulis untuk meninggalkan jejak digital yang bisa bermanfaat untuk semua.

PENGERTIAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN



I.          PENDAHULUAN
       Semenjak anak terlahir ke dunia tentunya telah membawa potensi-potensi dalam dirinya. Potensi yang dimiliki anak tersebut akan berkembang sesuai dengan pendidikan yang diberikan kepada anak tersebut. Disini, keluarga memiliki peranan yang sangat urgen terhadap perkembangan anak, sebab keluarga menjadi tempat belajar anak untuk pertama kalinya.
       Seiring berkembangnya usia, anak akan mengalami banyak perubahan. Tentunya pendidikan yang akan diterima menjadi satu hak yang harus dipenuhi oleh orang tua. Dari uraian diatas, jelas kiranya bahwa masalah pendidikan adalah masalah setiap orang tua dan para pendidik lainnya. Dalam hal ini, akan dibahas terkait psikologi pendidikan yang mana sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, pengetahuan psikologi mengenai anak didik dalam proses pendidikan adalah hal yang perlu dan penting untuk dipelajari oleh pendidik terutama. Meruntut dari permasalahan tersebut, dalam makalah ini akan dipaparkan lebih jauh terkait wacana tentang psikologi pendidikan yang memang menjadi kebutuhan oleh seorang pendidik. Semoga bermanfaat.

II.          RUMUSAN MASALAH
A.      Apakah Pengertian Psikologi Pendidikan itu?
B.       Bagaimana Ruang Lingkup Psikologi Pendidikan?
C.       Bagaimana Teori Belajar dalam Psikologi Pendidikan?
D.      Apa Manfaat Mempelajari Psikologi Pendidikan?

III.          PEMBAHASAN
A.       Wacana Tentang Psikologi Pendidikan
Psikologi pendidikan menjadi salah satu cabang ilmu psikologi yang mengkhususkan diri pada cara memahami pengajaran dan pembelajaran dalam lingkungan keluarga. Bidang psikologi didirikan oleh beberapa perintis terkemuka yang muncul diawal sejarah psikologi, berikut tokoh-tokoh yang mempeloporinya:
1.         William James (1890)
Pada tahun 1842-1910 dia memberikan serangkaian kuliah yang bertajuk “Talks to Teacher” (James, 1899/ 1993). Pada saat kuliah ini dia mendiskusikan tentang aplikasi psikologi untuk mendidik anak. Dia menegaskan pentingnya mempelajari proses belajar dan mengajar dikelas guna meningkatkan mutu pendidikan.
Salah satu rekomendasinya adalah mulai mengajar pada titik yang sedikit lebih tinggi diatas tingkat pengetahuan dan pemahaman anak dengan tujuan untuk memperluas cakrawala pemikiran anak.
2.         John Dewey (1859-1952)
Dia menjadi motor penggerak untuk mengaplikasikan psikologi di tingkat praktis.  Dia berpandangan bahwa anak merupakan pembelajar aktif (active learner). Dia berkeyakinan bahwa anak-anak akan belajar dengan lebih baik jika anak-anak belajar aktif..
3.         E. L Thorndie (1872-1949)
Dia memberi perhatian pada penilaian dan pengukuran dan perbaikan dasar-dasar belajar secara ilmiah. Dia berpendapat bahwa salah satu tugas pendidikan di sekolah yang paling penting adalah menanamkan keahlian penalaran anak. Dia mengajukan gagasan bahwa psikologi pendidikan harus punya basis ilmiah dan harus berfokus pada pengukuran. (O’Donnell & Levin, 2001).[1]
Secara etimologi kata Psikologi berasal dari bahasa Yunani, Psyche artinya jiwa, sedangkan logos artinya ilmu. Jadi psikologi artinya ilmu jiwa.
Sedangkan secara terminologi psikologi berarti belajar ilmiah tentang tingkah laku dan mental. Dalam Al-Qur’an juga telah ditegaskan mengenai masalah jiwa atau ruh, yakni  Dan mereka bertanya tentang ruh. Katakanlah, ruh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan hanya sedikit" (QS Al-Isra’, [17]: 85).
Selain pengertian diatas, beberapa ahli psikologi juga mendefinisikan arti dari psikologi pendidikan, yakni:
1.         H. C Whitherington
“Psikologi pendidikan adalah suatu studi yang sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan manusia.”
2.         Lester D. Crow, Ph. D dan Alice Crow, Ph. D
“Educational psycology can be regarded as an applied science, in that it seeks to explain learning according to scientifically determined principles and facts concerning human behavior”
Yang artinya, “Psikologi pendidikan dapat dipandang sebagai ilmu pengetahuan praktis, yang berguna untuk menerangkan belajar sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan secara ilmiah dan fakta-fakta sekitar tingkah laku manusia.”
3.         WS. Winkel SJ, M. SC
“Psikologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari pra syarat-pra syarat (faktor-faktor) bagi pelajar di sekolah, berbagai jenis belajar dan fase-fase dalam semua proses belajar.”[2]
Psikologi pendidikan memiliki tujuan mempelajari tingkah laku manusia dan perubahan tingkah laku itu sebagai akibat proses dari tangan pendidikan dan berusaha  bagaimana suatu tingkah laku itu seharusnya diubah, dibimbing melalui pendidikan.[3]
Dari pengertian diatas, dapat ditarik benang merah, bahwasanya psikologi pendidikan merupakan satu disiplin ilmu yang mempelajari tentang aktifitas individu dan faktor-faktor yang memengaruhi proses pendidikan.

