*Oleh, Malikhah
Pendidikan yang dibangun dengan paradigma yang salah, akan berdampak buruk terhadap pendidikan yang ada di Indonesia. Pendidikan menjadi sarana bagi pembentukan intelektualitas, bakat, budi pekerti/ akhlak serta kecakapan peserta didik. Munculnya tindakan radikal yang dilakukan oleh para siswa, menunjukkan adanya kegagalan dalam Pendidikan Agama Islam (PAI). Banyaknya tawuran antar pelajar seperti yang terjadi dibeberapa sekolah dan universitas, menjadi salah satu tolok ukur adanya kegagalan PAI. Tentunya, ada yang salah dalam proses pendidikan agama Islam yang diberikan di sekolah maupun di perguruan tinggi.
Permasalahan lain dalam bidang sosial seperti premanisme, pejudian dan minuman keras akhir-akhir ini juga semakin meningkat. Meskipun menjadi problem sosial, namun akar permasalahannya merupakan permasalahan moral. Permasalahan moral inilah yang menjadi tugas besar untuk para pendidik, terutama guru agama. Pendidikan agama yang menjadi garda terdepan dalam memberikan pemahaman dan pengarahan jika terdapat penyimpangan moral, kini terlihat kurang memberi pengaruh yang signifikan terhadap perubahan perilaku yang positif.
Banyak penyebab adanya kegagalan pendidikan agama Islam di Indonesia. Mengutip teorinya Sigmund Freud, bahwa anak semenjak kecil telah membawa benih/ potensi untuk beragama. Oleh karena itu, potensi anak untuk beragama sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga sebagai lingkungan pertama dalam perkembangan anak. Kemudian pendidikan agama diteruskan dan dikembangkan kembali di sekolah. Jika anak diarahkan dengan baik dan benar, maka perkembangan anak untuk mengenal agama akan semakin baik. Akan tetapi, pendidikan agama khususnya PAI yang hanya diberikan secara tekstual, menyebabkan siswa menjadi bosan terhadap materi-materi yang diberikan. Ekstrim jika mereka hanya memahami secara tekstual saja, dan kemudian mencoba mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Terorisme menjadi salah satu contoh nyata dari adanya kesalahan memahami agama secara tekstual.
Selain itu, paradigma siswa yang cenderung menganggap mudah atau bahkan katrok terhadap pelajaran agama, menjadikan siswa kabur akan ilmu agama Islam. Minimnya pengetahuan mereka tentang agama Islam, menjadi satu kelemahan untuk menanamkan karakter siswa menjadi pribadi berakhlak mulia. Karena pada dasarnya, pembentukan karakter siswa, tidak terlepas dari adanya pendidikan agama Islam.
Penyebab kegagalan pendidikan agama Islam yang tidak kalah pentingnya, pendikotomian antar umat beragama, menjadikan siswa cenderung eksklusif dan fanatik terhadap agama masing-masing. Sehingga mereka akan melakukan perbuatan apapun tanpa memperhatikan norma agama jika ada yang menentang ajaran mereka. Proses pembelajaran PAI yang cenderung mengalami kegagalan, mengindikasikan bahwa perlunya rekonstruksi ulang terkait proses pembelajaran agama di sekolah-sekolah.
Untuk mengurangi adanya dekadensi yang diakibatkan oleh faktor PAI yang kurang, ada beberapa hal yang harus dilakukan, seperti meningkatkan kualitas pendidikan agama, khususnya PAI. Dengan meningkatkan mentalitas dan metodologi dalam pembelajaran dengan memperhatikan aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik menjadi solusi solutif untuk meminimalisir adanya penyimpangan perilaku siswa. Sehingga siswa tidak hanya memahami PAI dalam ranah teori saja, akan tetapi secara praktiknya juga mampu dilakukan siswa. Paradigma siswa untuk menjadikan ilmu agama sebagai pandangan hidup juga harus dibangun, karena akan membuahkan pemikiran dan perilaku yang agamis.
Disisi lain, perlu adanya penyesuaian antara kurikulum dan metode pembelajaran agama Islam yang harus dipelajari dan dikembangkan sesuai dengan jiwa anak. Selain itu, menciptakan lingkungan yang agamis dengan menanamkan dan membiasakan berperilaku yang sesuai dengan norma agama akan membantu memperbaiki moral siswa yang cenderung jauh dari norma agama. Untuk menjaga konsistensi dalam memperbaiki perilaku siswa akibat kegagalan PAI, harus ada upgrading untuk semua guru dan siswa. Ketika semua guru di sekolah mampu memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan baik dan benar, maka siswa bisa mencontoh tindakan guru yang dipandang baik.
*Penulis adalah mahasiswi PAI (Pendidikan Akuntansi Islam), semester III
A SIMPLE BLOG OF AN ORDINARY GIRL WHICH HAPPEN AROUND YOU
Rekonstruksi Pendidikan Agama Islam
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment