Detik-Detik Menjelang UN

Oleh, Malikhah
Ujian Nasional (UN) sudah dipelupuk mata. Senin (15/04) UN akan dilaksanakan untuk jenjang Siswa Menengah Atas (SMA). Agenda yang digelar setiap tahun ini menjadi satu momentum yang sering menghantui beberapa siswa. Sebagian siswa yang tidak siap, atau depresi akibat ketakutan menghadapi UN menyisakan banyak cerita. Kasus bunuh diri akibat depresi menghadapi UN menjadi salah satu pemberitaan yang ramai dibicarakan di media.
Mengurai fenomena tersebut, tentu menjadi sebuah keprihatinan dalam dunia pendidikan. Persiapan menjelang pelaksanaan UN pun sering menuai banyak permasalahan. Diantara permasalahan tersebut yakni soal-soal UN yang bocor, jual beli jawaban UN, dan juga membuat contekan demi mengejar nilai. Selama ini, para joki yang menjual kunci jawaban UN banyak beredar, dan siswa yang akan mengikuti ujian menjadi sasaran empuk. Sudah menjadi hal yang tidak tabu, demi mengejar kelulusan, beragam usaha dilakukan.
Obsesi Lulus 100%
Bergaining suatu sekolah akan naik ketika sebuah sekolah mampu menghasilkan lulusan yang berkompeten. Namun, sering disalahartikan bahwa ketika suatu sekolah mampu meluluskan siswanya 100%, sekolah itu dinilai berkualitas. Imbasnya, sekolah-sekolah baik swasta maupun negeri berlomba-lomba untuk mengejar target lulus 100% bagaimanapun caranya. Tidak jarang, demi menaikkan bergaining sekolah, siswa dikerahkan untuk bahu membahu dalam membantu temannya untuk memberikan jawaban UN. Bahkan, beragam strategi dilakukan, semisal dengan memberikan kode jawaban, memasang beberapa jawaban di kamar mandi, dan strategi lain yang dapat membantu siswa yang tidak dapat mengerjakan UN.
Ambisi sekolah yang terlalu besar untuk meluluskan seluruh siswanya dalam UN, dapat berdampak buruk baik bagi siswa maupun guru. Ambisi sekolah dalam mengejar kelulusan dengan dibarengi tuntutan yang ditekankan pada siswanya justru akan membuat senjata makan tuan. Bisa saja siswa menjadi stres ketika siap, baik secara mental dan fisik. Padahal, jika ditelisik lebih jauh, lulus 100% bukanlah jaminan bahwa sebuah sekolah itu memiliki lulusan yang berkompeten secara keseluruhan.
Fenomena yang marak terjadi seperti kasus bunuh diri akibat ketakutan menghadapi UN tentu menjadi bahan evaluasi bagi pendidikan di Indonesia. Kesehatan mental tentu akan terganggu ketika ditekan untuk memenuhi sebuah tuntutan. Menurut Killander (1957:12) bahwa orang yang memiliki mental sehat adalah orang yang memperlihatkan kematangan emosional, kemampuan menerima realitas, kesenangan hidup bersama orang lain, dan memiliki filsafat atau pandangan hidup pada saat ia mengalami komplikasi kehidupan sehari-hari sebagai kehidupan. Untuk itu, persiapan dalam menghadapi UN, tidak hanya difokuskan terhadap materi pelajaran saja, terlebih berusaha menyusun strategi kecurangan dalam menghadapi UN. Persiapan mental siswa perlu digembleng lebih dalam, sehingga anak tidak kaget ketika menghadapi UN yang sering menjadi momok bagi mereka.
Pembelajaran yang menyenangkan bisa jadi satu alternatif untuk menghidupkan semangat siswa dalam menghadapi UN. Namun, menjelang detik-detik pelaksanaan UN ini, peran orang tua menjadi sangat urgen. Pengawalan orang tua untuk mengkondisikan anak baik secara fisik maupun secara mental sangat dibutuhkan. Mental anak harus dipersiapkan untuk menghadapi hasil yang nantinya didapat dari UN. Kondisi perasaan yang senang ketika akan menghadapi UN, sangat berdampak positif bagi anak. Sehingga siswa tidak merasa stres ketika harus menghadapi UN.

                                                                        *Mahasiswa Fakultas Tarbiyah

                                                                        Direktur Lembaga Kajian dan Penerbitan

0 komentar:

Post a Comment

 
MALIKHAH SAN © 2012 | Edited Designed by Kurungan Celotehan