B.       Ruang Lingkup Psikologi Pendidikan
       Pada dasarnya psikologi pendidikan adalah suatu disiplin psikologi yang khusus mempelajari, meneliti, dan membahas seluruh tingkah laku manusia yang terlibat dalam proses pendidikan itu. Yang meliputi beberapa hal, yakni tingkah laku belajar oleh siswa, tingkah laku mengajar oleh guru, dan tigkah laku belajar mengajar oleh guru dan siswa yang saling berinteraksi.[4] Jadi, ruang lingkup psikologi pendidikan tidak terlepas kaitannya dengan definisi atau objek formal yang menjadi titik berat studi dari ilmu ini.
       Berdasarkan pendapat para ahli, seperti Herbert J. Klausmeier dan James Moully, dapat diketahui beberapa ruang lingkup yang dipelajari dalam psikologi pendidikan, antara lain:
1.         Anak dan hakikat perkembangannya termasuk kemungkinan perbedaan-perbedaan individualitasnya
2.         Belajar, jenis dan prosesnya termasuk prinsip dan faktor yang memengaruhi efisiensinya
3.         Mengajar dan prinsip-prinsipnya serta kondisi dan situasinya yang dapat mendatangkan efisiensi dan efektifitas belajar dalam rangka mengembangkan potensi-potensi anak didik  secara maksimal.[5]
       Menurut pendapat Muhibbin Syah, ruang lingkup psikologi pendidikan lebih menitikberatkan pada:
1.         Belajar, meliputi teori, prinsip, dan ciri khas perilaku siswa
2.         Proses belajar yang didalamnya terdapat tahapan perbuatan dan peristiwa yang terjadi dalam kegiatan belajar siswa
3.         Situasi belajar adalah suasana dan keadaan lingkungan baik bersifat fisik maupun non fisik yang berhubungan dengan kegiatan belajar siswa.
Menurut Samuel Smith, yang dikutip oleh Sumadi Suryabrata, dengan menitikberatkan pada 16 topik, antara lain:
1.         Pengetahuan tentang psikologi pendidikan (The Science of Educatinal Psychology)
2.         Heriditas atau karakteristik pembawaan sejak lahir (heredity)
3.         Lingkungan yang bersifat fisik (physical structure)
4.         Perkembangan siswa (growth)
5.         Proses-proses tingkah laku (behavior processes)
6.         Hakikat dan ruang lingkup belajar (nature and scope of learning)
7.         Faktor-faktor yang memengaruhi belajar (factors that condition learning)
8.         Hukum dan teori belajar (law and theories of learning)
9.         Pengukuran yaitu prinsip-prinsip dasar dan batasan pengukuran evaluasi (measurement, basic prinsiples and definitions)
10.     Transfer belajar dengan menekankan pada mata pelajaran  (transfer of training: subject matter)
11.     Sudut pandang praktis mengenai pengukuran (practical aspect of measurement)
12.     Ilmu statistik dasar (element of statistic)
13.     Kesehatan rohani (mental hygiene)
14.     Pendidikan pembentukan watak (character education)
15.     Pengetahuan psikologi, tentang mata pelajaran sekolah menengah (psichology of secondary school subyect)
16.     Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah dasar (psychology of elementary school subyect). [6]

