Kesehatan menjadi sebuah harta paling berharga dalam kehidupan
seseorang. Kasus meninggalnya Dera, seorang bayi kembar yang terlahir prematur
sangat ironis. Kasus yang memanas minggu ini membuat publik tercengang, hingga
ramai dibicarakan. Media massa yang menjadi penggiring isu semakin gencar
memberitakan kasus ini. Sehingga permasalahan ini menjadi semakin meluas,
hingga menjadi pelanggaran hak anak. Kasus yang dialami oleh Dera ini menjadi
keprihatinan bersama bagi masyarakat Indonesia.
Ironisnya kasus Dera ini banyak menuai kontroversi akan kebenaran
yang terjadi di lapangan. Kebenaran akan penolakan terhadap Dera dari berbagai
rumah sakit (RS) inilah yang menjadi titik poin pengembangan isu ini. Penolakan
Dera di beberapa RS dinilai banyak pihak terlalu kejam. Namun, kita juga tidak
bisa mengeneralisir persoalan begitu saja. Perlu kita cermati akar permasalahan
yang sebenarnya terjadi. Jika memang Dera ditolak akibat tiadanya biaya
pengobatan, tentunya kasus ini perlu ditindak lanjuti. Namun, jika tidak demikian,
tentunya tidak bisa salah satu pihak disalahkan begitu saja. Karena hanya akan
merugikan salah satu pihak yang notabene tidak dapat disalahkan.
Jika dicermati dari berbagai media massa, kasus Dera ini bukan
menjadi kesalahan salah satu pihak. Pasalnya, baik pihak keluarga Dera maupun
pihak RS tentunya sudah berjuang untuk kesembuhan Dera. Pihak RS yang terkesan
‘menolak’ pasien, tentunya bukan tanpa alasan. Fasilitas Neonatal Intensive
Care Unit (NICU) yang dibutuhkan Dera untuk perawatan kesehatannya memang
sangat minim. Ditambah lagi dengan pengguna NICU yang sangat banyak, sehingga
fasilitas tersebut tengah penuh. Dalam hal ini, tentu saja pihak RS tidak bisa
disalahkan juga, karena tidak mungkin mengusir pasien yang tengah dirawat di
ruang NICU. Keputusan pihak RS yang menolak ini tentunya tidak dapat disalahkan
juga. Kesan yang menganggap bahwa RS tidak mampu melayani masyarakat dengan
baik, terutama masyarakat miskin tentunya perlu ditelaah terlebih dahulu.
Meskipun banyak RS yang melakukan tindakan semena-mena terhadap pasien yang
kurang mampu, namun optimis masih ada RS yang peduli dan mmapu meberikan
pelayanan baik dalam masyarakat.
Permasalahan akses kesehatan di Indonesia selama ini masih jauh
dari kata sempurna, namun menilik permasalahan ini perlu disikapi dengan bijak.
Minimnya fasilitas kesehatan yang dimiliki RS di Indonesia bukanlah hal yang
baru. Keterbatasan fasilitas ini berbanding terbalik dengan adanya pengguna
fasilitas kesehatan. Imbasnya, akses kesehatan di Indonesia kurang maksimal. Sebagai
pengguna layanan kesehatan, baik masyarakat maupun pemerintah harusnya saling
memahami. Artinya, pemerintah sebagai pelayan masyarakat, harus menyediakan
penambahan fasilitas kesehatan setiap tahun. Begitu juga masyarakat yang harus
menggunakan fasilitas dari pemerintah dengan baik. Rumah sakit sebagai media
pengobatan masyarakat juga wajib memberikan pelayanan sebaik mungkin.
Melihat kasus tentang persoalan akses kesehatan di Indonesia,
tentunya pemerintah perlu mengambil langkah bijak, tepat, dan cepat. Sistem
regulasi informasi tentang adanya fasilitas RS perlu ditata kembali. Informasi
terpadu disetiap masing-masing rumah sakit perlu ditingkatkan, agar masyarakat
dapat mengakses informasi lebih jelas. Sehingga, ada kerja sama yang baik antar
rumah sakit. Fasilitas kesehatan yang masih kurang juga perlu segera
ditambahkan, jangan menunggu kasus-kasus seperti ini bergulir terlebih dahulu.
Jika masalah fasilitas kesehatan dianggap remeh, maka hanya akan terjadi banyak
nyawa tandas akibat fasilitas terbatas.
0 komentar:
Post a Comment