Mata uang menjadi salah satu bentuk kedaulatan yang dimiliki oleh
sebuah bangsa. Mata uang memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
perkembangan ekonomi suatu negara. Indonesia memiliki rupiah sebagai mata uang
yang dapat digunakan untuk beragam transaksi. Perubahan bentuk maupun nilai mata
uang di Indonesia sudah sering terjadi. Dahulu, di Indonesia beredar uang
sebesar Rp. 5, 00, Rp. 25, 00, dan sebagainya. Namun saat ini uang senilai itu
sudah tidak beredar lagi. Perubahan peredaran keuangan di Indonesia seringkali
tidak disadari oleh masyarakat. Setelah mata uang dengan nilai tertentu
menghilang dan tidak lagi muncul dalam peredaran, barulah masyarakat menyadari
apabila peredarannya sudah dihentikan.
Saat ini isu redenominasi santer terdengar dikalangan masyarakat
Indonesia. Redenominasi rupiah merupakan penyederhanaan rupiah tanpa mengurangi
nilai mata uang tersebut. Penyederhanaan yang
dimaksud adalah penyederhanaan mata uang yang memiliki nominal besar berubah
menjadi nominal kecil. Kongkretnya, semisal uang dengan nilai Rp. 1.000, 00
akan diringkas dengan uang Rp. 1, 00, uang sebesar Rp. 10.000, 00 berubah
menjadi Rp. 10, 00, dan lain-lain.
Pro kontra tentang redenominasi ini semakin menarik untuk
diperbincangkan. Redenominasi menjadi sebuah
perubahan yang mampu memberikan dampak signifikan bagi masyarakat. Hal
itu akan memberikan dampak bagi perkembangan ekonomi bangsa Indonesia. Dampak
yang paling terasa dalam bidang ekonomi antara lain adanya lonjakan harga
barang dagangan akibat pembulatan mata uang setelah adanya redenominasi. Sehingga
momentum perubahan penyederhanaan rupiah ini bisa jadi dimanfaatkan oleh
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Untuk melakukan redenominasi tentunya melalui proses yang panjang,
dan harus melewati persyaratan yang telah ditentukan. Banyak
syarat yang mesti dipenuhi salah satunya inflasi mata uang yang ada di sebuah
negara, dalam hal ini adalah inflasi mata uang di Indonesia. Besaran inflasi di
negara yang akan melakukan redenominasi tersebut harusnya kecil dan cenderung
stabil. Jika kita umpamakan, harga gula 10 tahun yang lalu Rp.1.000 per kg, namun
harga gula sekarang hampir 10 kali lipat. Maka dapat kita ketahui telah terjadi
inflasi terhadap harga gula sebesar 10 kali lipat dari harga gula pada saat 10
tahun yang lalu. Tingginya inflasi tentu akan berdampak pada psikologi
masyarakat yakni ketidaksiapan masyarakat dalam menghadapi perubahan kebijakan
ini.
Jika permasalahan ekonomi seperti ini belum mampu
dipecahkan oleh pemerintah, tentunya redenominasi yang digagas pemerintah tidak
perlu dilakukan. Pemerintah belum sepenuhnya siap dengan perubahan yang akan
dilakukan. Permasalahan kemiskinan akibat ekonomi pun masih menjamur. Alangkah
baiknya jika pemerintah mampu membabat habis permasalahan krisis ekonomi yang
terjadi, bukan menambah persoalan yang memberikan dampak buruk bagi masyarakat.