C.       Teori Belajar dalam Psikologi Pendidikan
Dari beberapa ruang lingkup dalam psikologi pendidikan, perihal belajar menjadi sentral pembahasan dalam psikologi pendidikan. Hal ini disebabkan karena belajar mengajar merupakan perilaku inti dalam proses pendidikan dimana anak didik dan pendidik berinteraksi.
Dalam perkembangannya, psikologi pendidikan selalu memunculkan teori-teori belajar. Secara umum, ada 3 teori belajar, yakni:
1.      Teori belajar Behavior
Teori ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.[7]
Menurut E. R Guthrie (1886-1959), dia menemukan prinsip belajar, yang berbunyi “suatu kombinasi stimuli yang telah menyertai suatu gerakan, cenderung akan menimbulkan gerakan itu, apabila kombinasi stimuli itu muncul kembali. Dengan kata lain, jika anda mengerjakan sesuatu dalam situasi tertentu, maka nantinya dalam situasi yang sama anda akan mengerjakan hal serupa dalam situasi yang sama.[8]
2.      Teori Belajar Kognitif
Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses informasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudia menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.[9]
Salah satu tokoh psikologi, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktifitas gradual daripada fungsi intelektual dari kongkret menuju abstrak. Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemampuan mental baru yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektual adalah pertumbuhan yang tidak kuantitatif, melainkan kualitatif.
Piaget menggunakan istilah “scheme” yang berarti tingkah laku yang diulang-ulang. Scheme berhubungan dengan reflek-reflek pembawaan, misalnya bernafas, makan, minum. Pengaplikasian teori belajar ini yakni perkembangan kognitif bergantung apada akomodasi. Kepada siswa harus diberikan suatu area yang belum diketahui agar ia dapat belajar, karena ia tak dapat belajar dari apa yang telah diketahuinya saja. Ia tak dapat menggantungkan diri pada asimilasi. Dengan adanya area baru ini, siswa akan mengadakan usaha untuk dapat mengkomodasi. Situasi atau area inilah yang akan mempermudah pertumbuhan kognitif.[10]
3.      Teori Belajar Humanistik
Perhatian teori belajar humanistik ini terutama tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Para tokoh teori ini berpandangan bahwasanya tiap orang itu menentukan perilaku mereka sendiri. Mereka bebas dalam menentukan kualitas hidup mereka, tidak terikat oleh lingkungannya.
Beberapa tokoh dari teori humanistik ini antara lain, Combs, Maslov, dan Rogers. Combs menyatakan bahwa apabila kita ingin memahami perilaku orang, kita harus mencoba memahami dunia persepsi orang itu. Dia mengatakan bahwa perilaku buruk sesungguhnya tak lain hanyalah dari ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Jika menurut pandangan Maslow, dia membagi kebutuhan-kebutuhan manusia menjadi tujuh hirarki. Hirarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini memiliki implikasi yang penting harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar tidak mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
Menurut pandangan Rogers, dalam bukunya “Freedom to Learn”, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip belajar humanistik yang penting, diantaranya adalah:
a.       Manusia itu mempunyai kemampuan untuk belajar secara alami
b.      Belajar yang signifikan terjadi apabila subject matter dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri
c.       Belajar yang menyangkut suatu perubahan didalam persepsi mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.[11]
D.       Fungsi psikologi dalam Pendidikan
       Seperti teorinya jhon Dewey mengenai pendidikan proggresif, dimana guru menjadi pelayan murid, dengan perkataan lain bahwa perhatian guru hendaknya ditujukan untuk anak didiknya. Sehingga setiap aspek pelayanan pendidikan diperuntukkan bagi terwujudnya aktivitas belajar yang efektif. Oleh karena itu, psikologi pendidikan berfungsi sebagai:
1.         Memberikan pelayanan dan pelajaran terhadap anak didik, sesuai dengan perkembangan jiwa mereka
2.         Mengenal dan memahami keberadaan setiap anak didik secara utuh, baik secara individual maupun kelompok
3.         Memperlakukan anak didik sesuai dengan keadaan jiwa yang sedang dialaminya
4.         Membantu anak didik dalam mengatasi masalah pribadi yang dihadapi
5.         Mewujudkan tindakan psikologi yang tepat dalam interaksi belajar mengajar.[12]

