Jeli Identifikasi Calon Pemimpin

Keputusan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam mengusung Joko Widodo alias Jokowi sebagai calon presiden (capres) menjadi salah satu gebrakan ampuh dalam dunia perpolitikan. Momentum lima tahunan ini memang dimanfaatkan betul oleh seluruh partai politik (parpol) untuk mendapatkan kursi kekuasaan. Disinilah terlihat geliat partai PDIP yang tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Betapa tidak, Jokowi yang merupakan salah satu tokoh yang memiliki elektabilitas tinggi diusung menjadi capres meski tengah menjabat gubernur DKI Jakarta. Masyarakat tidak akan asing dengan sosok calon presiden gemar blusukan ini. Dekatnya Jokowi dengan masyarakat, membuat pamornya melejit dengan sangat cepat.

Lembaga survey Indikator Politik pimpinan Burhanuddin Muhtadi seputar elektabilitas calon presiden (capres) pada Februari 2014, telah menunjukkan bahwa Jokowi masih menjadi capres paling potensial saat ini. Pada saat dilakukan simulasi 6 capres, elektabilitas Jokowi menembus angka 41,5%. Angka ini jelas telah menggeser nama-nama capres yang diusung oleh partai lain.

Pencalonan Jokowi untuk menjadi calon presiden, juga membuat banyak calon dari berbagai partai berlomba-lomba meminang Jokowi untuk berduet dalam pencapresan ini. Elektabilitas Jokowi yang melejit, tentu saja menjadi senjata ampuh untuk memenangkan pilpres ke depan. Partai lain memang harus siap untuk pasang kekuatan yang ampuh melawan pencalonan Jokowi. Ada tiga pilihan bagi partai-partai lain melihat geliat pencapresan Jokowi, yakni merapat kepada Jokowi atau melawan pencalonan Jokowi, atau bahkan tidak maju sama sekali dalam pencapresan. Karena sudah jelas, Jokowi memiliki potensi besar memenangkan pilpres ini, terlepas dari segala kritik dan kekurangan dalam kepemimpinan Jokowi. Meskipun demikian, bukan berarti partai lain akan mundur begitu saja, meski elektabilitas Jokowi sangat tinggi. Pasti, masih banyak partai yang memiliki keberanian untuk tetap mengusung calon presiden dari partai masing-masing.

Pemimpin Primadona

Saat ini masyarakat tengah terbius oleh kharisma seorang Jokowi. Jokowi menjadi salah satu tokoh pemimpin yang menjadi primadona masyarakat. Pencitraan yang dilakukan Jokowi diberbagai media mampu membuat masyarakat jatuh hati pada sosok gubernur DKI Jakarta ini. Gaya blusukan yang khas, cara berkomunikasi yang dekat dengan masyarakat membuat masyarakat mendambakan sosok pemimpin yang demikian.

Boleh saja masyarakat sangat mengelu-elukan sosok pemimpin seperti Jokowi. Padahal, jika kita telisik lebih dalam, Jokowi tak ubahnya pemimpin yang gila jabatan. Betapa tidak, jabatan walikota yang harusnya diemban hingga usai, dia tanggalkan untuk beranjak mencalonkan diri menjadi gubernur DKI Jakarta. Pasca menjadi orang nomor satu di Jakarta, Jokowi kembali berhasrat untuk maju menjadi pemimpin Republik Indonesia. Belum kelar menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, Jokowi kembali lagi akan bertarung dalam pencapresan 2014 ini.

David Easton, dalam buku “April Carter” Otoritas dan Demokrasi merumuskan konsep diffuse support untuk menunjukkan dukungan yang didasarkan atas kepercayaan terhadap penguasa. Dukungan seperti ini memainkan peranan penting karena merupakan modal bagi penguasa untuk memperkuat kedudukannya pada saat timbulnya banyak kritik dan penentangan terhadap penguasa. Meskipun banyak menuai kritik tajam terhadap kepemimpinan Jokowi tetap mampu menjadi calon unggulan yang diidolakan masyarakat.

Kenyataannya, memang sulit untuk mengidentifikasi calon pemimpin lancung dan pemimpin yang benar-benar baik. Dalam pertarungan Pemilu 2014 ini, calon pemimpin berlomba-lomba meraih kursi kekuasaan dengan pencitraan yang serba baik. Sehingga, masyarakat akan kesulitan membedakan calon pemimpin-pemimpin lancung, busuk dan baik. Mereka mengumbar janji yang tidak pasti, menebar pesona yang membius setiap manusia yang melihatnya.

Masyarakat harus lebih jeli dalam mengidentifikasi calon-calon pemimpin. Jokowi sebagai figur pemimpin yang menjadi primadona saat ini, juga memiliki sisi kekurangan yang patut dipertimbangkan untuk dipilih menjadi pemimpin.

Oleh, Malikhah (Pimpinan Umum LPM Edukasi) IAIN Walisongo Semarang

0 komentar:

Post a Comment

 
MALIKHAH SAN © 2012 | Edited Designed by Kurungan Celotehan