Oleh, Malikhah
Mimpi menjadikan sebuah negara sebagai
negara Islam tak pernah padam. Islamic State in Iraq and Suriah (ISIS) yang
kini hadir, merupakan salah satu langkah suatu kelompok radikal yang
menginginkan negara Islam. Di Indonesia, pasti kita ingat tentang Kartosoewirjo
yang dihukum tembak mati akibat gerakannya untuk menjadikan negara Indonesia
sebagai negara Islam. Sejarah mencatat bahwa Kartosoewijo bersama Gozali Tusi,
Sanusi Partawidjaja, R. Oni dan Toha Arsjad di desa Cisampah, Tasikmalaya pada
7 Agustus 1949 telah memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia.
Kini, 65 tahun
sejak diproklamasikannya Negara Islam Indonesia (NII) oleh Kartosoewirjo,
semangat untuk menjadikan negara Islam muncul kembali. Meski demikian, beragam
gerakan untuk menjadikan negara Islam silih berganti tumbang begitu saja. Arus
gerakan yang kini tengah mengalir deras adalah gerakan ISIS yang digawangi oleh
Abu Bakr al-Baghdadi. Meskipun ISIS merupakan gerakan yang baru, baru dikenal
masyarakat maksudnya, namun proses panjang telah dipersiapkan oleh kelompok
radikal ini.
ISIS merupakan
organisasi yang dahulunya bernama State in Iraq (ISI). ISIS sudah berperang
lama di Irak dan mempunyai ribuan tentara yang terlatih baik dan fanatik.
Mereka telah menguasai Irak utara dan sangat berhasrat untuk mendirikan negara
berdasarkan agama yang mereka kelola sendiri. Kedatangan mereka mengubah perang
di Suriah ke situasi yang tidak pernah diduga orang sebelumnya (Kompas, 05/08).
Kali ini gerakan
ISIS tengah meluas hingga tanah air Indonesia. Meskipun sosok Kartosoewirjo
telah tiada, namun mimpi akan adanya negara Islam tak pernah lekang oleh waktu.
Gerakan yang saat ini berkembang bukan lagi atas nama NII, namun esensi gerakan
ISIS menyerupai cita-cita dari NII. Memang ISIS menjadi kelompok untuk Irak dan
Suriah, namun tidak dipungkiri jika gerakan itu juga akan mengancam stabilitas
bangsa.
Ideologi Bangsa
Pancasila dengan butir-butir isinya
menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang kaya akan nilai-nilai
toleransi. Indonesia dengan beragam suku, ras, agama, bahasa yang unik
menjadikan bangsa Indonesia kaya. Kekayaan tersebut disatukan dengan semboyan
Bhineka Tunggal Ika, meskipun berbeda-beda, namun tetap bersatu. Maraknya
gerakan ISIS ini juga berpengaruh bagi ideologi bangsa. Diberbagai media
disebutkan bahwa ISIS telah menganggap ideologi Pancasila adalah thogut
(berhala). Jika ISIS menyebarkan doktrin demikian akan sangat berbahaya
masyarakat Indonesia.
Pemerintah
Indonesia juga patut untuk mengambil langkah cepat menghadapi peredaran ISIS di
Indonesia. Masyarakat harus diberikan sosialisasi tentang maraknya gerakan ISIS
di Indonesia. Penulis yakin, banyak masyarakat di Indonesia yang belum paham
tentang ISIS. ISIS sebagai gerakan radikal, telah dideklarasikan dibeberapa
daerah di Indonesia. Hal ini juga diiringi dengan adanya pembaiatan menjadi
anggota ISIS, tentu saja menjadi anggota ISIS merupakan satu bentuk
pengkhianatan terhadap bangsa. Sebab jelas, ideologi ISIS sangat bertentangan
dengan ideologi bangsa Indonesia.
Dalam undang-undang
juga telah diatur tentang masalah kewarganegaraan. UU No 12 Pasal 23 ayat 6
tahun 2003 yang berbunyi warga negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya
bila yang bersangkutan dengan sukarela bersumpah atau berjanji setia kepada
negara asing, atau menjadi bagian negara asing. Maka harus dicabut
kewarganegaraannya. Ini merupakan sangsi tegas yang harus pemerintah berlakukan
bagi masyarakat yang dengan sengaja bersumpah/ berjanji kepada negara asing.
Ragam informasi
telah disebarkan untuk mewaspadai adanya gerakan ISIS. Sebagai masyarakat,
perlu membuka mata akan beredarnya ragam informasi tersebut. Simbol-simbol
gerakan ISIS mulai banyak beredar, oleh sebab itu waspada merupakan langkah
awal untuk membentengi negara kita dari pengaruh asing.
0 komentar:
Post a Comment