IV.          KESIMPULAN
Psikologi pendidikan merupakan satu disiplin ilmu yang mempelajari tentang aktifitas individu dan faktor-faktor yang memengaruhi proses pendidikan. Pada dasarnya psikologi pendidikan adalah suatu disiplin psikologi yang khusus mempelajari, meneliti, dan membahas seluruh tingkah laku manusia yang terlibat dalam proses pendidikan itu. Yang meliputi beberapa hal, yakni tingkah laku belajar oleh siswa, tingkah laku mengajar oleh guru, dan tigkah laku belajar mengajar oleh guru dan siswa yang saling berinteraksi.
Dalam perkembangannya, psikologi pendidikan selalu memunculkan teori-teori belajar. Secara umum, ada 3 teori belajar, yakni
a.       Teori Behavioristik
b.      Teori Kognitif
c.       Teori Humanistik
Beberapa fngsi Psikologi pendidikan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1.         Memberikan pelayanan dan pelajaran terhadap anak didik, sesuai dengan perkembangan jiwa mereka
2.         Mengenal dan memahami keberadaan setiap anak didik secara utuh, baik secara individual maupun kelompok
3.         Memperlakukan anak didik sesuai dengan keadaan jiwa yang sedang dialaminya

V.          PENUTUP
Demikian makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas psikologi pendidikan. Tentunya kami menyadari bahwasanya dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran membangun sangat saya butuhkan. Semoga dengan adanya makalah ini, dapat bermanfaat bagi pembaca.




DAFTAR PUSTAKA
Dalyono, M. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Mustaqim,  2008. Psikologi Pendidikan. Semarang:  Pustaka Pelajar Offset
Sabri, M. Alisuf. Psikologi PendidikaN. 2010. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya
Soemanto, Wasty. 1990. Psikologi Pendidikan. t.t: PT. Rineka Cipta
Santrock, John W. 2001. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group
Romlah. 2010. Psikologi Pendidikan. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang
Wahib, Abdul. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta:Rineka Cipta




                [1] John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2001), hlm. 4-5
                [2] Mustaqim, Psikologi Pendidikan¸(Pustaka Pelajar Offset: Semarang, 2008), hlm. 1-2
                [3] Abdul Wahib, Psikologi Pendidikan, (Jakarta:Rineka Cipta, 2010), hlm. 1
                [4] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 12
                [5] M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2010), hlm. 3-4
                [6] Romlah, Psikologi Pendidikan, (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2010), hlm. 25-26
[8] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (-: PT. Rineka Cipta, 1990), hlm. 119
[10] Wasty Soemanto, Op. Cit, hlm. 123-125
[11] Wasty Soemanto, Op. Cit, hlm. 128-132
                [12] Ibid, hlm. 28

