Maraknya kejahatan di Indonesia menjadi sebuah keprihatinan. Sayangnya, pelaku kejahatan justru para remaja yang masih berstatus pelajar. Perilaku kejahatan yang dilakukan para pelajar ini, membawa mereka pada gerbang hukum di Indonesia. Contoh kasus tertangkapnya sepuluh tersangka begal, empat diantaranya adalah pelajar SMA. Mereka ditangkap usai beraksi di depan Mushola Kyai Morang, Penggaron Kidul, Pedurungan (Suara Merdeka, 17 Maret 2015). Kasus terbaru, yang dihimpun Suara Merdeka tak kalah menghebohkan. Lima mantan aktivis mahasiswa terjaring dalam kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) Pemprov Jateng tahun 2011 senilai Rp 328 juta (Suara Merdeka, 5 Mei 2015).
Dari penjelasan Kartini Kartono, dapat ditarik benang merah, bahwa perilaku yang tidak sesuai dengan norma aturan yang berlaku dalam masyarakat merupakan perilaku menyimpang. Lebih dari itu, perilaku menyimpang bukan sekedar perilaku yang tidak sesuai dengan norma sosial, terdapat nilai pelanggaran hukum didalam perilaku yang dilakukan.
Perilaku menyimpang tidak sebatas pada kasus begal dan korupsi saja. Kasus bocornya soal Ujian Nasional (UN) tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) juga merupakan penyimpangan. Soal yang bersifat sangat rahasia, mampu menembus ke tangan-tangan nakal dan akhirnya tersebar diberbagai media. Bocornya soal ini diadukan oleh salah satu siswa SMA 3 Yogyakarta, Muhammad Tsaqif Wismadi dan empat orang temannya. Keberanian Tsaqif dan teman-temannya ini mendapatkan apresiasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berupa pin “Berani Jujur Hebat” (Suara Merdeka, 23 April 2015).
Kenakalan remaja yang mampu menjelma menjadi beragam tindakan. Ditengah arus globalisasi, pemerintah dan masyarakat tegah berupaya memberantas kejahatan di Indonesia. Langkah tegas pemerintah dalam memerangi peredaran narkoba, tindakan pencurian, pembunuhan, bahkan korupsi patut didukung oleh generasi muda masa kini.
Mengenai kenakalan remaja, Zakiah Daradjat mengelompokkan kenakalan menjadi dua jenis kenakalan. Pertama, kenakalan ringan (keras kepala, tidak patuh pada orang tua, bolos sekolah, tidak mau belajar, sering berkelahi, suka berkata-kata tidak sopan, cara berpakaian yang menggangu ketentraman dan kenyamanan orang lain). Kedua, kenakalan berat (mencuri, memfitnah, merusak milik orang lain, ngebut, minum-minuman keras, dan kenakalan seksual yaitu tindakan susila terhadap lawan jenis tindakan susila terhadap remaja orang sejenis).
Ragam kasus kenakalan yang dilakukan remaja, perlu menjadi sorotan tajam. Pemuda menjadi aset bangsa Indonesia yang sangat berharga. Pendidikan sebagai solusi sekaligus upaya pembentukan akhlak para remaja sangat penting. Pendidikan sejak dini tanpa batas waktu, dengan didukung seluruh elemen masyarakat, akan sangat membantu untuk memperbaiki moral pemuda. Pendidikan keluarga sebagai gerbang awal pendidikan anak, memiliki peranan yang sangat penting. Orang tua dapat menanamkan nilai-nilai akhlak mulia terhadap anak melalui pembiasaan. Sedangkan dalam pendidikan formal, tugas guru dan lingkungan sekolah untuk menanamkan akhlak mulia bagi anak juga penting. Upaya guru dalam memperbaiki akhlak siswa, tidak terbatas pada lingkungan sekolah semata. Peranan guru untuk ikut aktif dalam mendidik siswa diluar jam sekolah begitu penting. Semuanya akan menjadi sukses dengan adanya dukungan masyarakat yang mampu memberikan dorongan dan pembiasaan positif di lingkungan sekitar anak. Dengan dukungan berbagai pihak dapat menjadikan generasi muda menjadi lebih baik.