Kata “korupsi” kini menjadi konsumsi yang harus masuk kedalam telinga masyarakat sehari-hari. Seolah korupsi menjadi teman akrab yang tiada henti dikumandangkan di ruang publik. Curiga, ketika penetrasi kata korupsi menjadi semakin bersahabat di telinga masyarakat, jangan-jangan masyarakat sudah kehilangan esensi dari makna korupsi itu sendiri. Pasalnya jika terlalu rutin untuk disuguhkan, masyarakat menjadi tidak tabu dan khawatirnya mereka tidak mau tahu persoalan krusial ini.
Segala bentuk pesimis ini, akhirnya terjawab dengan adanya kebijakan terkait pendidikan anti korupsi yang digagas oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Kemendikbud yang bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi langkah baik. Kerjasama yang dilakukan untuk memasukkan pendidikan anti korupsi ke dalam kurikulum perlu didukung dari seluruh pihak. Pasalnya, korupsi yang semakin menjamur dikalangan petinggi negara. Seolah-olah korupsi menjadi budaya yang semakin berkembang disegala bidang. Hal ini mengindikasikan gagalnya pendidikan moral yang sebelumnya telah diberikan dibangku sekolah. Banyak dari mahasiswa yang menomorsatukan idealisme mereka ketika dibangku kuliah untuk menyuarakan “berantas korupsi”. Mereka juga menjadi garda terdepan dalam menentang korupsi. Namun, realita yang terjadi ketika mereka duduk manis di pemerintahan, justru merekalah yang menjadi bandit kelas kakap untuk melakukan tindakan korupsi. Sebuah penghianatan anak bangsa yang terlihat nyata.
Wacana terkait pendidikan korupsi memang harus diberikan secara continue. Artinya, bermula dari pendidikan dini hingga perguruan tinggi. Pendidikan antikorupsi juga harus berlanjut untuk diberikan kepada petinggi negara, yang “mungkin” sudah lupa bahwa korupsi adalah perilaku menyimpang dan merugikan. Dengan pendidikan korupsi yang berkesinambungan, maka akan tertanam jiwa anti korupsi yang kuat, sehingga akan memberikan dampak jangka panjang.
Oleh karena itu, terobosan untuk memasukkan pendidikan anti korupsi kedalam kurikulum menjadi penting untuk segera dilaksanakan secara. Tidak hanya itu, harus ada praktek langsung untuk menanamkan jiwa anti korupsi. Seperti halnya kantin kejujuran yang telah lama digalakkan. Ini harus dikembangkan, sebab menjadi salah satu aplikasi untuk mendidik anak berbuat jujur dan tidak melakukan korup.
Nama : Malikhah
Alamat : Perumahan BPI Blok K25, Ngaliyan Semarang
No. Hp : 08995526088
PT : IAIN Walisongo Semarang
Fakultas : Tarbiyah
0 komentar:
Post a Comment