Baksos, Menggugah Jiwa Sosial Kader


Mahasiswa sebagai agen perubahan, tentunya secara kemampuan dan kapasitasnya tidak diragukan lagi. Potensi yang dimiliki menjadi modal utama sebagai penggerak perubahan. Negara Indonesia yang tengah mengalami krisis multidimensi, perlu adanya suatu pembaharuan dan perubahan yang signifikan. Disini, mahasiswa memiliki peran besar dalam mengawal perubahan tersebut. Disisi lain, mahasiswa juga harus peka terhadap kondisi masyarakat Indonesia yang masih banyak berada pada garis kemiskinan.
Betapa banyaknya orang-orang yang berada digaris kemiskinan. Berdasarkan data dari BPS pada Maret 2011 angka kemiskinan sebanyak 30,03 juta jiwa atau 12,49% dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah tersebut sangat memprihatinkan. Angka pengangguran yang semakin menggunung di Indonesia ini, semakin memperparah kondisi masyarakat. Ditengah-tengah gemerlapnya kemewahan, masih banyak orang-orang yang tidak mampu, dan harus berjuang untuk mempertahankan kehidupannya.
Dengan mengusung visi sosial, pengurus Rayon Tarbiyah, yang digawangi oleh sahabat Muhammad Busro Asmuni berusaha mengaplikasikannya. Visi sosial dan pengabdian masyarakat yang ditandaskan dalam agenda Bakti Sosial (Baksos) ini merupakan bentuk bakti PMII RATA kepada masyarakat. Busro selaku ketua umum PMII RATA mengatakan, “kegiatan Baksos ini merupakan aplikasi visi sosial yang telah termaktub dalam visi PMII RATA”. Dia menambahkan, visi tersebut menjadi salah termasuk salah satu latar belakang diadakannya Baksos di desa Banjaran. Senada dengan Busro, Ahmad Munir, yang juga menjadi panitia SC dari kegiatan Baksos ini menuturkan bahwa Baksos ini sebenarnya telah lama ada, namun dalam beberapa tahun terakhir ini, kegiatan tersebut tidak pernah dilaksanakan oleh pengurus PMII RATA. “Oleh karena itu, kami tergerak untuk melanjutkan kembali kegiatan yang telah lama mati suri tersebut, sehingga PMII RATA tidak hanya eksis didalam kampus, namun di masyarakat juga”, tandasnya.
Setiap kegiatan tentunya memiliki target yang jelas. Begitu pula dengan agenda Baksos ini, tidak hanya sekedar menggugurkan program kerja yang telah dicanangkan, namun lebih dari itu. Substansi dari acara tersebut juga harus mengena, baik untuk para kader maupun untuk masyarakat sebagai sasaran utamanya. “Dengan adanya baksos ini, diharapkan kader-kader PMII dapat dikenalkan kepada masyarakat”, tutur Busro saat diwawancarai tim LkaP disela-sela kesibukannya mempersiapkan agenda RTAR. Munir juga mengatakan bahwa kader-kader PMII juga harus tahu, bahwasanya PMII juga peduli dengan masyarakat. “Agenda baksos ini bertujuan untuk menyadarkan kepada kita bahwasanya kita merupakan makhluk sosial yang harus saling membantu”, kata Munir.
Beberapa agenda yang telah dirumuskan sebelumnya memiliki banyak manfaat bagi masyarakat desa Banjaran. “Penyuluhan kesehatan; lomba vestifal anak sholeh yang terdiri dari lomba adzan, baca tulis al-Qur’an, dan lomba cerdas cermat; pentas seni dan pemutaran film merupakan serangkaian acara baksos di Banjaran ini”, ujar Munir yang kami wawancarai diserambi masjid tempat Baksos dilaksanakan. Munir menambahkan, selain agenda-agenda untuk anak-anak, ada agenda lain yang kami laksanakan, yakni kerja bakti lingkungan dan papanisasi, pembagian sembako; dan pengajian akbar. Jadi selain untuk memberikan pengetahuan kepada anak-anak disana, kami memberikan bantuan kepada masyarakat setempat.
Adanya agenda yang dilaksanakan oleh pengurus PMII Rata sangat disambut hangat oleh masyarakat setempat. Bapak Iwan selaku ketua RT setempat menuturkan bahwa dengan adanya baksos ini saya dan warga sini merasa sangat senang dan terbantu. “Saya berharap agenda seperti ini bisa dilakukan sesering mungkin, mengingat masih banyak sekali warga yang membutuhkan bantuan dari sahabat-sahabat PMII”, tambahnya. Suminah yang merupakan salah satu warga desa Banjaran juga menyatakan bahwasanya dengan adanya bantuan pemberian sembako, dia dan ibu-ibu lainnya merasa sangat senang. “Kami tidak menyangka akan mendapatkan bantuan sembako gratis, awalnya kami mengira sembako dijual dengan harga murah, ternyata gratis”, imbuhnya.
Baksos kali ini sangat berbeda dengan Baksos sebeluumnya. Pasalnya dalam agenda Baksos ini akan ada follow up-nya. “Melihat kondisi TPQ yang ada di banjaran, membuat hati kami prihatin”, kata Munir. Busro mengatakan bahwa dia dan pengurus PMII Rata akan mengusahakan bantuan untuk memperbaiki TPQ yang ada disana. Kondisi TPQ yang terbuat dari triplek sangat tidak layak untuk digunakan sebagai tempat belajar mengajar anak-anak. “Kami akan mencoba membuat proposal untuk membantu reparasi TPQ”, ujarnya. Dengan adanya Baksos semoga dapat menggugah hati sahabat-sahabati PMII agar memiliki jiwa sosial yang tinggi.



