Oleh, Malikhah*
28 Oktober 2014 kelak, bangsa Indonesia memperingati 86 tahun peringatan hari
Sumpah Pemuda. Semangat pemuda menjadi aspek penting dalam peringatan hari
bersejarah ini. Sumpah Pemuda merupakan hasil rumusan pemuda Indonesia pada
Kongres Pemuda II yang dilaksanakan pada 27-28 Oktober 1928 oleh Perhimpunan
Pelajar-Pelajar Indonesia di gedung Oost Java Bioscoop. Pastinya momentum ini
memiliki harapan besar bagi pemuda saat itu.
Dalam kongres Pemuda yang kedua inilah dilantangkan sumpah oleh
pemuda saat itu sekaligus diperdengarkannya lagu Indonesia Raya untuk pertama
kalinya. Hingga dilantangkan pula Sumpah oleh para pemuda. “Pertama,
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air
Indonesia. Kedua, Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu,
bangsa Indonesia. Ketiga, Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi
bahasa persatuan, bahasa Indonesia.” Sumpah pemuda yang terdiri dari tiga
butir tersebut memiliki makna yang mampu membakar semangat pemuda. Semangat
persatuan yang termaktub dalam satu tanah air, satu bangsa, dan satu
bahasa.
Sejarah yang terukir dalam momentum Sumpah Pemuda, harusnya melekat
hingga hari ini. Tentu saja, sejarah yang telah terukir tidak semata-mata
diadakan lantas dihilangkan. Pemuda Indonesia memiliki tugas mengemban amanat
yang telah terlantangkan dalam sumpah pemuda tersebut.
Satu tanah air, dengan beraneka ragam suku, budaya, agama
menjadikan Indonesia kaya akan keberagaman. Bukankan kekayaan inilah yang patut
untuk kita banggakan, tidak hanya itu, dengan adanya kekayaan bangsa Indonesia
mampu menjadikan Indonesia menjadi bangsa yang besar. Memang idealnya yang
demikian, keberagaman menjadi kekayaan alamiah yang masih jarang ditemukan.
Sayangnya, keberagaman inilah yang terkadang menjadi cambuk bagi bangsa
Indonesia sendiri. Masih terekam jelas dibenak kita, konflik Syiah dan Sunni
yang terjadi di Sampang Madura. Meskipun dalam satu tubuh “Indonesia”, namun
kejadian tersebut tidak mencerminkan sikap saling menghargai, toleransi, dan
menjaga kerukunan.
Selain masalah perselisihan, kasus korupsi yang tengah melilit
pejabat negeri ini juga menunjukkan pencideraan terhadap bangsa Indonesia.
Mereka yang korupsi adalah mereka yang dahulunya seorang pemuda yang tentu saja
paham akan sumpah yang dilatangkannya. Sayangnya, mereka lupa akan jiwa
kepemudaannya, imbasnya sumpah pemuda yang dahulu mereka lantangkan hanya angin
lalu semata.
Jika ditelisik, pemuda Indonesia saat ini tengah mengalami
degradasi dalam hal perilaku. Betapa tidak, tawuran antar pelajar menjadi
pemberitaan yang ramai dibicarakkan. Selain itu, banyak kasus penyalahgunaan
narkoba yang melibatkan para pemuda, seperti yang dilaporkan oleh pihak Badan
Narkotika Nasional bahwa terdapat 50 orang dari 4,7 juta pecandu narkoba di
negeri ini meninggal setiap hari (Merdeka.com, 05/09). Ini mengindikasikan
bahwa ketergantungan terhadap narkoba masih sangat tinggi di masyarakat
Indonesia. Didalam elemen masyarakat Indonesia inilah terdapat elemen pemuda
yang harusnya memiliki peranan penting dalam membumihanguskan obat terlarang
ini. Namun, yang terjadi justru berbanding terbalik dengan yang diharapkan.
Pada point ketiga mempertegas tentang bahasa yakni bahasa Indonesia
sebagai bahasa pemersatu. Memang patut kita apresiasi dengan adanya bahasa
pemersatu yakni bahasa Indonesia, namun sangat disayangkan jika bahasa
pemersatu kita terkikis oleh perkembangan zaman. Kata-kata alay, menjadi
sahabat dekat ditelinga kita. Jika dibiarkan, kata-kata yang demikian, mampu
menggerus makna penting dari adanya bahasa pemersatu ini.
Sumpah Pemuda bukan kutipan teks yang hanya menghiasi kertas dan
terpampang hanya untuk dibaca. Sumpah pemuda memiliki nilai sakral sebagai alat
pemersatu bangsa, dan patut untuk dijunjung tinggi keberadaanya sekaligus
diimplementasikan. Peringatan sumpah pemuda nantinya sebagai satu moment untuk
merefleksikan kembali makna Sumpah Pemuda. Menjaga persatuan, kerukunan, dan
keharmonisan bangsa ini merupakan salah satu langkah kecil bagi pemuda untuk
menjaga sekaligus menghargai sejarah bangsa Indonesia.
*Pimpinan
Umum LPM EDUKASI