Oleh, Ophie MGFC and Malikhah San 

Perbedaan Akhlak, Etika, dan Moral


Akhlak menurut bahasa berasal daripada perkataan (al-akhlaku) yaitu kata jama daripada perkataan (al-khuluqu) berarti tabiat, kelakuan, perangai, tingkah laku, adat kebiasaan. Sedangkan menurut istilah, akhlak adalah sifat yang tertanam didalam diri yang dapat mengeluarkan sesuatu perbuatan dengan senang dan mudah tanpa pemikiran, penelitian dan paksaan. Akhlak sering kali kita kaitkan dengan perbuatan. Ibn Miskawaih, ahli falsafah Islam yang terkenal mentakrifkan akhlak itu sebagaikeadaan jiwa yang mendorong ke arah melahirkan perbuatan tanpa pemikiran dan penelitian.
Kunci dari perbuatan itu adalah adanya kehendak. Menurut Ahmad Amin, kehendak dibagi menjadi dua macam gerak, yaitu
1.      Pendorong, yakni suatu dorongan untuk melakukan perbuatan yang ingin dilakukan.
2.      Penahan atau penolak suatu perbuatan, yakni keinginan kita untuk tidak melakukan perbuatan yang kita anggap tidak tepat untuk kita lakukan.
Dari adanya gerak tersebut, kehendak akan terrealisasikan apabila memenuhi adanya 4 unsur, yakni:
a.       Perasaan
b.      Keinginan
c.       Pertimbangan
d.      Azam
Dari ke-empat unsure tersebut, maka perbuatan akan dapat terjadi, namun bisa juga tidak terjadi. Oleh karena itu, akhlak sangat bermanfaat untuk menjalin hubungan antara Allah SWT, diri sendiri, dengan sesame manusia, dan dengan makhluk ciptaan Allah yang lain.
Etika adalah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Etika dapat dibedakan menjadi tiga arti:
1.      Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak)
2.      Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
3.      Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Oleh karena itu, etika diperlukan dalam kehidupan masyarakat untuk menjadi acuan dalam melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang/ sekelompok orang.
Moral, merupakan nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam masyarakat untuk mengatur tingkah lakunya. Moral sering diidentikkan dengan tindakan yang memiliki nilai positif. Seringkali orang yang melakukan perbuatan buruk diidentikkan dengan orang amoral/ tidak memiliki moral. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi.
Beberapa hal yang membedakan antara akhlak, etika dan moral yakni, akhlak merupakan sifat yang tertanam didalam diri yang dapat mengeluarkan sesuatu perbuatan dengan senang dan mudah tanpa pemikiran, penelitian dan paksaan. Kalau dalam etika untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk dengan tolok ukur akal pikiran, sedangkan dalam pembahasan moral tolok ukurnya adalah norma-norma yang hidup dalam masyarakat, yang dapat berupa adat istiadat, agama dan aturan- aturan tertentu. Jadi moral sering diidentikkan dengan perbuatan yang memiliki nilai positif. 

Sukseskan Pilkada


         Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menjadi pintu gerbang awal dalam mencapai kemajuan suatu daerah. Dengan adanya pemimpin yang baik, diharapkan akan berdampak positif bagi daerah tersebut. Pemimpin yang baik terlahir dari cara yang baik pula. Dengan prosesi Pilkada yang demokratis, jujur, dan adil, maka akan terlahir pemimpin yang amanah.
Mahasiswa sebagai agen sosial control menjadi garda terdepan dalam mengawal Pilkada. Pasalnya, mahasiswa memiliki idealisme yang tidak dapat tergadaikan. Sebagai kaum intelektual, mahasiswa tentunya memiliki kemampuan dalam membaca situasi politik secara objektif, sehingga diharapkan mampu menciptakan kondisi yang lebih baik.
Banyak hal yang dapat dilakukan mahasiswa dalam Pilkada. Salah satunya, mahasiswa bekerjasama dengan masyarakat dalam memantau proses berlangsungnya agenda Pilkada. Dimulai pada saat kampanye calon hingga saat pemilihan. Dengan kolaborasi yang bagus antara mahasiswa dan masyarakat, diharapkan Pilkada dapat berjalan dengan baik dan benar sesuai dengan aturan yang berlaku. Setiap kali terjadi penyimpangan dalam prosesi Pilkada, mahasiswa dan masyarakat harus selalu tanggap dan responsif terhadap isu yang beredar. Oleh karena itu, sukseskan prosesi Pilkada yang demokratis, jujur, dan adil.



                                                                                               Oleh, Malikhah "Icha"

Sukseskan Konferensi RIO +20


         Konferensi RIO +20 atau lebih dikenal dengan konferensi pembangunan berkelanjutan yang akan dilaksanakan tanggal 13-22 Juni 2012 ini menaruh harapan besar untuk masyarakat dunia. Konferensi ini guna memperingati 20 tahun Konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan (UNCED) pada 1992 di Rio de Janeiro serta 10 tahun Pertemuan Puncak Dunia untuk Pembangunan Berkelanjutan (WSSD) di Johannesburg, Afrika Selatan. Setelah mati suri selama bertahun-tahun, tentunya dengan adanya pertemuan ini agenda besar yang akan dirumuskan dapat benar-benar dijalankan.
Konferensi ini memang tepat untuk dilaksanakan, melihat krisis multidimensi yang tengah menggerogoti umat manusia ini. Dengan mengusung jargon “Future We Want” atau dalam bahasa Indonesia-nya “Masa Depan yang Kita Mau” setidaknya mewakili sebuah harapan besar untuk mewujudkan masyarakat yang produktif. Konferensi Rio +20 ini berfokus pada dua topik, yaitu ekonomi hijau (green economy) dalam konteks pembangunan berkelanjutan untuk penghapusan kemiskinan dan kerangka institusi untuk pembangunan berkelanjutan. Selain itu, ada tiga pilar sebagai kerangka konferensi: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, dan perlindungan lingkungan.
Meskipun tema yang diusung merupakan ide perubahan yang menyuarakan kepedulian terhadap permasalahan sosial dan lingkungan, namun kita patut skeptis. Setelah 20 tahun dari hasil KTT tahun 1992 tersebut, ternyata masih banyak kesenjangan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Keberlangsungan KTT yang dilaksanakan tempo dulu ternyata tidak dapat menampakkan perubahan yang signifikan. Pertemuan yang saat ini sedang berlangsung jangan hanya menjadi bahan pertarungan wacana antar negara, namun lebih kepada tindakan realistis untuk masyarakat.
Kesenjangan antara negara maju dan berkembang harus segera diatasi. Negara maju yang notabene telah matang dalam berbagai hal, setidaknya mampu memberikan kontribusi dan dukungan terhadap negara berkembang. Terkait permasalahan ekonomi, sosial, maupun politik setidaknya transfer of knowledge maupun transfer tekhnologi akan sangat membantu dalam mensukseskan program ini. Semua negara harus ditegaskan untuk selalu memegang komitmen bersama untuk menjaga integritas yang termaktub dalam tiga pilar tersebut, yakni pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, dan perlindungan lingkungan.
Sudah saatnya pembangunan berkelanjutan ini tidak hanya sekedar pembangunan ekonomi saja, namun perlu diperkuat dengan pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Pembangunan kependudukan juga harus diperhatikan, mengingat hal tersebut sangat urgen untuk menopang kemajuan masyarakat dunia. Partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan, misalnya dengan cara yang sederhana, yakni cukup dengan menghemat sumber daya alam yang dimiliki. Dengan partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam menyukseskan pembangunan ini, Indonesia akan tetap ada hingga setidaknya tahun 2045.


                                                                                                                           by_:: Cha-Cha  ::

Hari Bersih Untuk Bumi*


Bukan bumi yang tidak pernah bersahabat dengan manusia, namun manusia lah yang tidak mau bersahabat dengan lingkungan. Kenyataannya masih banyak bencana alam yang terjadi di bumi pertiwi ini. Akar permasalahannya tidak pernah lepas dari ulah manusia. Meskipun, aksi menjaga lingkungan sudah banyak kita temui diberbagai tempat,, namun kesadaran individu belum mengakar dalam diri.
Banyak aksi yang dilakukan untuk menjaga kebersihan lingkungan semisal pembuatan tong sampah dan kerja bakti. Adanya pembuatan tong sampah yang dibuat dengan menyesuaikan jenis sampah, ternyata tidak direspon. Banyak mahasiswa justru semakin enggan untuk membuang sampah pada tempat sampah yang sesuai dengan jenis sampah. Hal ini menunjukkan betapa acuhnya terhadap kebersihan lingkungan.
Langkah kecil yang dilakukan akan berdampak besar bagi kelestarian lingkungan hidup yang saat ini semakin mengalami degradasi kepedulian terhadap lingkungan. Pembiasaan menjadi strategi untuk menggalakkan kebersihan lingkungan. Setidaknya kita harus saling mengingatkan untuk menjaga kebersihan lingkungan. Biasakan buat hari bersih untuk bumi. Lakukan setiap satu minggu sekali sebagai agenda rutin untuk membersihkan lingkungan sekitar kita. Sehingga kita memiliki kesadaran betapa pentingnya menjaga lingkungan.

            *Penulis adalah pegiat forum diskusi SRIKANDI yang konsen dalam kajian "Ideologi"

 
MALIKHAH SAN © 2012 | Edited Designed by Kurungan Celotehan